Kemampuan dan kelebihan yang membawa pada kesombongan.
Jangan pernah berpaling dan melupakan Sang Penguasa Subuh. Selalu rapalkam dalam hati 'Ilmu, Kebijaksanaa, dan Rendah Hati.' Jangan sampai tergoda oleh para pembisik, mereka pandai menggelincirkan keteguhan hati manusia.
Ketika dunia sudah mulai kehilangan keasliannya, banyak terjadi kejahatan, hal menyimpang, bahkan normalilasi terhadap hal yang tidak normal. Sebuah suku tersembunyi yang masih memegang erat sejarah, mengutus anak terpilih yang akan kembali membuka mata dunia pada siapa mereka sebenarnya.
Perjalanan Warta Nalani yang membawa sejarah asli dunia dimulai dengan usahanya harus keluar dari hutan seorang diri. Banyak hal baru yang ia temui, teman baru, makanan baru, dan juga kesedihan baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon godok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Rusa (5)
Pagi-pagi sekali bahkan matahari belum menunjukan kilauannya. Warta menyelinap dari rumah Kakek Ahal menuju hutan jati, tempat dirinya dan Basa bertemu. Yang lebih muda memberi amanat agar tidak memberi tau tujuan mereka. Kalai seperti itu, dari pada bertemu Kakek Ahal dan harus berbohong dengan hak yang belum pasti demi kebaikan atau bukan, ia memilih mengendap-endap pergi tanpa diketahui siapapun.
Berbicara tentang menyelinap, mengendap-endap tanpa diketahui adalah keahlian Warta sejak sang adik datang kedalam kehidupannya. Jujur saja, saat adik Warta baru saja lahir, Warta merasa terkekang karena harus menjaga sang adik. Jadi, ia sering pergi keluar diam-diam untuk bermain. Dan hebatnya, tidak ada satupun yang dapat menangkap dirinya saat sedang melakukan aksi. Seolah dirinya mendadak tembus angin.
Sesampainya di bagian belakang desa, tepat di bagian depan menuju hutan jati, sudah ada Basa dengan buntalan kecil berwarna coklat yang ia peluk dengan erat. Warta sedikit berlari menghampiri Basa.
"Oi, anak kecil! Aw-" Warta tersentak saat Basa menendang tulang keringnya secara tiba-tiba. Membuat Warta jatuh berlutut, kedua tangannya memeluk kaki yang seenak hati dijadikan pengganti takraw.
"Jangan berisik, nanti ketahuan." peringat Basa. Hendak melayangkan protes,tapi apa yang dikatakan anak di depannya ini benar. Untuk apa dirinya repot-repot menyelinap kalau akhirnya ketahuan sebelum sampai tujuan.
"Cepat, ikuti aku!" seperti biasa, anak kecil dengan sifat seenaknya itu tanpa santun memberi arahan seperti perintah. Ia berjalan lebih dulu masuk ke dalam hutan.
Beberapa menit ditempuh, akhirnya mereka kembali sampai ke dalam bagian hutan jati yang sudah tidak memiliki pohon jati. Membuat kondisi hutan, selalu membuat hati Warta terasa sedih, tapi, melewati jalan ini, lagi-lagi membuat dirinya teringat perubahan sifat Kakek Ahal yang secara mendadak terlihat sangat berbeda dari sebelumnya.
Warta melirik Basa yang berjalan lebih dulu di depannya.
'Kalau diingat lagi, bocil ini juga waktu itu juga sifatnya tiba-tiba berubah. Mungkin sudah sifat turunan desa ini.'
"Dari sini...," Basa berhenti, kepalanya beredar kesana kemari. Mengingat jalanan hutan yang dulu sering menjadi tempatnya bermain. "Kalai tidak salah, belok... Ah, kanan."
"Oi, kamu benar tau tempatnya, kan?" selidik Warta yang merasa curiga karena seperti mereka mulai kehilangan arah.
"Tentu saja, dulu aku sering mengikutinya."
Dari tempat lahan pohon jati yang sudah dipanen, mereka mengambil arah kanan dan terus berjalan, sampai terdengarlah suara gemericik air. Warta yang merasa tidak asing, mulai mengedarkan pandang.
"Oh! Di sana tempat aku terjatuh kemarin," Warta menunjuk ke arah bebatuan yang ia yakini sebagai tempat dirinya diterkam oleh rusa.
Basa mengikuti arah tangan Warta yang terangkat, dilihatnya banyak batu-batuan dilapisi lumut terpendam di dalam tanah.
Kekehan kecil Basa mengisi keheningan, "Pantas saja otakmu tidak berfungsi." sindirnya.
"Apa katamu?!" sedikit berteriak, Warta menarik kerah belakang Basa hingga anak itu tertarik mundur. "Dengar, ya, anak kecil! Hanya kepala luarku yang-"
Tidak mau kalah, Basa ikut manaikan nada bicaranya. "Bodoh! Jangan berteriak! Nanti para rusa bisa datang dan mengejar-"
Belum juga perkataan Basa selesai, dua ekor rusa muncuk dari semak-semak yang membatasi hutan dengan sungai. Keduanya terdiam, saling adu pandang lalu mengalihkan pendang ke arah dua ekor rusa yang sama-sama terdiam, pandangannya lurus memperhatikan mereka.
Basa berbisik, "Jangan berteriak ataupun bergerak secara tiba-tiba." Warta mengangguk terbata.
Kedua rusa kembaki berjalan, hewan bertanduk dengan bulu coklat yang menyelimuti tubuhnya itu perlahan mendekati Warta dan Basa. Terdengar suara liur yang ditelan secara paksa. Jantung warta berdegup dengan kencang. Kalau dirinya boleh jujur, bayang-bayang dirinya yang hendak diterkam hewan pemakan dedauan ini masih melekat. Beberapa meter lagi sampai si hewan bertanduk mendekati mereka, Basa dan Warta sontak menahan napas bersamaan.
"Hey, dengar," Bisik Basa. Warta melirik anak yanh dari tadi kerah belakangnya masih ia tarik. "Pelan-pelan lepaskan tanganmu dari bajuku. Aku ada ide."
Menuruti arahan Basa, dengaan gerakan lambat tanpa memprofokasi para rusa, Waran menurunkan tangannya.
Basa lagi-lagi berbisik, "oke, orang hutan. Dengar, ya,"
"KABUUR!!!" teriak yang lebih muda. Ia lebih dulu lari meninggalkan Warta bersama para rusa.
Tindakan spontan Basa membuat kedu rusa terkejut, bahkan kedua hewan itu sampai terdiam memandang Basa yang semakin menjauh. Seperti tersadar dari hipnotis, kedua rusa itu menggelangkan kepala beberapa kali lalu memandang Warta, lekat.
"Ehehehe," Warta tertawa canggung.
Perlahan berjalan mundur ke arah perginya Basa, memastikan kedua rusa itu tidak kembali menerkamnya. Dirasa jarak 1 sudah menjadi celah terbaik. Ia segera membalik badan dan berlari menyusuri jalur kabur si bocah penghianat.
"Tunggu, bocah nakal!" Teriak Warta meluapkan emosinya. Sudah tidak perduli lagi dengan larangan berteriak.
Dari depan sana, terdengar Basa membalas teriakannya. "Jangan ikuti aku, nanti mereka mengejarku!"
"Lalu aku saja yang dikejar oleh mereka?!!" omel Warta.
"Tentu!" jawab Basa tanpa keraguan dan rasa bersalah sedikit pun.
Warta berlari lebih cepat, tangannya terulur berusaha menggapai kerah baju Basa. Saat sasaran sudah semakin dekat, tiba-tiba, 12 meter di depan mereka, terlihat seorang pria tua dengan baju abu-abu tua. Berdiri tegap memandang tajam keduanya.
Secercah harapan melapisi pandangan Basa, "Oh, itu paman-"
"KALIAN BERISIK!"
Teriak pria berpakaian abu-abu tua itu yang ternyata memang benar, ia adalah paman Zai.
Keduanya berhenti di depan Paman Zai. Warta membungkuk, menjadikan lututnya sebagai tumpuan yang disangga oleh kedua telapak tangan. Masih dengan napas terengah, Warta mengangkat kepala. Telunjuk kanan terangkat menunjuk arah belakang, sedangkan tangan kiri masih dijadikan tumpuan.
"Tolong... Ada- ada rusa yang mengejar-!"
Tak!
Pukulan telak mendarat tepat di ubun-ubun Warta. Membuat kepalanya yang baru saja lepas perban kembali pening.
"Apa yang anda-"
"Rusa apa?! Lihat belakang kalian!" dengan cepat Warta menegakan diri dan menoleh ke belakang.
Kosong, tidal ada satupun rusa yang mengejar. Warta menyipitkan mata, pandanganya teralih pada Basa yang duduk bersimpuh dengan napas sangan tidak beraturan.
"Dasar, bocil. Katanya rusa ngerjar, mana,"
Warta berjongkok di samping Basa. Tangannya terangkat hendak menyentuh bahu yang lebih muda, tapi, lebih dulu Basa merebahkan diri terkulai lemas tanah tenaga di atas tanah yang tertutup dedaunan jati.
"Loh? Cil, kamu kenapa?!" panik, Warta semakin mendekatkan diri dan mengguncang tubuh Basa pelan.
Paman Zai ikut berjongkok di depan keduanya. Tangan kurus yang terlihat seperti hanya tulang berbalut kulit tanpa daging itu menyentuh area leher Basa.
Paman Zai diam beberapa saat, pandangan datar memperhatikan wajah Basa dengan seksama. Kemudia ia berdiri, mengangkat Basa dan membawa anak itu di pundak layaknya karung tepung.
"Apa yang anda lakukan?!" protes Warta.
"Diamlah. Ikuti aku kalau tidak mau kembali diserang rusa,"
Rusa, sekrang itu menjadi kata-kata kutukan. Mau tidak mau, Warta mengikuti Paman Zai. Ia hanya dapat berharap, di depan sana bukan masalah baru yang menantinya.
'Penguasa subuh, semoga ini jalan yang engkau berikan untuk mengeluarkan ku dari hal rumit ini.' panjat harapnya dalam hati.