Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekesalan Sama Si Pengawal Bocil
"Heeeh ... heeeh," Hembusan nafasku yang mulai kelelahan berlari.
Higheelspun sampai kulepas, gara-gara takut Dio akan dapat mengejarku, yang tengah lari terbirit-birit seperti dikejar maling. Tanganpun sudah sibuk mengelap keringat yang tiada habisnya bercucuran.
"Larinya ngak bisa kenceng lagi?" sapa Dio berlari kecil tepat disampingku.
Akupun begitu terkejut jantungan, yang ternyata Dio sudah cepat sekali menyusulku.
"Kamu ngak salah arah berlarinya, non?" tanya Dio yang sudah lari berbalik menghadapku.
"Hhhhh ... heeeh, gila kamu Dio bisa mengejarku. Hhhh ... heeeh, bukan aku yang salah berlari, tapi kamu saja yang salah arah berlari menghadapku, hhhhhh ... heeeh!" hembusan nafasku kelelehan tiada tara lagi capeknya.
"Kenapa? Sudah lelah mau kaburnya? Ayo lari lagi, aku akan menemani kamu olahraga malam," ejeknya.
"Iiiiih ... gila apa malam-malam gini olahraga, hanya orang yang tak waras malam-malam lari, enakkan tidur daripada olahraga, hhhh ... heeeh!" jawabku yang mulai berhenti berlari.
Tangan berdecak dipinggang, mencoba meredakan lelah, namun sepertinya harus memghirup udara banyak-banyak.
"Naaah, tahupun kalau lari itu lelah dan lebih enak tidur, makanya sekarang ayo kita pulang!" suruh Dio yang sudah menarik cepat pergelangan tanganku.
"Aku gak mau, Dio. Lepaskan ... lepaskan," ucapku yang berusaha menarik tangan.
Sekali tarik ternyata aku bisa melepaskan diri, dan aku mulai berancang-ancang ingin berlari lagi.
"Eeeeiiit ... mau kemana lagi? Non Dilla harus ikut aku pulang," paksanya.
"Gak mau Dio ... gak mau, izinkan aku pergi keluar sebentar saja untuk kencan," tolakku menarik kuat tangan sendiri, biar bisa lepas dari tangan Dio.
Tidak rela saja jika kencan gagal lagi.
"Aaah ... bawel amat sih kamu, Non!" gerutunya yang kelihatan kesal.
Tanpa terpikirkan olehku, tiba-tiba Dio langsung saja membopong tubuhku paksa.
"Eeh, turunkan nggak? Turunkan ... turunkan aku Dio. Dasar pengawal kurang ajar, turunkan aku Dio," pintaku dengan meronta-ronta mengoyangkan kaki.
Mulut ters berteriak minta diturunkan.
"Enggak, aku tidak akan menurunkan kamu," tolaknya.
"Hei bocil, turunkan aku nggak? Kalau ngak, aku akan melakukan sesuatu yang buruk sama kamu!" ancamku yang kini tak meronta, tapi masih tetap bertengger digendongnya.
"Lakukanlah, kalau kamu bisa melarikan diri," tantangnya.
Tanpa pikir panjang lagi, karena Dio tak mau mendengarkan perkataanku. Ceeet, lengan tangannya sudah kugigit kuat-kuat.
"Aaaa .... aaaaa, lepaskan ngak gigitan kamu itu!" teriaknya yang masih bertahan dari gigitan dan mengendongku.
"Lepaskan aku dulu," jawabku tak jelas sebab masih mengigit lengan Dio.
"Aaaa ... sakit perawan tua. Ok! Aku akan lepaskan," jawabnya kesakitan.
"Cepetan!" Tidak sabar.
Bhuuugh, secara kurang ajar Dio menjatuhkan tubuhku begitu saja di aspal jalanan.
"Aww ... aaa ... aww, kamu itu gila apa Dio? Sudah berani mencelakai majikan sendiri, dengan menjatuhkan tubuhku begitu saja," gerutuku kesal dengan tangan sudah memegang belakang pinggang sebab sakit.
"Jangan salah aku. 'Kan Non sendiri tadi yang minta diturunkan, lagian itu balasan kamu sebab telah mengigit lenganku," nyolot suaranya marah balik.
"Dasar pengawal bocil, gak ada untung-untungnya papaku mengangkat kamu, bikin susah saja," Suaraku yang tak mau kalah marah.
"Apa yang kamu bilang? Bocil? Heh nona perawan tua, aku itu ada nama yaitu Dio\= D I O, paham!" jawabnya tak senang.
"Waaah ... wah, benar-benar kamu itu pengawal gila plus ... plus .. plus kurang ajar, majikan sendiri dikatain perawan tua. Walau sudah tua begini-begini, masih laku banyak cowoknya, daripada kamu masih muda tapi cewekpun tak ada. Muka noh masih bocil ditambah cupu pulak, uuuueeekk! Pasti tak akan ada yang mau sama kamu," balik hinaku yang tak mau kalah, pura-pura muntah.
"Kamu?" Suaranya tertahan ingin marah, tapi dia urungkan hanya bisa mengemerutukkan gigi saja.
"Apa? Apa?" tantangku tak mau menyerah.
Kami berduapun sama-sama terdiam sejenak, merasakan rasa sakit pada tubuh masing-masing dari kami. Pandanganpun saling acuh tak acuh, dengan rasa dendam ingin membalas lebih.
"Ayo kita pulang saja! Ini sudah malam, lagian jalanan sudah sepi, lihat!" tunjuknya mengarah ke sekeliling jalanan.
"Nggak mau," ketus jawabku.
"Terserah Non mau pulang apa tidak, tapi yang jelas bulu kudukku sekarang mulai merinding, atau jangan-jangan disini, iiiiihhhh!" imbuhnya berkata yang mulai membuatku takut.
"Kamu jangan ngomong aneh-aneh, aku sudah lama jadi warga sini, jadi jangan sok nakut-nakuti," jawabku sambil mencoba ingin berdiri.
"Bantuin!" imbuhku mencoba mengulurkan tangan.
Dengan santai Dio membantuku berdiri, dan rasa kemarahan pada masing-masing dari kami, terasa hilang begitu saja tak ada permusuhan.
"Non Dilla, tahu asal usul rumah itu ngak?" tanya Dio.
"Yang mana? Aku gak tahu?" jawabku.
"Beneran Non gak tahu? Kalau rumah dipojokkan sana itu bekas orang bunuh diri lho! Itu ... tuh," tunjuk Dio disalah satu rumah yang sudah gelap tak ada lampunya.
"Kamu jangan nakut-nakuti, Dio! Aku cewek tangguh yang tak takut dengan hal-hal kayak gituan," ujarku pura-pura berani.
"Bener nih? Kalau begitu bye ... bye!" cakap Dio yang kini sudah berlari meninggalkanku.
"Hey Dio ... tunggu .... Dio ... tunggu ... hey!" panggilku yang sudah merasa ketakutan
Akupun dengan sekuat tenaga mengejar Dio, yang sudah berlari meninggalkanku dibelakang. Sungguh kurang ajar pengawalku yang satu ini, masak majikan sendiri ditinggal sendirian. Yang awalnya diriku tadi dikejar Dio, sekarang sangatlah berbanding terbalik akulah yang mengejarnya.
"Heh ... heeeh ... ahhh ... hhhhh, kamu gila sekali Dio meninggalkanku, dasar bocil kurang asem," rancauku kesal.
"Hahahah, kata tadi tidak takut dan wanita tangguh, tapi kok sekarang lari terbirit-birit begitu, haahaha!" gelak tawanya puas mengejek.
Tuuuk, kepalanya kujitak pelan.
"Aaww, sakit Non!" ujarnya yang sudah mengelus-elus kepalanya.
"Itu hukuman kamu," jawabku merasa menang.
"Ini juga hukuman kamu," balasnya berkata, sambil menarik tanganku.
"Eeeh .. lepas Dio ... lepas," cegahku berkata ingin menarik tangan.
"Aku ngak akan lepas, sebab sudah kubilang, Non Dilla malam ini tidak boleh kemana-mana, harus tetap duduk manis dirumah," jawabnya yang menarik kasar tanganku.
Rasanya kekuatan sudah kukerahkan, tapi pada kenyataannya hanya sia-sia saja, sebab Dio begitu kuatnya mencengkram tanganku.
"Kamu duduk diam disini! Sebab ada hal penting yang ingin kukerjakan sekarang," perintahnya saat sudah membawaku masuk kekamar.
Akupun hanya menurut saja apa yang dikatakan Dio, karena percuma saja membantahnya, pasti lagi dan lagi dia akan bisa menghalangi diriku keluar.
"Aaah ... sial ... sial, lagi-lagi aku harus mengalah sama pengawal bocil itu. Ternyata dia tak bisa diremehkan juga, lain kali aku harus memikirkan cara masak-masak agar bisa lolos dari pengawasannya," guman hati yang kecewa.
Tok .. tuk .. tok, suara palu telah dipukul Dio dijendela kamarku. Terlihat dia begitu sibuk memalangkan kayu untuk memakunya bersilang, mungkin dengan maksud dan tujuan agar tak bisa terbuka.
"Dasar pengawal bocil, pinter juga ternyata kamu!" Pujiku dalam hati.
Rasanya akupun malas untuk ketemuan dengan Reyhan lagi, selain ada Dio yang menghalangi, kaki terasa sudah pegal-pegal akibat lari malam barusan.
Klek ... klek, pintu kamarku telah dibuka Dio.
Mata sudah melihat aneh kearah Dio, sebab dia masuk ke kamarku dengan membawa selimut, kasur, bantal, dan beberapa palangan kayu tempat tidur.
"Kamu mau ngapain bawa barang-barang itu kedalam kamarku?" tanyaku heran.
"Mulai hari ini aku akan tidur disini," jawabnya santai.
"Whaaaaaaat?."
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️