Dalam dunia korporasi yang berputar terlalu cepat, Ethan Solomon Montgomery, Presiden Direktur Montgomery Group, hidup dengan ketenangan yang dirancang oleh keluarga yang membentuknya. Ia tumbuh untuk memimpin, bukan untuk diperintah. Sejak kecil Celine Mattea selalu berdiri di sisinya, perempuan yang mampu masuk ke semua pintu keluarga Montgomery. Celine mencintai Ethan dengan keyakinan yang tidak pernah goyah, bahkan ketika Ethan sendiri tidak pernah memberikan kepastian. Hubungan mereka bukan hubungan lembut yang manis, melainkan keterikatan panjang yang sulit dilepaskan. Persahabatan, warisan masa kecil, ketergantungan, dan cinta yang Celine perjuangkan sendirian. Ketika Cantika, staf keuangan sederhana memasuki orbit Ethan, sesuatu di dalam diri Ethan bergeser. Sebuah celah kecil yang Celine rasakan lebih tajam daripada pengkhianatan apa pun. Ethan dan Celine bergerak dalam tarian berbahaya: antara memilih kenyamanan masa lalu atau menantang dirinya sendiri untuk merasakan sesuatu yang tidak pernah ia izinkan. Ini adalah kisah dua orang yang seharusnya ditakdirkan bersama, tetapi cinta yang bertahan terlalu lama tidak selalu berarti cinta yang benar. Disclaimer: Novel ini adalah season 2 dari karya Author, “Falling in Love Again After Divorce.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta yang Berbalas
Celine tertegun, sinar matanya kembali menyala.
“Ethan… sungguh?”
Ethan mengangguk. Detik itu juga Celine langsung melompat ke pelukannya.
“Aku juga mencintaimu, Ethan.” suaranya pecah, hangat dan tulus. Air mata bahagianya mengalir membasahi bahu pria itu.
Tangan Ethan naik perlahan ke punggungnya, menenangkan wanita itu sekaligus perasaannya sendiri.
Wajah Celine mundur sedikit, menatapnya penuh harapan. “Kalau begitu kita akan menikah, kan?”
Ethan mengangguk lagi. Sisa keraguan di hati Celine hancur seketika. Senyumnya mekar, perasaannya kembali merekah. “Ini hari paling bahagia dalam hidupku, Ethan.”
Sudut bibir Ethan terangkat tipis melihat kebahagiaan itu. Ada sesuatu yang hangat menyelip dalam batinnya.
Celine mengulurkan kelingkingnya sama seperti waktu mereka masih kecil. “Berjanjilah padaku, Ethan. Jangan pernah meninggalkan aku.”
Ethan menghela napas. “Jangan kekanakan, Celine.”
Celine tidak menyerah, bibirnya mengerucut manja. Ia mengambil tangan Ethan, mengaitkan kelingking mereka dengan paksa.
“Kumohon berjanjilah.”
Mata penuh permohonan itu menaklukkan Ethan.
“…Aku berjanji.”
Celine mencium pipinya dengan spontan, hangat dan penuh cinta. “Aku selalu menyukaimu, Ethan. Selalu dan selamanya.”
Ia menggenggam tangan pria itu, menariknya keluar kamar dengan langkah cepat. “Ayo kita beritahu semua orang. Aku tidak sabar melihat reaksi mereka.”
Celine berlari kecil menuruni koridor, senyumnya seperti cahaya yang menembus seluruh sudut rumah itu. Ethan mengikuti langkahnya dalam diam, dadanya terasa gundah oleh sesuatu yang tidak ia pahami. Janji yang baru saja ia ucapkan terasa seperti belenggu dingin yang perlahan melilit pergelangannya.
Langkah mereka bergema di lantai marmer tangga mansion Montgomery. Celine muncul lebih dulu, menggenggam tangan Ethan dengan erat, jemarinya saling bertaut seperti enggan melepaskan takdir yang baru ia amankan. Rona bahagia memenuhi wajahnya. Kesedihan tentang perceraian orangtuanya seolah dilenyapkan oleh satu kalimat dari pria di sampingnya. Mata bulat itu kembali berkilau, seperti lampu kristal yang tertimpa cahaya mentari.
Napasnya terengah saat ia berhenti di hadapan semua orang. Bahunya naik-turun, namun senyumnya memancar cerah, yakin, dan tanpa keraguan.
“Kami akan menikah,” katanya. Suara itu bergetar kecil, bukan karena gugup melainkan kebahagiaan yang terlalu besar.
Hening jatuh seperti tirai tebal. Tatapan semua orang otomatis beralih pada Ethan. Baru beberapa menit lalu Ethan menolak gagasan itu. Lalu sekarang?
Sean melepas kacamatanya perlahan, menaruhnya di atas meja kayu mahoni yang mengilap.
“Kau yakin dengan keputusanmu, Ethan?” kalimat itu bukan pertanyaan, tapi kecurigaan dari seorang pria yang sudah melewati hampir setengah abad hidupnya melewati pahit manisnya asmara.
Ariana mencubit paha Sean tanpa mengalihkan senyum dari wajahnya, isyarat kecil yang berarti: Diam sebelum kau merusak semuanya.
Sean meringis kecil, tapi tubuhnya bahkan tak bergerak untuk sekadar melawan cubitan cinta dari belahan jiwanya itu.
Ariana tersenyum lembut pada putra sulungnya. “Mama senang, kau mempertimbangkan semuanya dengan baik.”
Ethan melangkah ke depan, berdiri tepat di hadapan Golda. Sorot matanya dingin namun suaranya merendah.
“Om, izinkan saya menikahi Celine.”
Golda membuka mulut, tetapi suaranya tak keluar. Ada terlalu banyak hal yang menyesaki dadanya. Rasa khawatir, kehilangan, juga ketakutan akan masa depan putrinya.
“Papa… please.” Celine memandangnya penuh permohonan. “Aku akan baik-baik saja selama ada Ethan.”
Golda menatap wajah anak satu-satunya itu, putri yang telah ia besarkan dengan cinta, disiplin, dan rasa bangga. Ia tahu cintanya pada Ethan bukan cinta yang dangkal; perasaan itu telah hadir sejak kecil, bahkan sebelum ia mengerti apa itu cinta. Jika ia menolak, maka ia akan menghancurkan hati Celine untuk kedua kalinya hari ini.
Meski ragu, Golda mengangguk perlahan. “Baiklah.”
Celine langsung memeluknya erat, “Aku menyayangimu, Papa. Jangan khawatir, Ethan akan menjagaku di sini.”
Golda mengelus punggungnya, genggamannya gemetar. Pria paruh baya itu mengecup puncak kepala putrinya. Sebentar lagi ia akan menyerahkan satu dunianya yang tersisa pada pria lain.
Ariana menghampiri dan memeluk Celine dengan kelembutan yang hanya dimiliki seorang ibu yang penuh kasih. “Selamat, Sayang,” katanya, mengecup kening Celine dengan hangat. “Akhirnya kau akan benar-benar menjadi anak Mama.”
Celine menutup mata, menikmati pelukan hangat itu. Diam-diam, ia selalu bersyukur hadir di tengah-tengah Montgomery yang hangat dan penuh kasih sayang. Sangat jauh dari sifat aristokrat dingin yang diberitakan media di luar sana.
Golda juga merengkuh Ethan dalam sebuah pelukan, dan menepuk punggungnya kuat.
“Jangan mengecewakan putriku,” bisiknya tepat di telinga Ethan, suaranya rendah dan penuh ancaman yang terselubung rapi. Tidak ada orang lain yang sempat menangkap ancaman itu selain dirinya.
“Aku merestui kalian bukan karena keyakinanku, melainkan karena keyakinan Celine yang terlalu besar padamu. Aku bukan ayah yang baik, tapi aku tidak akan ragu menghancurkan siapa pun yang menyakitinya bahkan jika aku harus mempertaruhkan nyawaku. Aku tidak takut meski nama Montgomery melekat di belakang namamu.” Suaranya tidak meninggi, tapi untuk sesaat mampu membekukan darah yang mengalir di tubuh Ethan. Tubuhnya menegang, hanya beberapa detik sebelum kontrol dirinya kembali.
Ethan mengangguk kuat. “Aku tidak akan menyakitinya, Om.”
Suara berat Sean memecah ruangan.
“Jerry,” panggilnya.
Pria bertubuh tegap dari sudut ruangan segera maju dan memberi hormat. “Saya, Tuan.”
“Siapkan pesta pernikahan Montgomery secepat mungkin.” perintah Sean dingin.
Jerry tak langsung menjawab. Pengumuman seperti ini biasanya disampaikan berbulan-bulan sebelum persiapan.
“Siapa yang akan menikah, Tuan?” tanyanya refleks, lupa siapa yang ia hadapi.
Sean menoleh perlahan, tatapannya tajam seperti bayangan gelap yang menutupi seluruh ruangan.
“Apa aku mengizinkanmu bertanya?”
Nafas Jerry tercekat. Ia buru-buru menunduk dalam-dalam, hampir membungkuk hingga punggungnya membentuk sudut sembilan puluh derajat.
“Maaf, Tuan.”
Aura Sean masih sama seperti ketika ia memimpin dunia bawah… dingin, berbahaya, dan tidak memberikan ruang untuk kesalahan. Meski ia telah pensiun dari kegelapan itu, energi yang memancar darinya masih cukup untuk membungkam siapapun di ruangan besar itu.
“Pergilah!”
“Baik, Tuan.”
Jerry melangkah terburu-buru. Dua kata ‘secepat mungkin’ bertengger di pundaknya lebih berat daripada membobol gudang senjata illegal musuh. Nona Muda Serena? Mustahil untuk menikah secepat ini. Satu-satunya yang masuk akal adalah tuannya sendiri, Ethan Solomon, pewaris sah darah Montgomery. Dan jangan lupakan satu hal, tuannya adalah cucu kesayangan Florence Montgomery. Bagian paling sulit dari tugas ini adalah, mewujudkan selera wanita tua itu.
Florence memperhatikan semuanya dari kursi kesayangannya. Matanya tajam, memindai setiap detail dengan ketelitian seorang ratu tua yang sudah mengerti benar nilai manusia.
Ia menghela napas pelan. Ya, Celine memang pantas. Latar belakangnya bersih, pendidikannya sempurna, reputasinya tak bercela. Bibit bebet bobot-nya nyaris tak bisa diganggu gugat. Bila ada wanita yang pantas berdiri di sisi pewaris Montgomery, itu adalah wanita seperti Celine.
Pandangannya berhenti pada Ethan, cucu kesayangannya. Wajah itu terlalu datar, terlalu tenang. Terlalu sunyi untuk seorang pria yang baru saja menerima wanita yang begitu mencintainya. Insting seorang nenek yang sudah melewati banyak peperangan batin berkata sesuatu. Ada sesuatu yang tidak selaras di balik sikap Ethan. Dan firasat Florence hampir tidak pernah salah.
pengorbanan celine terlalu besar hy untuk se ekor ethan...
cepatlah bangkit dan move on celine dan jauh jauh celine jangan terlibat apapun dgn amox apalagi yg didalamnya ada ethan² nya...
mungkin si SEthan merasa bersslah dan ingin bertanggung jawab atas kematian ayahnya Cantika, karna mungkin salah sasaran dan itupun sudah di jekaskan Raga & Rega.
tapi dadar si SEthan emang sengaja cari perkara, segala alasan Cantika punya adik, preettt...🤮🤮🤮
Balas dendam kah?
Siapa Barlex?
Berhubungan dengan ortunya Cantika kah?
Haiisz.. makin penisiriin iihh.. 😅😅🤣🤣
Thanks kk Demar 🤌🏻🤌🏻