“Anak? Aku tak pernah berharap memiliki seorang anak denganmu!”
Dunia seolah berhenti kala kalimat tajam itu keluar dari mulut suaminya.
.
.
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.
Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.
Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.
Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5
Brakkkk!!
“Saya bilang cepat urus kepulangan istri saya!” Niko dengan kasar menggebrak meja administrasi rumah sakit.
Pria arogan itu tetap memaksa ingin membawa Kayuna pulang, meski kondisi sang istri masih belum stabil.
“M-maaf, Pak. Kami tetap harus menunggu persetujuan dari dokter yang menangani pasien untuk surat persetujuannya.” Petugas administrasi menjawab dengan sedikit gemetar.
“Saya suaminya, saya lebih berhak.” Suara Niko sedikit rendah namun penuh penekanan. “Sekarang cepat urus surat kepulangan istri saya, atau—”
“Atau Anda akan melihat istri Anda mengulangi perbuatannya,” sela dr. Ridho.
Niko sontak menoleh, alisnya mengerut rapat. “Apa maksud Anda?”
Ridho melangkah maju, dagunya terangkat tegak. “Ny. Kayuna … bisa kembali celaka, Pak.”
“Siapa Anda berani memastikan hal demikian?” Niko menatap sang dokter penuh selidik.
“Saya dr. Ridho, dokter yang menangani istri Anda. Hasil pemeriksaan, istri Anda mengalami hipotensi akibat dehidrasi dan ada indikasi tekanan yang sedikit mengganggu mental beliau, saya sudah menjadwalkan konsultasi psikiater untuk memastikan hal tersebut,” jelas Ridho.
Niko tertawa remeh, “Anda mau bilang istri saya gila?”
Dr. Ridho mengulum bibirnya, sorot matanya tenang. “Bukan begitu maksud saya, Pak. Nyonya Kayuna sepertinya sengaja melukai pergelangan tangannya sendiri—”
“Sudah saya katakan itu bukan kesengajaan!” tegas Niko.
“Saya benar-benar mohon maaf, Pak. Tapi dari goresan yang presisi, bisa di pastikan itu sebuah kesengajaan. Kami hanya ingin memastikan, agar kedepannya Ny. Kayuna tidak melakukan hal serupa.” Ridho masih menjelaskan dengan suara tenang.
Niko nampak berpikir sejenak, yang di lakukan Kayuna jelas hal berbahaya, reputasinya bisa hancur jika dia sampai berhasil bunuh diri.
“Lalu kapan istri saya bisa diperiksa oleh psikiater itu?” Laki-laki itu akhirnya menurunkan egonya demi menjaga hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
“Sebentar lagi kami akan ke ruangan istri Anda, silahkan Anda tunggu di ruangan,” sahut Ridho rautnya menyiratkan kepuasan.
Niko pun kembali ke ruangan Kayuna dengan wajah masam.
Di dalam ruang rawat inap, Kayuna menatap kosong tirai putih yang bergoyang tertiup angin. Wajahnya pucat, rambut panjangnya di biarkan tergerai kusut.
Wanita itu menoleh sekilas saat melihat Niko yang kembali dengan raut gelisah. Laki-laki itu berulang kali mendengus kesal.
“Ck, kau benar-benar merepotkan!” cibirnya, ia masih mengomel.
Saat pintu ruangan diketuk pelan. Niko menghela napas kasar seraya mempersilahkan masuk.
“Selamat pagi, Ny. Kayuna bagaimana kabar Anda hari ini, apakah sudah sedikit lebih baik?” sapa Ridho ramah.
Kayuna hanya mengangguk pelan, sampai netranya menangkap sosok tak asing baginya. Ia tertegun sejenak kala melihat dokter muda yang datang bersama Ridho.
‘Dia … Adrian?’ batin Kayuna seraya menatap nanar pada dokter muda itu.
Sementara Adrian tak kalah terkejutnya, ia menelan ludah pelan, matanya mengerjap cepat seolah tak percaya akan bertemu wanita yang mengguncang dadanya. Netra keduanya pun beradu, saling menatap.
“Kayuna?” gumam Adrian, nyaris tak terdengar.
Ridho berdehem kecil melihat keanehan yang tersirat. Dokter berpengalaman itu lekas menghampiri kayuna dan memeriksa pergelangan tangan wanita itu.
“Kondisi Anda cukup stabil, Nyonya. Lukanya juga sudah sedikit membaik. Tapi ada yang perlu kami pastikan sedikit, Dokter Adrian akan memeriksanya.”
Adrian masih terpaku di tempatnya. Saat Ridho menyentuh pundaknya, ia sedikit tergagap lalu kembali tersenyum hangat.
“Selamat pagi, Nyonya. Saya Dokter Adrian, psikiater yang akan memeriksa Anda. Jangan salah paham, “ sergahnya saat melihat sorot berbeda dari netra Kayuna. “Saya hanya ingin mengajak Anda berbincang sedikit tidak lebih.” jelasnya penuh kehati-hatian.
“Sepertinya Anda mengenal istri saya, Dokter?” tanya Niko, bola mata yang menyala itu pun menyorot Adrian penuh curiga.
Niko mengamati sejak kedatangan Adrian ke ruangan itu. Ada percikan tatapan berbeda, binar matanya, raut wajahnya, juga ulasan senyum penuh makna. Niko menangkap semua yang terlihat jelas di depan matanya.
Kayuna menunduk dalam-dalam, berusaha tenang meski jantungnya terus berdegup kencang.
Adrian yang sudah cukup berpengalaman pun menangkap gelagat aneh dari Kayuna. Pria itu tersenyum teduh lalu menatap Niko sekilas.
“Bagaimana mungkin saya mengenal pasien yang baru saja saya temui, Pak.” Suaranya penuh penekanan namun tetap sopan. “Saya akan memeriksa istri Anda.”
Adrian pun mulai melakukan pemeriksaan, wajahnya yang teduh terus mengulas senyum meski ada makna tersembunyi dari senyumnya — dia tau kayuna tidak baik-baik saja.
Pertanyaan demi pertanyaan dokter muda itu sampaikan, Kayuna dengan terbata menjawab kemudian memilih diam, membuat Adrian semakin yakin ada yang wanita itu sembunyikan.
“Baik, setelah melihat kondisi Ny. Kayuna, saya rasa beliau perlu perawatan lebih lanjut, mungkin lima sampai satu minggu.” jelas Adrian.
“Apa maksud Anda? Apa Anda kira istri saya benar-benar gila?!” sungut Niko.
“Saya tidak mengatakan demikian, Pak. Tapi sebagai seorang profesional tentu saya lebih paham bagaimana kondisi Ny. Kayuna. Semua terserah Anda, tetapi jika tetap bersikeras ingin membawa istri Anda pulang, mungkin … dia akan melakukan hal yang lebih gila dari ini,” dusta Adrian. Dia sengaja menakut-nakuti agar Niko mau membiarkan kayuna dirawat lebih lama.
“Sial!” dengus laki-laki arogan itu.
“Bagaimana, Pak?” Ridho coba memastikan.
Niko berdecak kesal, bayangan masalah besar jika sampai kayuna mati bunuh diri menari di kepala. Dengan sedikit dongkol dia pun mengambil keputusan.
“Ya sudah, silahkan lanjutkan perawatan, tapi pastikan istri saya bisa pulang dalam dua hari ini. Saya terlalu sibuk untuk menemaninya di rumah sakit.”
“Baik, kami akan menjadwalkan beberapa pemeriksaan lanjutan. Kalau begitu kami permisi, Pak. Ny, Kayuna … jangan lupa istirahat dan makan yang banyak,” pamit Ridho di susul Adrian yang hanya menunduk sambil tersenyum hangat.
Selepas kepergian para medis itu, Niko masih tersenyum sinis. Interaksi Adrian dan Kayuna sama sekali tak menunjukan sikap orang asing.
Meski tergagap, sorot mata Kayuna hangat, juga wajah Adrian yang terus berbinar kala mereka saling menatap.
Niko merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel lalu menghubungi Kevin — tangan kanannya.
“Kukirimkan nama, dia seorang dokter. Selidiki latar belakangnya,” ujarnya dalam telepon.
***
Di kantornya. Niko keluar dari lift, ia baru saja menyelesaikan rapat bersama para investor, proyeknya telah resmi disepakati dan akan mulai dijalankan beberapa hari mendatang.
“Airin, kau sudah mencatat semuanya, jadwal dan keperluan saya selama dinas mendatang?” tanya Niko pada sang sekretaris.
Airin mengangguk pelan, dengan senyum percaya dirinya, ia menjawab lugas pertanyaan bosnya. “Sudah Pak, saya pastikan semuanya sudah tertulis dan akan dipersiapkan dengan matang.”
“Oke, sekarang … kau boleh istirahat. Sebelum itu, belikan dulu saya makan siang,” titah Niko sambil terus berjalan menuju ruangannya.
Airin mengekor dengan langkah kecil, namun berusaha menyamai langkah bosnya. “Bu Kayuna tidak membawakan bekal, Pak?”
“Kayuna sedang di rumah sakit,” jawab Niko.
Airin spontan menghentikan langkahnya. “Hah?!” ucapnya kaget. “Bu Kayuna sedang sakit?”
Niko pun terhenti. Tangan kirinya bertumpu di pinggang, sementara tangan kanannya memijat pelipis seolah menahan penat. “Benar, kau temannya jadi harus tau. Dia sedang dirawat, mungkin kelelahan, bukan sakit kronis.”
Airin menghela napas lega. “Syukurlah, pantas saja dia tidak ada kabar sejak kemarin.”
“Bawakan makan siangnya, saya tunggu di ruangan,” ucap Niko lalu melanjutkan langkahnya.
“Baik, Pak,” sahut Airin sambil menunduk sopan.
Airin pun segera menuju resto yang terletak di dekat lobi gedung. “Kayuna sakit? Berarti dia nggak akan ke kantor selama beberapa hari, kesempatan!” bisiknya pelan dengan tatapan penuh niat terselubung.
Setelah membeli makan siang, Airin pun bergegas kembali ke ruangan bosnya.
Di ruangannya. Niko tampak fokus menatap monitor, jari-jarinya lihai menekan tombol. Sementara tangan satunya menopang dagu, pria itu terlihat menawan. Dengan kemeja hitam yang membalut tubuh kekarnya, lengannya digulung hingga ke siku, menampakan otot-otot yang menonjol.
Tok, tok.
“Pak, makan siangnya sudah siap,” ucap Airin dari balik pintu.
“Ya, masuk,” sahut Niko tanpa menoleh, matanya tetap fokus pada angka-angka yang muncul di layar.
Airin lekas masuk, ia segera membuka dan menyiapkan makan siang untuk bosnya. Namun, matanya tak mau fokus, sesekali ia terus melirik Niko yang tengah duduk di balik meja kerjanya.
‘Sial! Otot lengannya…’ batinnya, matanya berbinar. ‘Pak Niko selalu terlihat tampan saat sedang fokus. Kayuna beruntung banget, bisa lihat pria menawan itu setiap hari, bahkan saat tidur … aish! Wanita kampungan itu. Bisa-bisanya jadi istri CEO!’ serunya dalam hati. Jiwa iri dengkinya mulai meronta.
Gadis itu mulai mendambakan Niko sejak pertemuan pertamanya. Tak peduli etika, Airin pun bertekad ingin merebut suami sahabatnya itu.
Airin memulai misi dengan memanfaatkan kepolosan dan kebaikan Kayuna, ia merengek pada sahabatnya, memohon untuk dicarikan pekerjaan. Airin mengaku dan berbohong tengah mengalami kesulitan karena bertengkar dengan ayahnya, berharap sahabatnya akan memberinya kesempatan bekerja di perusahaan Niko, dan benar saja. Kayuna meminta sang suami untuk mempekerjakan Airin.
Empat bulan sudah, sejak Airin resmi bekerja sebagai sekretaris Niko. Kini ia lebih leluasa untuk mendekati suami sahabatnya itu, ia pun sudah menyusun rencana gila untuk menggoda bosnya.
Airin sengaja membuka satu kancing atas bajunya, lalu meraih gelas berisi teh hangat yang ia siapkan. Dia melangkah menghampiri Niko, dengan high heelsnya wanita itu berjalan sambil menegakkan bahu sengaja menonjolkan buah dadanya.
“Pak Niko, silakan minum teh du—”
Brak!
*
*
Bersambung.
Assalamualaikum Readers ... Sekadar info, saya adalah penulis amatir yang masih dalam proses pembelajaran kepenulisan. Mohon maaf apabila masih ada kekurangan dalam menyampaikan adegan dan kesalahan dalam menyusun kalimat.
Terima kasih sudah mampir dan memberi dukungan kepada author. 💗✨️
Salam hangat — SooYuu 🌻🫶🏻