NovelToon NovelToon
NIKAH DADAKAN DEMI PARASETAMOL

NIKAH DADAKAN DEMI PARASETAMOL

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Anjay22

Amelia ,seorang janda yang diceraikan dan diusir oleh suaminya tanpa di beri uang sepeserpun kecuali hanya baju yang menempel di badan ,saat di usir dari rumah keadaan hujan ,sehingga anaknya yang masih berusia 3 tahun demam tinggi ,Reva merasa bingung karena dia tidak punya saudara atau teman yang bisa diminta tolong karena dia sebatang kara dikota itu ,hingga datang seorang pria yang bernama Devan Dirgantara datang akan memberikan pengobatan untuk anaknya ,dan kebetulan dia dari apotik membawa parasetamol ,dan obat itu akan di berikan pada Reva ,dengan syarat ,dia harus mau menikah dengannya hari itu juga ,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menikah

Setelah Devan mengatakan alasan kenapa ia menikah dengan Amelia,saat ini Amelia hanya bisa diam menunduk, jemarinya memainkan ujung lengan gaun krem yang masih terasa asing di tubuhnya. Udara rumah sakit pagi itu dingin, tapi tidak separah dinginnya rasa di hatinya. Ia mengangguk pelan, mencoba menelan kekecewaan itu bulat-bulat.

“Oke,” katanya singkat.

Devan menatapnya sejenak, mungkin menunggu reaksi lebih marah, protes, atau setidaknya kecewa yang lebih jelas. Tapi Amelia hanya duduk diam, matanya fokus pada Bayu yang sedang asyik mengunyah potongan telur rebus dengan tangan kecilnya.

“Kamu nggak marah?” tanya Devan akhirnya, suaranya lebih pelan dari semula

Amelia menggeleng. “Aku nggak punya hak buat marah. Kamu udah bantu aku semalam. Bayu sekarang sehat. Dan aku juga butuh ini.” Ia menarik napas. “Aku tahu ini bukan pernikahan beneran. Tapi buatku ini jalan keluar. Jadi, terserah kamu mau sejauh mana batasnya.”

Devan diam sebentar. Lalu ia mengangguk pelan. “Aku janji, aku nggak akan semena-mena. Kita tinggal serumah, tapi kamu punya ruangmu sendiri. Aku nggak akan ganggu kamu atau Bayu. Dan kalau suatu hari kamu pengin pergi,selama ibuku udah sembuh dan operasinya lancar, kita bisa urus perceraian dengan baik.”

Amelia menatapnya. “Kenapa kamu nggak cari orang lain? Banyak wanita yang pasti mau jadi istri simbolis demi uang atau nama baik keluargamu.”

Devan tersenyum getir. “Karena aku nggak mau berurusan dengan orang yang punya niat lain. Aku butuh seseorang yang nggak berharap apa-apa. Dan semalam, saat aku lihat kamu di teras toko itu basah, kedinginan, tapi masih berusaha tenang buat Bayu aku tahu kamu bukan tipe yang main-main. Kamu nggak minta apa-apa, bahkan pas aku tawarin bantuan.”

Amelia menghela napas. “Aku cuma ibu yang pengin anaknya selamat.”

“Dan aku cuma anak yang pengin ibunya selamat juga,” sahut Devan.

Mereka saling pandang sejenak. Lalu, entah kenapa, keduanya tersenyum pelan, tapi jujur.

Bayu tiba-tiba menarik lengan Amelia. “Mama, habis!”

Amelia tertawa kecil. “Iya, sayang. Mama lihat kamu makan semua. Hebat!”

Devan mengamati mereka berdua. Ada sesuatu yang hangat di dadanya bukan cinta, tapi mungkin rasa aman. Seperti menemukan seseorang yang nggak perlu dijelaskan panjang lebar, karena kalian sama-sama tahu rasanya kehilangan, takut, dan berusaha bertahan.

Sebelum mereka berangkat ke KUA, Devan mengajak Amelia duduk di bangku taman kecil di samping rumah sakit tempat yang tenang, jauh dari keramaian ruang tunggu. Udara masih lembap usai hujan semalam, tapi langit mulai cerah. Bayu tertidur pulas di pangkuan Amelia, selimut tipis menutupi tubuh kecilnya.

Devan menarik napas, lalu mulai bicara pelan. “Sebelum kita ke KUA, aku mau kita sepakat dulu. Biar jelas. Nggak ada salah paham nanti.”

Amelia mengangguk. “Silakan.”

“Pertama,” kata Devan, “pernikahan ini hanya untuk keperluan administratif dan medis biar ibuku mau dioperasi. Bukan pernikahan sungguhan dalam arti cinta, rencana masa depan, atau apapun yang biasanya orang harapkan dari pernikahan.”

“Mengerti,” jawab Amelia.

“Kedua,” lanjut Devan, “kita tinggal serumah, tapi kamu punya privasi penuh. Kamarmu di lantai dua, ruang kerjaku di lantai satu. Kita makan bareng kalau perlu,misalnya pas ibuku di rumah tapi kalau nggak, kamu bebas. Aku nggak akan masuk kamarmu tanpa izin.”

Amelia menatapnya. “Dan Bayu?”

“Bayu boleh main di mana saja. Tapi aku nggak akan menganggap dia anakku secara hukum kecuali kamu setuju suatu hari nanti. Untuk sekarang, dia anakmu. Titik.”

Amelia menghela napas lega. “Terima kasih.”

“Ketiga,” Devan melanjutkan, “aku akan tanggung semua kebutuhan kalian makan, sekolah Bayu nanti, biaya hidup, bahkan kalau kamu mau kerja atau kuliah lagi, aku bantu. Tapi itu bukan karena aku suamimu. Itu karena aku berhutang budi. Aku nggak mau kamu merasa terjebak karena nggak punya pilihan.”

Amelia tersenyum tipis. “Kamu terlalu baik.”

“Bukan baik. Ini perjanjian,” Devan menegaskan. “Keempat,kita nggak boleh saling menyembunyikan hal penting. Kalau kamu sakit, bilang. Kalau aku ada masalah dengan keluarga atau pekerjaan, aku juga bakal bilang. Tapi jangan bawa perasaan. Ini bukan hubungan romantis. Jadi, jangan berharap aku tiba-tiba bawa bunga atau ajak kamu jalan berdua.”

Amelia tertawa pelan. “Aku juga nggak akan masak makanan spesial buat kamu tiap malam.”

“Bagus,” Devan balas tersenyum. “Kelima , kalau suatu hari kamu ketemu seseorang yang kamu cintai bilang. Aku nggak akan tahan kamu di rumahku kalau hatimu di tempat lain. Begitu juga sebaliknya kalau aku ketemu seseorang, aku juga bakal jujur. Tapi selama itu belum terjadi, kita saling jaga nama baik. Di depan ibuku, di depan tetangga, di depan siapapun,kita pasangan suami istri. Tapi di balik pintu tertutup, kita dua orang yang saling membantu.”

Amelia mengangguk perlahan. “Dan kapan pernikahan ini berakhir?”

Devan diam sejenak. “Setelah ibuku sembuh total. Setelah operasinya sukses, masa pemulihannya selesai, dan dia benar-benar stabil. Mungkin tiga sampai enam bulan. Tapi kalau kamu butuh waktu lebih lama misalnya buat cari pekerjaan atau tempat tinggal baru,kita bisa perpanjang. Tanpa tekanan.”

“Kalau aku nggak pengin cerai?” tanya Amelia tiba-tiba, suaranya pelan.

Devan menatapnya, agak terkejut. “Kenapa?”

“Karena mungkin hidup bareng kamu nggak seburuk yang kubayangkan.”

Devan tersenyum kecil. “Kalau itu yang terjadi kita bicara lagi. Tapi jangan putuskan sekarang. Kita belum kenal cukup lama.”

Amelia mengangguk. “Oke. Aku setuju dengan semua itu.”

Devan mengulurkan tangan. “Jadi kita sepakat?”

Amelia menjabat tangannya hangat, tegas, tapi tidak berlebihan. “Kita sepakat.”

Mereka berdiri. Bayu mulai gelisah dalam tidurnya, lalu membuka mata perlahan.

“Mama…” gumamnya.

“Iya, sayang. Kita mau pulang sekarang,” kata Amelia sambil menggendongnya.

Devan mengambil tas kecil yang dibawa Pak Herman tadi. “Ayo. KUA buka jam sembilan. Kita masih punya waktu.”

Saat berjalan menuju mobil, Amelia bertanya pelan, “Mas… kamu yakin nggak nyesel?”

Devan menoleh, lalu menjawab dengan tenang, “Aku lebih nyesel kalau nggak bawa kamu semalam.”

Dan di balik senyum kecil itu, Amelia merasa untuk pertama kalinya dalam lama ada sedikit harapan yang tumbuh, bukan dari cinta, tapi dari kepercayaan. Dan kadang, itu cukup.

***

Jam sembilan kurang lima menit, mereka tiba di KUA. Pak Herman sudah menunggu di luar, mobil hitamnya parkir rapi di depan gedung. Amelia memakai gaun sederhana yang dibawakan tadi,masih krem, tapi kali ini berpotongan lebih rapi, cocok untuk acara resmi. Rambutnya dikuncir longgar, wajahnya tanpa riasan, tapi terlihat tenang.

Devan mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Rapi, tapi tidak berlebihan. Ia membawa map berisi dokumen,KTP, surat pengantar RT/RW, dan surat persetujuan dari orang tua (yang ternyata sudah diurus oleh Pak Herman sejak tadi pagi,Dan untuk mengerus semua itu bagi Devan sangat mudah ,karena ia punya uang )

Petugas KUA menyambut mereka dengan ramah. Prosesnya cepat. Mereka menjawab pertanyaan standar,apakah menikah atas dasar suka sama suka, apakah ada paksaan, apakah sehat jasmani rohani. Amelia menjawab dengan suara pelan tapi jelas. Devan menjawab dengan tenang.

Saat tanda tangan, tangan Amelia sedikit gemetar. Devan melihatnya, lalu diam-diam menggenggam pergelangan tangannya sebentar,hanya sejenak, cukup untuk menenangkan.

“Tarik napas,” bisiknya.

Amelia mengangguk, lalu menandatangani.

Setelah akad selesai, petugas memberi mereka buku nikah. Devan mengambilnya, lalu menyerahkan ke Amelia.

“Simpan ini baik-baik,” katanya.

Amelia menggenggam buku itu erat. Rasanya aneh,seperti memegang sesuatu yang berat, tapi juga ringan. Ia bukan milik siapa-siapa sekarang, tapi juga bukan benar-benar milik Devan.

“Mau foto?” tanya Devan tiba-tiba.

Amelia mengangkat alis. “Foto nikahan?”

“Yah, biar ada kenang-kenangan. Bayu juga ikut.”

Mereka berdiri di depan pohon rindang di halaman KUA. Bayu digendong Amelia, Devan berdiri di samping mereka, tangannya menyentuh bahu Amelia dengan sopan. Senyum mereka tidak lebar, tapi nyata. Foto itu tidak akan dipajang di dinding, tapi mungkin akan disimpan di dompet,sebagai bukti bahwa hari ini, dua orang asing memilih saling percaya.

1
Mar lina
Di tunggu
malam pertama nya
apakah Devan akan ketagihan dan bucin akut... hanya author yg tau...
MayAyunda: siap kak😁
total 1 replies
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto: sama2 👍
total 2 replies
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
MayAyunda: iya kak🙏
total 1 replies
Mar lina
aku mampir
MayAyunda: terimakasih kak
total 1 replies
Nii
semangat Thor
MayAyunda: siap kak
total 1 replies
kalea rizuky
lanjut q ksih hadiah
kalea rizuky
siapa naruh cicilan mekar di sini/Shame//Sleep/
kalea rizuky
alurnya suka sat set g menye2
MayAyunda: iya kak 😁
total 1 replies
kalea rizuky
dr judulnya aaja unik
MayAyunda: biar beda kak 😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!