NovelToon NovelToon
Chain Of Love In Rome

Chain Of Love In Rome

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:939
Nilai: 5
Nama Author: De Veronica

Di bawah pesona abadi Kota Roma, tersembunyi dunia bawah yang dipimpin oleh Azey Denizer, seorang maestro mafia yang kejam dan tak tersentuh. Hidupnya adalah sebuah simfoni yang terdiri dari darah, kekuasaan, dan pengkhianatan.

Sampai suatu hari, langitnya disinari oleh Kim Taeri—seorang gadis pertukaran pelajar asal Korea yang kepolosannya menyilaukan bagaikan matahari. Bagi Azey, Taeri bukan sekadar wanita. Dia adalah sebuah mahakarya yang lugu, sebuah obsesi yang harus dimiliki, dijaga, dan dirantai selamanya dalam pelukannya.

Namun, cinta Azey bukanlah kisah dongeng. Itu adalah labirin gelap yang penuh dengan manipulasi, permainan psikologis, dan bahaya mematikan. Saat musuh-musuh bebuyutannya dari dunia bawah tanah dan masa kelam keluarganya sendiri mulai memburu Taeri, Azey harus memilih: apakah dia akan melepaskan mataharinya untuk menyelamatkannya, atau justru menguncinya lebih dalam dalam sangkar emasnya, meski itu akan menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Veronica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jaring Laba-Laba

Saat Taeri dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama buruk untuk masa depannya, hatinya mencelos. Namun, ia tetap mengutamakan keluarganya. Ia tahu, sebagai pewaris satu-satunya keluarga Kim, ia harus mengambil keputusan berat: memilih menetap di mansion asing ini. Bahunya merosot menerima takdirnya.

Setelah Azey pergi, meninggalkan Taeri seorang diri di ruang kerja yang megah, gadis itu dengan langkah gontai menyusuri mansion yang luas dan sunyi. Matanya nanar, mencari sesuatu yang familiar di tempat asing ini. Akhirnya, ia bertemu dengan seorang pelayan yang sedang membersihkan grand living room.

Pelayan itu, seorang wanita paruh baya dengan senyum teduh, menoleh dan tersenyum melihat kedatangan Taeri. "Nona? Kenapa Anda ada di sini? Saya pikir Anda sedang beristirahat," tanyanya lembut.

Orela, nama pelayan itu, sudah mengetahui kedatangan Taeri hari ini dari tuannya. Ia ditugaskan sebagai pelayan pribadi gadis itu. Taeri memaksakan sebuah senyum tipis. Akhirnya, ia menemukan seseorang yang tidak berwajah datar seperti para penjaga yang tadi ia temui.

"Saya... saya tidak tahu harus ke mana, Bibi," jawab Taeri lirih, suaranya bergetar menahan tangis. "Tempat ini sangat luas, dan tuanmu itu... dia pergi begitu saja setelah mengancam saya," lanjutnya dengan nada pahit.

Taeri merasa sedikit tertekan. Tempat ini baru pertama kali ia jejaki, ditambah perlakuan Azey yang kurang ajar—sentuhan yang membuatnya jijik di ruang kerja tadi—terus menghantuinya. Tubuhnya bergidik mengingatnya.

Orela mendekat, mengusap lengan Taeri lembut, seolah menyalurkan kekuatan. "Tidak usah memikirkan tuan," ujarnya menenangkan. "Sebaiknya Nona istirahat saja. Nona sangat cantik, jangan terus-terusan bersedih seperti ini," tambahnya dengan nada menyemangati.

Orela tidak tahu urusan apa yang menjerat Taeri dengan Azey, tapi melihat wajah Taeri yang pucat dan mata yang sembab, ia tahu gadis itu baru saja melewati hal yang mengerikan. Ia ingin menyemangatinya, memberikan sedikit harapan di tengah kesedihan yang mendalam.

Taeri mengangguk pelan, air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia mencoba tersenyum, tapi yang keluar hanyalah sebuah seringai getir. Kemudian, Orela membawanya ke sebuah kamar luar yang sangat mewah. Taeri hanya bisa terpana melihat kemegahan tempat yang akan menjadi kamarnya, tapi hatinya tetap terasa kosong, Gadis itu duduk di ranjang di temani orela disampingnya.

"Bibi..." Taeri bertanya lirih, menatap Orela dengan mata memohon. "Nama saya Kim Taeri. Saya dari Korea Selatan. Boleh saya tahu nama Bibi siapa?" Ia yakin, pelayan tua di depannya ini adalah wanita yang baik hati, satu-satunya orang yang bisa ia percaya di tempat asing ini.

Orela tersenyum tipis, merasa tersentuh dengan kesopanan gadis muda itu. "Nama saya Orela Roman, Nona. Saya dari Sisilia. Senang berkenalan dengan Nona," jawabnya lembut. Ia berbalik, mengambil segelas air putih dari meja, lalu menyodorkannya pada Taeri. Gadis itu menerimanya dengan tangan gemetar dan meminumnya pelan, seolah air itu adalah satu-satunya penawar dahaga dan kegelisahannya.

"Apa kamu sudah lama bekerja di sini, Bibi?" tanya Taeri, rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. "Sepertinya kamu pelayan senior di tempat ini." Dari usianya yang sudah senja, Taeri dapat menebak seberapa lama Orela mengabdi pada Azey.

Orela terdiam sejenak, kembali mengingat bagaimana ia bisa bekerja di mansion ini. Sebuah senyum getir menghiasi wajahnya. "Anda benar, Nona. Saya sudah cukup lama bekerja di mansion ini, sekitar dua puluh tahun," jawabnya lirih, pandangannya menerawang jauh. "Saya dulu bekerja di sini sejak masih mengandung putri saya. Awalnya, saya hidup bahagia di Sisilia bersama suami saya, tapi karena satu kejadian tragis, saya terpaksa bekerja di sini."

Orela menceritakan sedikit tentang dirinya, namun ceritanya masih terdengar ambigu di telinga Taeri. Rasa ingin tahu gadis itu semakin besar. Ia bergeser sedikit lebih dekat, menatap Orela dengan tatapan penuh harap.

"Boleh aku tahu bagaimana awalnya kamu bekerja di sini? Apa kamu juga dipaksa seperti aku, Bibi?" tanya Taeri hati-hati, memperhatikan raut wajah pelayan itu yang tiba-tiba berubah sedih.

Orela menarik napas dalam-dalam, memaksakan sebuah senyum yang tampak begitu rapuh. "Dulu, suami saya seorang penjudi dan pemabuk. Dia berurusan dengan banyak kelompok mafia di Sisilia hingga akhirnya diculik. Sampai sekarang, saya belum tahu bagaimana keadaannya." Matanya berkaca-kaca, menahan air mata yang siap tumpah. "Sampai suatu hari, Nyonya Bella datang ke Sisilia dan bertemu dengan saya. Beliau meminta saya menjadi pelayan pribadinya." Orela menceritakan kisah kelamnya dengan suara bergetar.

"Nyonya Bella?" gumam Taeri pelan, mengerutkan kening. Nama itu terdengar asing di telinganya.

Orela mengangguk. "Beliau adalah ibunda dari Tuan Azey. Nyonya yang sangat lembut dan baik hati. Dulu, beliau juga tinggal di sini, namun karena ingin menghabiskan masa tuanya dengan tenang, beliau meminta untuk pindah ke kota," jelasnya dengan lembut, mengusap air mata yang akhirnya lolos dari sudut matanya.

Mendengar cerita Orela yang mengiris hati, Taeri tersadar bahwa ada orang lain yang takdirnya lebih memilukan daripada dirinya. Tanpa sadar, ia memeluk Orela dengan erat, mencoba menyalurkan semangat dan kekuatan.

"Maafkan aku, Bibi," bisik Taeri lirih, merasa bersalah karena telah mengingatkan pelayan itu pada masa lalu yang mengerikan. "Karena sudah membuat Bibi teringat dengan masa lalu yang mengerikan."

Orela membalas pelukan Taeri dengan lembut, lalu menggenggam tangannya erat. "Tidak apa, Nona. Itu bukan salah Anda. Justru saya merasa senang bisa berbagi cerita dengan orang selembut Anda," jawab Orela tulus. Ia merasa lega setelah berbagi beban dengan gadis itu.

Taeri tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur dengan kebaikan Orela. "Saya juga senang berkenalan dengan Bibi," sahutnya lembut.

Sementara itu, di Beijing, Kim Jongsu sedang mengadakan rapat darurat bersama para petinggi perusahaan. Wajahnya tegang, rahangnya mengeras. Pria tua itu harus mencari solusi secepatnya untuk kebocoran pipa pabrik yang berpotensi menjeratnya dalam tuntutan pidana. Mereka duduk mengelilingi meja panjang, suasana ruangan dipenuhi aura keputusasaan.

"Bagaimana ini, Tuan Kim?" tanya Minsok, seorang investor besar, dengan nada mendesak. "Jalan apa yang akan kita ambil? Semua media sudah mendesak agar Anda turun dari jabatan. Anda telah kecolongan besar dalam mengelola Kim Grup!" Nada suaranya meninggi, mencerminkan kekhawatiran yang mendalam.

Investor lain saling bertukar pandang, mengiyakan ucapan Minsok dengan anggukan kepala. Kepercayaan mereka pada Jongsu mulai goyah.

Jongsu menghela napas panjang, mencoba mengendalikan amarahnya. "Saya mohon, semuanya tenang dulu!" serunya dengan suara berat. "Kita berada di sini untuk sama-sama mencari solusi. Jika nantinya tidak ada jalan keluar untuk kasus ini, saya sendiri yang akan turun jabatan tanpa harus dipaksa!" jawab Jongsu tegas, matanya memancarkan tekad yang kuat. Ia berharap masih ada cara untuk menyelamatkan Kim Grup tanpa harus menyerahkannya pada orang lain. Di ruangan rapat, semua orang kembali berpikir keras, berusaha menemukan celah untuk keluar dari masalah yang menimpa perusahaan. Mereka tidak menyadari adanya bantuan yang sedang menuju ke sana.

 

Di depan ruang HRD, seorang pemuda bernama Giorgio Ferrara, dengan setelan jas mahal dan tatapan tajam, mengaku sebagai pengacara internasional dan meminta untuk bertemu dengan Kim Jongsu. Namun, para pegawai sedikit meragukannya.

"Maaf sebelumnya, Tuan, tapi Tuan Kim sedang rapat penting dengan para investor. Beliau tidak bisa diganggu," jelas seorang pegawai wanita dengan hati-hati, suaranya bergetar karena sedikit takut melihat Giorgio yang dingin menatapnya.

Giorgio menyeringai sinis, lalu memperlihatkan lencana internasionalnya. "Saya tahu itu penting, Nona, tapi kalau saya tidak segera bertemu dengan tuanmu, dia akan segera terjerat kasus hukum dengan tuduhan kelalaian!" ujarnya datar, setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti ancaman. "Apa kamu siap menanggungnya?" Giorgio sengaja mengintimidasi pegawai wanita di depannya, menekan dengan tatapan dan kata-kata yang menusuk.

Gadis itu menelan ludah gugup, lalu mengiyakan permintaan Giorgio karena tidak punya pilihan lain. Ia tahu, jika terjadi sesuatu pada perusahaan, dialah yang akan menjadi sasaran kemarahan Jongsu.

Di ruang rapat yang pengap, semua investor sudah mendesak Kim Jongsu untuk turun dari jabatannya. Wajah mereka merah padam, urat-urat di leher mereka menegang. Tidak ada satu pun solusi yang bisa memuaskan mereka. Jongsu mulai kewalahan, punggungnya terasa sakit karena terpojok dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan ini. Yujin, sekretarisnya yang setia, merasa prihatin melihat atasannya yang semakin tertekan.

"Tuan-tuan, mohon tenang dulu!" seru Yujin hati-hati, mencoba meredam suasana yang semakin panas. Tangannya gemetar saat memegang berkas di depannya. "Jangan langsung mengambil keputusan sepihak. Kita belum tahu penyebab pasti dari kejadian ini. Bagaimana bisa kalian menuduh ini kelalaian Tuan Kim?"

Minsook, investor yang paling vokal, tersenyum sinis ke arah Yujin. "Heh, bocah! Tahu apa kamu?" desisnya merendahkan. "Sebaiknya diam saja! Apa kamu tidak lihat berapa jumlah korban dari kecelakaan ini? Bisa-bisanya kamu membela 'tuhanmu' itu! Kesepakatan kita sudah bulat! Karena Tuan Kim tidak punya solusi, dia harus mundur dari jabatannya sekarang juga!" tegas Minsook penuh maksud tersembunyi. Ia memanfaatkan kecelakaan perusahaan sebagai alat untuk melengserkan Jongsu dari jabatannya, sebuah rencana licik yang sudah ia susun jauh-jauh hari.

Jongsu, yang sudah kehilangan kesabaran, ingin menyahut, membela diri. Namun, tiba-tiba pintu ruangan terbuka pelan, menginterupsi perdebatannya. Seorang pemuda tampan berwajah Eropa masuk bersama Sera, kepala HRD, dengan tatapan dingin yang membuat semua orang terdiam dan penasaran. Kehadirannya yang tiba-tiba menciptakan keheningan yang mencekam. Giorgio melangkah lebih dekat ke arah mereka, tatapannya menyapu seluruh ruangan dengan tajam.

"Siapa ini, Sera?" tanya Jongsu dengan nada membentak, amarah yang seharusnya ditujukan pada Minsook justru dilampiaskan pada Sera. "Bukankah sudah kubilang tidak ada janji temu hari ini? Kenapa kau membawa orang asing ke sini?"

Sera gemetar ketakutan, ingin menjawab, namun Giorgio lebih dulu angkat bicara. "Saya Giorgio Ferrara, Tuan Kim. Pengacara internasional," jawab Giorgio datar, tanpa ekspresi. "Saya orang yang akan membantu Anda untuk menyelesaikan kasus ini." Giorgio menjelaskan tujuannya dengan tenang, namun seluruh ruangan merasa heran. Monsook menatap tajam Jongsu, curiga bahwa pria tua itu menyembunyikan rencana darinya.

"Apa maksudmu ingin ikut campur dalam urusan kami, anak muda?" ucap Minsok mengejek, menyipitkan matanya. "Sebaiknya pergi saja! Ini bukan tempatmu! Jangan mengganggu rapat kami!" Meskipun begitu, ia mulai ketakutan kalau rencananya akan gagal, jika pengacara muda itu benar-benar bisa membantu Jongsu.

"DIAMLAH, MINSOOK!" bentak Jongsu kasar, matanya memancarkan amarah yang membara. "Dari tadi yang kau bisa hanya memperburuk suasana! Sebenarnya apa maumu, heh? Ingin aku turun jabatan, terus menggantikan posisiku? Kau pikir semudah itu mengendalikan perusahaanku?" Kesabaran Jongsu sepenuhnya hilang. Akhirnya, ia menegaskan batasan, menunjukkan siapa yang berkuasa di sini. Minsok terdiam, wajahnya memerah menahan emosi. Semua orang di ruangan itu melirik ke arahnya dengan tatapan penuh tanya.

"Tidak ada salahnya kita memberikan kesempatan pada pengacara muda ini," sahut salah satu investor yang berpikir bahwa Giorgio bisa jadi jalan keluar dari masalah mereka. Ia mengangguk pelan ke arah Jongsu, sebagai tanda setuju untuk Giorgio menangani masalah mereka.

Jongsu menghela napas panjang, menimbang-nimbang keputusannya. "Baiklah, anak muda. Saya belum mengenal siapa kamu. Tapi kalau memang tujuanmu ingin membantu kami, apa keuntunganmu sampai datang jauh-jauh ke tempat ini?" tanya Jongsu penuh pertimbangan. Dari segi penampilan, jelas terlihat pemuda di sampingnya bukan berasal dari Korea.

Giorgio tersenyum tipis, sebuah senyum yang tidak sampai ke matanya. "Saya pengacara dari badan kemanusiaan," ujarnya pelan.

Lalu, ia melangkah ke sisi Jongsu, meletakkan laptopnya di meja, dan menghubungkannya ke layar proyektor. Semua orang terkejut melihat yang muncul adalah rekaman video yang menampilkan seluruh sisi pabrik kimia yang sudah hancur.

"Kalian bisa melihat sendiri," ujar Giorgio dengan nada dingin. "Dari setiap sudut pabrik yang terjadi kebocoran, jelas itu bukan kelalaian para pengurus, tapi SABOTASE! Ada seseorang yang ingin menghancurkan Kim Grup. Mereka merencanakan ini dengan matang, seolah sudah tahu setiap sisi lemah pabrik." Giorgio menjelaskan dengan tenang, namun kata-katanya bagai petir yang menyambar, memecahkan kekompakan para petinggi Kim Grup sesuai rencana Azey. Semua orang menatap Minsok dengan curiga, bisik-bisik mulai terdengar. Jongsu semakin penasaran dengan pemuda di sampingnya, siapa sebenarnya dia?

Sementara itu, di sebuah markas besar di Roma, Azey duduk santai menikmati minuman mahalnya. Senyum licik menghiasi wajahnya saat membaca semua laporan yang diberikan Leonardo tentang Giorgio yang berhasil menjalankan rencananya, menyelamatkan Jongsu dari tuduhan dengan mengkambinghitamkan Minsok sebagai dalangnya. Ia tertawa pelan, memegang selembar foto Taeri.

"Lihatlah, cantik," gumamnya dingin, matanya memancarkan obsesi yang mengerikan. "Bagaimana aku bisa mengendalikan seluruh kehidupanmu dengan mudahnya. Kamu tidak akan bisa pergi ke mana pun, kecuali mati." Ia menyambar jasnya, kemudian pergi dengan langkah tergesa-gesa. Pikirannya sudah dipenuhi oleh Taeri, ia tidak sabar ingin melihat kehancuran apa yang sudah dilakukan kelinci kecil itu di mansion.

1
Syafa Tazkia
good
Zamasu
Penuh emosi deh!
Shinn Asuka
Wow! 😲
Yori
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!