Dijodohkan secara mendadak oleh sang paman, membuat Iswa Putri Sakinah harus menerima kenyataan menikah di usia yang sangat muda, yakni 19 tahun, terpaksa ia menerima perjodohan ini karena sang paman tak tega melihat Iswa hidup sendiri, sedangkan istri sang paman tak mau merawat Iswa setelah kedua orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan.
Aku gak mau menikah dengan gadis itu, Pa. Aku sudah punya pacar, tolak Sakti anak sulung Pak Yasha, teman paman Iswa.
Aku mau menikah dengan gadis itu asalkan siri, si bungsu terpaksa menerima perjodohan ini.
Apakah perjodohan ini berakhir bahagia bagi Iswa?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RIBUT
"Tunggu," Iswa menahan tangan Kaisar yang akan menekan tombol penarikan uang. Terlebih Iswa sudah melihat saldo ATM sang suami. Keduanya masuk ke gerai ATM bersama karena Kaisar kembali memaksa Iswa, dengan alasan masa' iya aku kasih uang cash depan umum. Dengan terpaksa Iswa pun masuk bersama ke gerai ATM
"Kenapa?" tanya Kaisar heran.
"Yakin aku dikasih uang papa? Bukan uang kamu sendiri? Aku gak mau ya kita melanggar kesepakatan kita, kamu kasih aku uang terus kita melakukan hubungan suami istri, aku gak mau!"
Kaisar memejamkan mata, ingin sekali menonyor kening gadis cerewet ini, kejauhan mikirnya. "Bentar ya Sayang, gue mau tarik uang dulu, sebelum digedor sama yang antri," ucap Kaisar gemas, kemudian menarik uang 5 kali, sesuai jumlah maksimal ATM tersebut.
Iswa tak menggubris, keluar di saat Kaisar menunggu uang. Ia menunggu di motor Kaisar sembari membaca pengumuman di grup kelas. "Bolos sekali gimana, ada yang mau aku bicarain!"
"Oke," jawab Iswa, sepertinya ia harus bicara kembali soal kesepakatan pernikahan mereka.
Kaisar tersenyum sinis, “Gue kira lo study oriented, ternyata suka bolos juga!” ledek Kaisar, Iswa hanya memutar bola mata malas, kemudian menunjukkan room chat grup kelas bahwa kelas pagi libur, diganti hari lain. “Oh, libur. Bahkan dosen kamu saja mendukung kita buat kencan.”
“Dih males!”
“Heleh, aslinya lo suka kan gue bonceng?” makin rese’ Kaisar, Iswa pun berniat kabur saja, ogah dibonceng lagi. Namun, Kaisar menahan lengannya. “Naik, urusan uang belum selesai!” ucap Kaisar ketus. Kalau saja tidak ada urusan uang, Iswa ogah bonceng Kaisar lagi. Mereka menuju café depan kampus.
Kaisar menjelaskan soal uang saku dari papa, yang dibagi untuk dirinya dan Iswa. Kaisar berniat menyerahkan semua ke Iswa, biar uang yang dari papa dia saja yang atur, toh Kaisar sudah semester akhir kebutuhan kuliah dan sudah tidak ada kelas lagi, tinggal bimbingan saja. “Aku gak mau,” jawab Iswa tegas. “Aku bukan istri yang wajib kamu nafkahi, karena aku juga tidak menjalankan istri pada umumnya. Kita kembali ke aturan awal saja, pernikahan kita hanya untuk melindungi aku saja, agar aku punya keluarga, selagi aku punya uang aku gak bakal minta ke kamu.” Iswa masih sadar diri untuk tahu posisi dirinya dalam kehidupan Kaisar.
“Ini uang papa. Bukan uang gue, jadi jangan bikin ribet deh. Nanti kalau papa tanya soal uang biar gue gak dimarahi juga, lagian mama sama papa kasihan sama lo yang kerja begitu keras sampai pulang malam hampir tiap hari.”
Iswa diam saja, gengsinya masih tak mau dikasihani orang lain, apalagi ia yakin pernikahan ini tidak akan berlangsung lama, khawatir saja uang jajan yang dikasih akan diungkit suatu hari nanti, Iswa menghindari itu. “Gini Kak Kai. Aku tipe perempuan yang gak mau bergantung sama orang lain, aku kerja ya karena aku lebih suka hidup dengan uangku sendiri, dengan dikasih makan dan tempat tinggal yang layak, aku sudah berterimakasih. Uang jajan tak perlu karena aku masih punya pegangan.”
“Lo tuh keras kepala banget sih, jangan bikin ribet deh, gue juga gak bakal mengungkit uang receh begini, apalagi papa. Udah kalau gak mau pakai ini buat jajan simpan saja, jangan bikin citra gue buruk di depan papa.” Kaisar pun menyerahkan sebagian untuk Iswa sebagian untuk dirinya.
“Ya udah nanti aku bilang papa saja, buat bulan depan gak usah kasih.”
“Terserah!” ujar Kaisar.
Kaisar pun mengantar Iswa ke gedung kuliah selanjutnya, jam 11 Iswa ada kuliah, dan Kaisar berpesan nanti mengajar les akan diantar, Iswa diminta chat dulu, Kaisar akan menunggu di perpustakaan saja. Iswa hanya mengangguk saja.
“Lo sekarang sama Kak Kaisar?” tanya Elin melihat Iswa diantar mantan Ketua BEM Fakultas Teknik itu.
“Tadi, sekarang jalan sama lo!” Elin tertawa ngakak, menabok lengan sang sahabat yang pintar banget mengalihkan pembicaraan.
“Kok bisa kenal?”
“Dia anaknya teman paman gue!”
“Jangan bilang kalian dijodohkan?” tebak Elin, Iswa hanya memutar bola mata malas.
“Kalau gue bilang dia suami gue, lo percaya?”
“Percaya. Sampai sekarang lo kan belum ngenalin suami lo, Wa!”
“Ntar deh, gue kenalin!”
“Eh beneran dia suami lo?”
“Gak usah keras-keras!”
“Hah, sumpah lo, Wa?”
“Gue harus jawab apa, Lin?”
“Bukti foto nikah lo?”
“Seandainya itu pernikahan yang gue impikan, tentu gue bakal mengambil foto sebanyak mungkin, tapi faktanya enggak. Gue sama sekali gak punya foto pernikahan.”
Elin masih belum percaya pada sang sahabat, sedih juga melihat jalan takdir sang sahabat, di saat awal kuliah, kedua orang tuanya meninggal, setahun kemudian dia harus menikah dengan orang yang tidak dicintai. "Sabar ya, nanti liburan akhir semester ikut gue pulang ke Jawa Tengah deh, refreshing di sana."
"Boleh!"
"Izin sama suami lo."
"Pasti dia izinin kok."
"Kelihatan banget ya kalau dia gak cinta sama lo, sampai lo percaya diri banget bakal dikasih izin." Iswa tertawa saja, sembari mengedikkan bahu. Ia tak mau terlalu show up tentang pernikahannya.
Sedangkan Kaisar sendiri tak jadi ke perpus, baru juga keluar dari parkiran, sudah dihalangi Adel dengan wajah marah. Mungkin sudah ada yang melapor Kaisar boncengan dengan cewek lain. "Ada yang mau kamu tanyakan?" tanya Kaisar santai bahkan terkesan meledek Adel.
"Kamu benar-benar bonceng cewek?"
"Tahu dari mana?"
"Teman gue banyak kali, Sayang. Mereka melihat kamu boncengan, masuk ATM, bahkan ke cafe, sekaligus transaksi kalian, aku punya foto kalian."
"Wow! Paparazi kelas kakap cuy, berasa artis dong gue," ujar Kaisar berlagak konyol.
"Kai!" sapa beberapa temannya, dan Kaisar membalas sapaan itu. Pesonan mantan Ketua BEM memang tak perlu diragukan lagi. Baru beberapa jam yang lalu kejadian, eh Adel sudah punya informasi lengkap.
"Kamu sewa cewek itu buat manasin aku?" tuduh Adel, Kaisar yakin sang mantan sedang cemburu namun emosinya ditahan, demi menarik perhatian Kaisar kembali.
"Ngapain sewa."
"Terus? Sampai kasih uang banyak ke dia buat apa? Kamu habis pakai dia?" Kaisar semakin tertawa saja mendengar tuduhan Adel.
"Emang gue sekotor itu jadi cowok? Bahkan lo mau nyosor ke gue saja gue tolak."
Adel berdecak sebal, memang Kaisar bukan cowok yang memanfaatkan tampangnya untuk menjadi cowok hidung belang. Bahkan Adel yang kegatelan buat mancing agar Kaisar mau menciumnya. Dua tahun cuma diajak makan, dibonceng, dan pegangan tangan, Adel sendiri sangat penasaran dengan rasa bibir Kaisar, namun tak ada kesempatan untuk itu, ditambah sekarang putus, makin gak mungkin merasakan bibir Kaisar, ditambah Kaisar juga terlihat muak melihat Adel.
"Terus dia siapa?" nada bicara mulai tinggi, dan Kaisar suka hal itu. Pertanda Adel cemburu.
"Kalau gue bilang dia istri gue, gimana?" ucap Kaisar dengan tersenyum sinis, lalu menyenggol pundak Adel dan meninggalkan gadis itu menuju perpus.
bang sat ( satya ) , bang kai ( kaisar )
kaya sebatas alasan doang ga ada artinya deh,,cihhhh kasah dari mana ucapan bo doh ,itu pun nyata ko marah