NovelToon NovelToon
Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Cinta Murni / Romansa / Tamat
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Berawal dari sebuah gulir tak sengaja di layar ponsel, takdir mempertemukan dua jiwa dari dua dunia yang berbeda. Akbar, seorang pemuda Minang berusia 24 tahun dari Padang, menemukan ketenangan dalam hidupnya yang teratur hingga sebuah senyuman tulus dari foto Erencya, seorang siswi SMA keturunan Tionghoa-Buddha berusia 18 tahun dari Jambi, menghentikan dunianya.

Terpisahkan jarak ratusan kilometer, cinta mereka bersemi di dunia maya. Melalui pesan-pesan larut malam dan panggilan video yang hangat, mereka menemukan belahan jiwa. Sebuah cinta yang murni, polos, dan tak pernah mempersoalkan perbedaan keyakinan yang membentang di antara mereka. Bagi Akbar dan Erencya, cinta adalah bahasa universal yang mereka pahami dengan hati.

Namun, saat cinta itu mulai beranjak ke dunia nyata, mereka dihadapkan pada tembok tertinggi dan terkokoh: restu keluarga. Tradisi dan keyakinan yang telah mengakar kuat menjadi jurang pemisah yang menyakitkan. Keluarga Erencya memberikan sebuah pilihan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Alarm di ponsel Erencya melengking tajam tepat pukul enam pagi, membelah keheningan kamar dan menariknya secara paksa dari sisa-sisa mimpi yang hangat. Dengan erangan pelan, tangannya yang terasa berat meraba-raba permukaan nakas berlapis marmer, mencari sumber suara yang mengganggu itu hingga jari-jarinya berhasil menekan tombol tunda. Sunyi. Matanya masih terpejam rapat, namun benaknya sudah mulai berputar, mengkalkulasi realitas yang menunggunya. Hanya empat jam tidur. Dan hari ini, ulangan harian Fisika menanti di jam pelajaran pertama. Biasanya, kombinasi ini adalah resep sempurna untuk sebuah hari yang akan ia jalani dengan setengah hati, diwarnai desahan pasrah dan kuapan yang tak terhitung jumlahnya.

Namun, pagi ini terasa berbeda. Saat kesadarannya terkumpul penuh, hal pertama yang menyapanya bukanlah bayangan rumus-rumus momentum atau rasa kantuk yang menyiksa. Melainkan, kenangan tentang sebuah percakapan hingga larut malam. Kenangan tentang suara tawa yang hanya bisa ia bayangkan dari barisan "hehe" yang diketik, cerita tentang senja di Pantai Padang yang seolah bisa ia lihat, dan sebuah nama yang terasa baru namun sudah begitu akrab di benaknya: Akbar.

Sebuah senyum kecil, yang terasa begitu ganjil di pagi buta, tersungging di bibirnya. Perlahan, ia membuka mata. Sinar matahari pagi yang lembut menyusup melalui celah tirai tebal berwarna peach di kamarnya, menerbangkan debu-debu kecil di udara dan menerangi kamarnya yang luas dan rapi. Rasanya masih seperti mimpi. Apakah semua itu nyata? Apakah obrolan panjang yang mengalir begitu lancar tanpa kecanggungan itu benar-benar terjadi?

Hal pertama yang ia lakukan, sebuah ritual modern yang mengalahkan segalanya, adalah meraih ponsel model terbarunya. Jantungnya berdebar sedikit saat ia membuka aplikasi pesan, seolah takut ruang obrolan itu lenyap seperti embun pagi. Tapi tidak. Di sana, di bagian paling atas, nama 'Akbar' masih ada. Bukan mimpi.

Dengan jari yang gemetar karena antisipasi, ia membuka dan membaca ulang seluruh percakapan mereka. Ini sudah ketiga kalinya ia membaca ulang, namun setiap kata masih terasa baru dan mendebarkan. Ia tersenyum saat membaca kembali bagaimana Akbar dengan canggung mencoba membuka percakapan, terkekeh saat mengingat bagaimana mereka sama-sama mengeluh tentang beban masing-masing—skripsi dan ujian sekolah. Ia membandingkan pria ini dengan anak laki-laki di sekolahnya. Teman-teman prianya sibuk membicarakan game online terbaru, motor modifikasi, atau rencana nongkrong di kafe hits. Sedangkan Akbar, ia berbicara tentang buku, tentang masa depan, tentang tanggung jawab. Ia terasa tenang, dewasa, dan... nyata, meskipun mereka hanya terhubung melalui piksel di layar.

Ia baru saja akan meletakkan ponselnya, berpikir bahwa mungkin terlalu pagi untuk mengharapkan pesan, saat sebuah notifikasi baru muncul di bagian atas layar. Notifikasi itu membuat jantungnya melakukan lompatan kecil, seolah baru saja meminum segelas kafein pekat.

Akbar: Selamat pagi, Erencya. Jangan sampai ketiduran di kelas ya karena begadang semalam.

Pesan itu dikirim hanya beberapa menit yang lalu. Artinya, ia juga sudah bangun. Dan artinya, di antara rutinitas paginya di Padang, ada sebuah momen di mana ia memikirkan Erencya di Jambi. Pesan singkat itu mengandung perhatian dan sedikit candaan yang terasa begitu personal, seolah mereka sudah berbagi rahasia kecil. Pipi Erencya terasa hangat. Ia tidak bisa menahan senyumnya yang kini merekah begitu lebar hingga kedua sudut matanya ikut menyipit. Rasa kantuknya menguap seketika, digantikan oleh gelombang energi dan semangat yang membuncah.

Dengan gerakan cepat, ia melompat dari tempat tidur dan bergegas bersiap-siap. Sambil memilih seragam dari lemari pakaiannya yang besar, ia melirik pantulan dirinya di cermin. Kantung matanya memang terlihat jelas, tapi sorot matanya tampak lebih berbinar dari biasanya. Ia bertanya-tanya dalam hati, seperti apa pagi Kak Akbar di Padang saat ini?

Setelah mandi dan berseragam rapi, ia menuruni tangga kayu jati yang melingkar di rumahnya. Aroma kopi dan roti panggang menyambutnya di ruang makan yang luas, yang jendelanya menghadap langsung ke taman belakang yang terawat apik. Papanya, sudah duduk di kursi utama, membaca berita bisnis di tabletnya. Mamanya sedang mengoleskan selai srikaya pada selembar roti panggang untuknya.

"Pagi, Ma, Pa," sapa Erencya, mencium pipi kedua orang tuanya bergantian sebelum duduk di kursinya yang biasa.

"Pagi, sayang," jawab Papanya, meletakkan tabletnya dan tersenyum hangat. "Tidur nyenyak?"

"Nyenyak, Pa." Sebuah kebohongan kecil yang terasa manis.

"Aiyaa, anak gadis Mama tumben segar sekali kelihatannya pagi ini," ujar Mamanya sambil meletakkan piring di hadapan Erencya. "Biasanya kalau kurang tidur, mukanya ditekuk kayak kertas lecek."

Erencya hanya meringis. "Bisa aja, Mama."

"Lihat itu," lanjut Mamanya sambil melirik suaminya. "Matanya ada kantungnya, tapi dari tadi senyum-senyum terus. Mimpi dapat angpau besar ya semalam?"

Di bawah meja, Erencya diam-diam mengetik balasan untuk Akbar.

Erencya: Pagi juga, Kak Akbar. Tenang aja, kopi udah siap sedia! Kakak sendiri jangan sampai ketiduran pas ngerjain skripsi, hehe.

Ia menekan kirim tepat saat papanya berkata, "Baguslah kalau suasana hatinya baik. Jadi semangat untuk ulangan Fisika, kan?"

Erencya mengangguk cepat. "Pasti dong, Pa."

Setelah sarapan, ia menyambar tas sekolahnya. "Erencya berangkat dulu."

"Papa antar sekalian, searah dengan kantor cabang," kata Papanya sambil mengambil kunci mobil dari mangkuk porselen di atas meja konsol.

Di dalam mobil SUV mewah milik papanya yang melaju dengan tenang membelah jalanan Jambi, Erencya diam-diam merasakan getaran di sakunya. Balasan dari Akbar. Ia menahan keinginan untuk segera membacanya.

"Teman baru?"

Suara papanya yang tenang namun penuh perhatian membuatnya sedikit terlonjak. Erencya buru-buru menoleh, menyembunyikan keterkejutannya. "Eh... iya, Pa. Teman... kenalan di media sosial," jawabnya sedikit gugup, memutuskan untuk berkata jujur sebagian.

Papanya mengangguk pelan, matanya tetap fokus ke jalan. "Papa lihat beberapa hari ini kamu lebih ceria. Lebih sering senyum lihat ponsel."

Pipi Erencya mulai terasa hangat, takut papanya akan marah.

"Begini, Ren," lanjut Papanya, nadanya berubah menjadi lebih serius namun tetap lembut. "Papa dan Mama tidak pernah melarang kamu mau berteman dengan siapa saja. Mau itu laki-laki atau perempuan, dari sekolah kita atau bukan, tidak masalah. Zaman sudah berubah, Papa mengerti."

Erencya menahan napas, menunggu kelanjutan kalimat papanya.

"Kami memberikan kamu kepercayaan penuh. Tapi kepercayaan itu ada tanggung jawabnya," kata Papanya sambil meliriknya sekilas. "Tanggung jawab terbesarmu sekarang adalah sekolah. Jangan sampai karena teman baru, apalagi teman laki-laki, nilaimu jadi turun. Paham?"

"Paham, Pa," jawab Erencya dengan cepat, hatinya terasa begitu lega.

"Yang kedua," tambah Papanya lagi, "jaga diri baik-baik. Dunia maya itu luas, tidak semua orang punya niat baik. Kamu harus pintar menilai orang. Otak boleh di hati, tapi jangan sampai hati menginjak otak."

Nasihat itu menusuk lembut ke dalam hati Erencya. Ia merasa begitu beruntung. Orang tuanya tidak mengekangnya. Mereka memberinya kebebasan, dengan batasan kasih sayang yang jelas.

"Terima kasih, Pa," ucapnya tulus. "Erencya janji akan ingat nasihat Papa."

Papanya tersenyum, menepuk pelan puncak kepala putrinya saat mobil mereka berhenti di depan gerbang sekolah swasta yang megah itu. "Bagus. Sekarang belajarlah yang rajin."

Saat Erencya melangkah keluar dari mobil, ia merasa seolah beban berat terangkat dari pundaknya. Ia tidak perlu menyembunyikan pertemanannya dengan Akbar. Ia bisa dengan bebas menikmati perasaan baru ini. Pagi itu, dunia terasa begitu sempurna.

"Woi, Ren! Senyum-senyum sendiri, kesambet apaan lo?" sebuah suara ceria membuyarkan lamunannya. Itu Lusi, sahabatnya, yang menepuk bahunya.

Erencya cepat-cepat memasukkan ponselnya. "Eh, Lus! Nggak apa-apa kok, lagi good mood aja," jawabnya, tak bisa menyembunyikan binar di matanya.

Lusi menyipitkan mata. "Good mood? Padahal hari ini ulangan Fisika. Mencurigakan. Pasti ada apa-apanya, nih."

Erencya hanya tertawa dan merangkul lengan sahabatnya. Sambil berjalan di koridor sekolah, ia akhirnya membaca balasan Akbar.

Akbar: Siap, laksanakan. Semangat ya sekolahnya hari ini. Jangan lupa sarapan.

Sebuah perhatian kecil yang melengkapi restu tersirat dari papanya. Hari itu, Erencya merasa ia bisa menaklukkan dunia, atau setidaknya, menaklukkan ulangan Fisika yang menantinya. Ia sama sekali tidak menyadari, bahwa restu yang baru saja ia kantongi itu memiliki satu syarat tak terucap yang jauh lebih besar dan lebih sulit dari sekadar nilai bagus di sekolah. Sebuah syarat yang belum saatnya untuk diungkapkan.

1
👣Sandaria🦋
sepertinya aku hanya bisa membaca dalam diam, Thor. kehabisan kata-kata😭
👣Sandaria🦋
masa iya kisah cinta anak SMA bisa bikin aku baper begini, Kak? konyol banget rasanya bagi aku yg udah emak-emak ini. tapi iya kenyataannya kisah cinta Akbar-Erencya memang bikin aku sebaper itu. hiks hiks hwaaaa...😭😭😭😆
👣Sandaria🦋
jadi ini beneran kisah nyata, Kak? kalaupun nanti berakhir sedih. keknya ini kisah cinta paling epik yg pernah kubaca. padahal baru awalnya lho😀
Sang_Imajinasi: hihi, gpp kok nangis, aku aja baca nangis 😭😆
total 1 replies
👣Sandaria🦋
waduh. kata2 Akbar sungguh menyentuh hatiku, Kak. boleh nangis gak nih?!?😭😅
👣Sandaria🦋
kentara sekali ini Akbar yg pegang kendali, Kak. mungkin itu enaknya punya hubungan dengan bocil😅
👣Sandaria🦋
anak SMA punya cowok anak kuliahan pasti senang banget dia, Kak. bisa dibanggakan pada temannya. tapi bagi cowok yg anak kuliahan punya cewek SMA pasti sering diledek temannya. biasanya begitu. malah dikatain pedofill🤦😂
Sang_Imajinasi: tapi muka anak kuliahan baby face kok 🤣🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
iya. siapa tahu sebentar lagi Akbar jadi seorang CEO. kek di nopel-nopel🤦😂
Sang_Imajinasi: hahaha ga sampai ceo2 an 🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
wah. sholeh juga Akbar. tebakanku kalau mereka berjodoh. si cewek yg login🤔🤣
Sang_Imajinasi: iya cewek nya yang login, udh belajar juga sebagian 🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
dunia maya penuh tipu-tipu. hati menginjak otak mah lumayan. yg parahnya yg enggak kebagian otak itu, Thor😂
Sang_Imajinasi: Hahahaha 🤣
total 3 replies
👣Sandaria🦋
aduh! ini lagi. 18 tahun baru kelas 1 SMA, Thor? berapa tahun itu tinggal kelasnya?😭😭😭 atau authornya masuk SD umur 8 th kali..?🤔
👣Sandaria🦋
nama gurun banget ya?😆
👣Sandaria🦋
24 tahun baru nyusun skripsi, Thor? model-model mahasiswa sering nitip absen ini nampaknya🤔😆
Sang_Imajinasi: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
aku dulu juga pernah mengalami hal konyol serupa, Thor. terpaku melihat profil aktor-aktor Korea. rasa-rasa bisa kumiliki😭😂
👣Sandaria🦋
mampir, Kak. menarik kayaknya nih. cinta menabrak aturan. Muslim Minang - Budha Tionghoa. kita lihat bagaimana cara authornya menyelesaikan perkara ini. dan seberapa cantik manuvernya. berat lho ini. gas, Kak!😅
Fendri
wah hp yang disita dibalikin ayahnya, jadi bakal hubungin akbar donk
Fendri
kalau dihayati cerita nya jadi sedih juga berasa diposisi mereka 🤭
Sang_Imajinasi: jangan sampai 🤣🤣
total 1 replies
Fendri
lanjut lagi thor jadi penasaran wkkw
Sang_Imajinasi
ON-GOING
Fendri
lanjut thor baguss
Fendri
awal dari segalanya ini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!