Dewi Ayu Ningrat, gadis ningrat yang jauh dari citra ningrat, kabur dari rumah setelah tahu dirinya akan dijodohkan. Ia lari ke kota, mencari kehidupan mandiri, lalu bekerja di sebuah perusahaan besar. Dewi tidak tahu, bosnya yang dingin dan nyaris tanpa ekspresi itu adalah calon suaminya sendiri, Dewa Satria Wicaksono. Dewa menyadari siapa Dewi, tapi memilih mendekatinya dengan cara diam-diam, sambil menikmati tiap momen konyol dan keberanian gadis itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
Dewi sedang duduk di kantin kantor, menikmati mi instan pedas yang dimasak diam-diam di pantry bersama mbak-mbak admin saat sebuah suara familier menggelegar di belakangnya.
“Ningrat rasa rakyat! Kapan punya waktu ngajak sahabatmu jalan, hah?!”
Dewi hampir tersedak. Sendok di tangannya melayang, nyaris mental ke arah kasir.
“NAYA???” seru Dewi kaget
Naya berdiri dengan tangan di pinggang, mengenakan kemeja putih kebesaran, rok pensil, dan ID card bertuliskan: Nayara Kurnia – Intern.
“Nggak mungkin,” bisik Dewi. “Lo... magang di sini???”
“Yap! HRD bilang, ada lowongan magang dua minggu buat observasi kerja lapangan. GUE MASUK, BEB!”
Dewi masih melongo.
“Tujuan utamaku? Ngelindungin lo dari cowok tua bau tanah dan cewek model saingan lo!”
“Gue bukan butuh bodyguard—”seru Dewi terpotong
“Bukan bodyguard. Mata-mata pribadi. Gue pengen tahu siapa sih si Dewa yang katanya galak, tapi bikin lo senyum-senyum tiap pagi.” jawab Naya
Dewi reflek menutupi wajahnya dengan tisu. “Lo halu...”
---
Sementara itu, di ruang direksi...
Dewa sedang duduk di balik meja, membuka file HRD yang baru dikirimkan.
Matanya berhenti di satu nama: Nayara Kurnia.
Asisten pribadi mengetuk pintu.
“Pak, intern baru sudah masuk hari ini.”
Dewa hanya mengangguk.
Tapi saat asisten itu keluar, Dewa tersenyum kecil.
“Teman dekatnya Dewi... ya?”
Ia memutar bolpoinnya sebentar.
“Menarik.”
---
Hari itu jadi hari paling heboh untuk Dewi.
Naya masuk kantor seolah ia agen rahasia. Mulai dari pura-pura lupa ID card biar bisa tanya langsung ke resepsionis (yang katanya 'mencurigakan karena suka ngeliatin Pak Dewa'), sampai sengaja duduk di pantry sambil curi dengar gosip antar divisi.
“Aku denger, Pak Dewa itu single tapi misterius banget,” bisik salah satu staf.
“Katanya sih pernah dijodohin, tapi batal. Terus dia pilih nggak nikah sampai sekarang,” sambung yang lain.
“Denger-denger, yang dijodohin itu... kabur.”
Naya langsung mendelik ke arah Dewi.
Dewi ngunyah mi cepat-cepat.
“JANGAN NENGOK AKU, NYA.”
“GUE BISA BIKIN FILM DARI INI,” bisik Naya histeris.
---
Sore harinya, Dewi kembali ke meja kerjanya setelah lembur. Semua ruangan sudah mulai sepi. Tapi saat ia membuka laci mejanya, ada satu kotak kecil dengan catatan tulisan tangan:
“Untuk sore yang berat.
Jangan lupa makan.
–D”
Dewi membalik kotak itu. Di dalamnya, ada cheesecake mini dan satu sachet madu jahe.
Matanya membulat. Bibirnya menahan senyum.
“Siapa yang naruh ini?” bisiknya ke diri sendiri.
Tapi dalam hatinya, ia tahu... siapa “D” itu.
---
[DUO GILA – Dewi & Naya]
Naya:
AKU TAU SIAPA D-NYA!
Dewi:
JANGAN MULAI, NYA.
Naya:
Tapi sumpah, kalau dia bukan Dewa, gue cuci pantat tembok kantor!
CHEESECAKE ITU MAHAL, DEW.
Dewi:
Mungkin itu dari tim marketing? Mereka baik-baik kok...
Naya:
Tim marketing gajinya gak cukup buat beli cheesecake semahal itu buat pegawai lain.
Dewi:
Naya...
Naya:
Kita harus selidiki. Dengan cara paling dewasa.
Dewi:
Apa?
Naya:
Lo pura-pura sakit. Biar dia datang ke ruang medis.
Kalau dia muncul, berarti bener dia yang naruh.
Kalau nggak muncul, ya... kita tunggu kue berikutnya!
Dewi:
ASTAGA GUE KENA TEMEN GILA 😭
---
Di ruangannya, Dewa kembali membuka CCTV pantry hari itu.
Saat Naya datang dan duduk bersama Dewi, ekspresi Dewi... penuh tawa. Bebas. Leluasa.
Dewa memejamkan mata sebentar.
"Kebahagiaan seperti itu...
harusnya selalu jadi miliknya.
Dan aku ingin... jadi bagian dari alasan ia tersenyum begitu."
...----------------...
Naya berdiri di balik dinding lorong lantai tiga, memakai hoodie kebesaran, kaca mata hitam, dan membawa pulpen yang diubah jadi kamera rahasia.
“Agent N is in position. Target: Mr. D, alias Pak Dewa, bos misterius, calon suami kabur,” bisiknya ke HP yang sedang merekam.
Sementara itu, Dewi duduk di meja kerjanya dengan gelisah, mengetuk-ngetukkan pulpen ke meja.
“Kenapa dia ngasih cheesecake sih? Terus, kenapa rasanya harus seenak itu?” gerutunya.
Hari itu berjalan lambat, terutama karena Naya terus mengirimkan laporan berkode lewat chat.
[DUO GILA – Dewi & Naya]
Naya:
Target baru keluar dari ruangan. Tampak tenang. Sangat... tampan.
Ulangi: sangat tampan. Over.
Dewi:
Lo kerja apa jadi tim dokumentasi KPop??
Naya:
Dia bawa dua gelas kopi. Satu buat dia, satu buat... siapa? Over.
Dewi:
Berhenti bilang “over”, Naya.
Naya:
LO! LO! GELAS KEDUA ITU KE MEJAMU! DIA JALAN KE ARAH LO! OVER PANIKKKK 😭😭😭
Seketika, Dewi menoleh ke kanan. Dan benar saja—Dewa berdiri di hadapannya, menyodorkan satu gelas kopi dalam cangkir karton yang hangat.
“Untuk kamu,” ucap Dewa singkat, datar, tapi tak dingin.
Dewi refleks mengambilnya dengan gugup. “M-makasih, Pak.”
“Tanpa gula. Seperti yang kamu suka.” ujar Dewa
Dewi terdiam. "Dari mana dia tahu?"
Dan entah kenapa, degup jantungnya berdetak lebih kencang.
Dewa menoleh sebentar, mata mereka saling menatap. Ada sesuatu yang terpendam di balik tatapan tenangnya. Tapi sebelum Dewi sempat membuka suara, Dewa sudah melangkah pergi.
Dewi menatap cangkir di tangannya. Aroma kopinya pas. Suhunya pas. Dan hatinya... nggak pas.
---
Sementara itu, Naya muncul di balik meja, menjatuhkan diri ke samping Dewi dengan dramatis.
“Aku gagal,” desahnya. “Dia terlalu smooth. Terlalu tenang. Terlalu bos material.”
“Lo beneran mulai suka ya?”
“Enggak, tapi gue ngaku... dia punya pesona. Serem, tapi seksi.”
Dewi menutup wajahnya dengan map.
“Plis jangan racunin pikiran gue.”
“Kenapa?” tanya Naya, tersenyum jahil. “Mulai ngerasa deg-degan juga?”
Dewi menggeleng cepat, terlalu cepat.
“Plis, Nay. Dia itu bos kita.”
Naya menyilangkan tangan. “Tapi lo udah mulai mikirin dia tiap hari. Ngaku.”
Dewi terdiam.
Itu benar. Sejak pertama kali pria itu memberinya cheesecake. Sejak pagi dia bilang "tanpa gula". Bahkan sejak pertama kali dia melihat tatapan pria itu saat presentasi.
Tatapan yang... bukan hanya memperhatikan, tapi seperti mengenalnya.
Tapi Dewi tetap menepis semuanya. Bos adalah bos.
Dia harus jaga jarak. Apalagi pria itu mungkin cuma... baik karena atasan.
'Kan nggak mungkin… dia D.' pikir Dewi.
---
Di ruangan lain, Dewa membuka galeri HP-nya, lalu menatap foto Dewi yang diam-diam ia ambil saat rapat divisi pagi tadi. Ia tersenyum kecil.
“Masih belum sadar juga, ya?”
Asistennya masuk. “Pak, jadwal makan malam dengan klien jam 8 malam nanti.”
Dewa mengangguk. “Tambahkan satu undangan.”
“Siapa, Pak?” tanya sang asisten
“Dewi Ayu Ningrat.” jawab Dewa
“Rekan bisnis, Pak?” tanya sang asistennya lagi
Dewa menatap ke luar jendela. “Sesuatu seperti itu.” jawab Dewa dengan ambigu
Sementara Dewi ia tidak tau bahwa akan ada kejutan yang akan membuatnya shock.
bersambung