Arjuna dikenal sebagai sosok yang dingin dan datar, hampir seperti seseorang yang alergi terhadap wanita. la jarang tersenyum, jarang berbicara, dan selalu menjaga jarak dengan gadis-gadis di sekitarnya. Namun, saat bertemu dengan Anna, gadis periang yang penuh canda tawa, sikap Arjuna berubah secara drastis.
Kehangatan dan keceriaan Anna seolah mencairkan es dalam hatinya yang selama ini tertutup rapat. Tak disangka, di balik pertemuan mereka yang tampak kebetulan itu, ternyata kedua orangtua mereka telah mengatur perjodohan sejak lama. Perjalanan mereka pun dimulai, dipenuhi oleh kejutan, tawa, dan konflik yang menguji ikatan yang baru saja mulai tumbuh itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ivan witami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Belum Menikah
“Sial, kamu di mana, Juna?” Anna berbisik panik pada dirinya sendiri sambil mengerem sepeda motornya yang besar di pinggir jalan. Malam itu, lampu-lampu kota tampak seperti bintang-bintang yang menggantung rendah, namun hatinya membara oleh kekhawatiran yang semakin tak tertahankan.
Peta di layar ponsel menunjukkan jarak yang kian dekat ke tempat karaoke ternama di pusat kota, lokasi yang Juna kirimkan saat terakhir kali mereka berkomunikasi. Namun yang dirasakannya bukanlah rasa lega, melainkan gelisah yang mencekam.
Anna melompat turun dari motor, tanpa peduli akan tatapan orang-orang karena penampilannya yang seadanya, hanya mengenakan piyama biru yang sedikit kusut dan jaket lebar milik kakaknya, Rafi. Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam gedung karaoke yang penuh lampu berkilauan dan dentuman musik yang menggema hingga ke jantung.
Di meja resepsionis, sosok yang tidak diharapkannya berdiri dengan gaya santai sambil berbicara dengan seorang pegawai. Arya, kakak sepupunya.
“Kak Arya? Kok Kakak di sini?” tanya Anna, ketakutan dan bingung bercampur menjadi satu.
Arya tidak langsung menjawab, hanya tersenyum tipis seolah ia tidak ingin Anna terlalu cemas. “Aku di sini untuk melepas penat. Kamu sendiri ngapain?” tanya Arya pura-pura tidak tahu.
Anna menarik tangan Arya dengan erat.“Temani aku sebentar, Kak. Aku mau cari Juna, aku khawatir terjadi sesuatu.”
Tiba-tiba, pegawai karaoke itu mendekat. “Kalian mau ke ruangan yang mana? Jangan lupa isi daftar dulu, nanti saya antarkan.”
Arya membalas dengan tegas tapi ramah, “Mbak, tadi sudah saya bilang, saya sedang mencari seseorang.”
Sang pegawai mengangguk malu karena hampir lupa. “Oh iya, maaf ya, Mas.”
Anna tanpa membuang waktu menyeret Arya menuju koridor yang gelap menuju ruangan tempat Juna bersama teman-temannya.
Saat membuka pintu, pandangan Anna seperti tersambar petir. Di sofa biru empuk itu, Nuri, sahabat tunangannya, orang yang tidak pernah Anna percayai, sedang mencium Juna. Juna tampak tak sadar, matanya setengah terpejam, tubuhnya lemas seolah diliputi kabut dan kehilangan kendali.
Seketika suasana berubah tegang. Teman-teman Juna yang lain diam-diam menunduk, raut ketakutan terpancar dari wajah mereka; bukan pada Anna, malah sebaliknya, mereka tampak takut pada Arya yang berdiri di belakang Anna dengan senyum dingin mengintimidasi.
Anna berjalan mendekat tanpa ragu, dadanya berdebur kencang, namun matanya dipenuhi kemarahan. Tanpa pikir panjang, ia menarik rambut Nuri dan dengan kasar mendorongnya ke sofa lain.
“Sialan! Siapa yang berani jambak aku seperti ini?!” jerit Nuri, matanya menyala menantang.
“Aku!” Anna membalas dengan suara gemetar, dipenuhi amarah sekaligus luka hati.
Juna mencoba bangkit, suaranya lirih, “Anna…” tapi tubuhnya rapuh, ia tersungkur ke lantai, tak mampu menahan tubuhnya sendiri.
Nuri menatap Anna tajam, penuh kebencian, “Kamu ngapain ada di sini?”
Anna diam,membungkuk memeluk Juna yang kini tergeletak lemas di lantai beralaskan karpet merah. Ia merasakan kehangatan tubuh Juna yang berbeda, tidak seperti biasanya.
Anna menatap Nuri penuh kebencian.“Kamu sendiri melakukan apa pada tunanganku! Kamu ingin mencari kesempatan saat Juna seperti ini? Murahan.
“Kau.” Nuri hendak menampar Anna, tetapi Arya sigap menangkap tangannya.
“Sialan, lepaskan tanganku!” Nuri berusaha melawan cengkraman Arya yang tiba-tiba berdiri di samping Anna, wajahnya berubah menjadi sosok pelindung yang mematikan.
“Yang lain keluar semua,” tegas Arya menatap beberapa teman Juna yang masih berada di ruangan, menatap takut pada Arya.
Semua keluar kecuali Nuri dan Juna. Arya menatap sinis ke arah Nuri.“ Kamu sepertinya gadis baik-baik. Eum… tunggu, tapi mana ada gadis baik-baik yang mengganggu tunangan orang!” suara Arya tajam tapi ada suntikan nada menggoda yang membuat Anna sadar, kakaknya memang tipe orang yang menakutkan saat serius.
“Anna, bawa Juna ke hotel. Berikan dia air putih sebanyak mungkin,” kata Arya sambil menunduk, seolah membisikkan rahasia gelap.
“Juna sedang terpengaruh obat perangsang,” tambahnya singkat.
Anna mengerutkan kening, lalu mendorong Juna pelan, namun pria itu hampir jatuh ke lantai lagi. Untunglah ia mendarat di atas sofa dengan suara berat yang membuat hati Anna semakin perih.
“Ih, gila! Kalau dibawa ke hotel nanti aku malah jadi sasaran. Aku nggak mau, Kak! Memangnya tidak ada cara lain untuk menenangkan dia?” suara Anna bergetar jelas menunjukkan ketakutannya.
Arya mengangkat alis, diam sesaat, lalu berkata, “Ada.”
“Apa?” Anna menatapnya dengan harapan dan cemas.
“Ceburin dia ke bak mandi,” jawab Arya dengan suara dingin tapi tegas.
Anna bingung, “Heh? Serius?”
Saat itu Nuri berusaha melepaskan genggaman tangan Arya sambil mengumpat, “Lepaskan aku!”
Juna yang tergeletak mulai terisak pelan, dengan suara berat berkata, “Aku, aku masih bisa tahan, Na. Tolong... tolong bawa aku ke kamar mandi.”
Anna menggeleng lemah, jantungnya terasa seperti terjepit. Namun ia tahu itu satu-satunya cara.
Lewat lorong sempit yang bau dan temaram, mereka berjalan menuju kamar mandi. Anna memapah Juna, tubuh lemah itu seperti boneka kain yang nyaris tak bernyawa.
Ketika sampai di kamar mandi, Anna membuka air hangat dari keran dengan tangan gemetar. “Juna, kamu harus kuat, ya. Aku di sini.”
Juna membuka matanya samar, menatap Anna dengan tatapan lemah tapi penuh harap. Juna menarik tengkuk Anna dan menciumnya. Sadar Juna seperti sudah tidak terkontrol, Anna sebisa mungkin melepaskan tangan Juna.
“Jangan, Jun. Kita belum menikah.” Anna berlari keluar dan menutup pintunya.
Anna khawatir pada Juna, ia berjalan kesana kemari seperti orang kebingungan. Arya menghampiri dengan santai.
“Na,” panggil Arya.
Anna berhenti berjalan, melihat ke arah Arya.“Kak, mana Nuri?”
“Aman sama orang-orang Kakak. Bagaimana?” tanya Arya menanyakan kondisi Juna.
“Gak tahu, Kak. Atau bawa aja dia ke rumah sakit. Aku takut dia kenapa-kenapa.”
Arya tertawa kecil.“ Tidak perlu kawatir, lagian masih status tunangan kan? Repot banget kamu. Hubungi orang tuanya atau orang kepercayaannya. Gak usah terlalu kecintaan sama laki-laki yang belum pasti.”
“Hais… ngeselin ya ngomong sama duda.” Anna pun meraih ponselnya menghubungi Aldo dan pak Hamdan. Bagaimanapun mereka harus tahu kondisi Juna.