zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 31
Eline hampir aja pingsan mendengar pengakuan Zivana soal pernikahannya. Gadis itu kini terlentang di ranjang sambil menatap langit-langit kamar.
Ziara sesekali mengguncangkan tubuh sahabatnya panik. Ia takut eline benar-benar pingsan karena syok berat.
Pernikahan ziara dengan albian memang terbilang mustahil. Pasalnya, semua orang tahu seperti apa bencinya albian pada ziara selama ini. Jadi, wajar saja kalau eline terkejut.
“Lo yakin, zia? Ini gak lagi nge-prank gue kan?” tanya eline memastikan. Gadis dengan rambut dicepol satu itu masih belum percaya sepenuhnya.
Ziara mengangguk pelan. “Benar, lin. Aku gak bohong. Bukannya tadi kamu minta aku jujur. Kamu juga tadi udah ingetin aku kalo bohong itu dosa. Makanya aku jujur sama kamu kalo aku sama bian itu sebenernya udah menikah," jawabnya.
"Ya Allah. Gue pikir tadi telinga gue yang error, zia." Adeline bangkit dari tidurnya dan merubah posisi menjadi duduk di samping ziara.
"Pantes aja tadi albian kayak panik banget gitu dari nada suaranya. Dia kayaknya lagi kuatir banget sama lo, zia," sambung eline mengingat percakapannya dengan albian pada sambungan telepon.
Ziara menundukkan kepalanya.
"Sebenernya aku juga gak enak sama Mama kalo pergi tanpa pamit kayak gini, Del. Tapi, tadi bian sendiri yang minta aku pergi," ucap ziara. Ia masih terluka dengan ucapan albian sore tadi. "Aku tau kalo dia gak sungguhan minta aku pergi. Tapi ucapannya itu sedikit keterlaluan. Yahh... Walaupun dia melakukannya karena gak mau rifki dan Agra jadi tau soal pernikahan kami."
Meski ziara sudah berada di rumahnya sejak beberapa jam yang lalu, eline tak pernah menanyakan tujuan sahabatnya itu datang ke rumahnya. Adeline menyambut ziara dengan sangat baik, dan ia justru senang ziara datang ke rumahnya. Padahal biasanya ziara selalu saja banyak alasan tiap kali eline memintanya datang.
"Emangnya bian ngomong apaan sampe lo keliatannya kecewa banget sama dia?" tanya elin penasaran. Gadis itu paling tak bisa menahan rasa penasarannya. Ia akan terus mencari tahu hingga mendapatkan jawaban.
"Ehmm... tadi waktu arfa sama rifki datang ke rumah, aku masuk di belakang albian. Aku gak tau kalo ada mereka. Kamu tau sendiri kan arfa itu anaknya kayak gimana. Makanya albian cari alasan biar arfa gak tau. Bian bilang... aku kerja di rumahnya sebagai ART. Terus dia ngusir aku karena arfa sama rifki keliatannya gak percaya," jawab ziara mendadak suaranya lirih di kalimat terakhirnya.
eline terbelalak mendengarnya. Kepala gelen-geleng sebagai respon pertama. "Keterlaluan si albian! Harusnya jangan lah kasih alasan kayak gitu. Parah banget tuh cowok!" Gadis itu jadi ikutan kesal dan menjadikan gulingnya sebagai sasaran.
"Kenapa dia gak ngaku aja sih sama tuh duo kadal? Mereka berdua kan sohibnya bian. Masa sih mau bocorin rahasia temen sendiri?" sambungnya sambil meremas-remas guling.
"Kalo gitu malam ini lo mendingan nginep aja di rumah gue dulu, zia. Biarin aja dia kebingungan nyariin lo. Biar tau rasa!"eline lebih menggebu-gebu.
Ziara menggeleng pelan. "Gak bisa, lin. Aku harus pulang. Gak enak sama Mamanya albian. Beliau udah baik banget sama aku. Aku gak mau bikin Mama kecewa."
"Lagian di luar hujan deres banget, zia. Hujan petir, bukan cuma hujan biasa. Gue gak berani bawa mobil kalo lagi hujan petir begini. Besok pagi aja gue anterin lo pulangnya. Biar bian jadiin kejadian kali ini sebagai pelajaran. Dengan begitu dia gak akan ngulangi lagi di lain hari," balas eline.
Ziara tak langsung mengiyakan. Gadis itu hanya takut membuat diana kecewa karena pergi tanpa berpamitan.
Melihat sahabatnya masih nampak ragu, eline pun berusaha meyakinkan. "Lo tenang aja. Biar gue besok yang ngejelasin semuanya ke Mamanya bian. Gue anterin lo pagi-pagi banget deh besok. Sekarang nginep di sini aja dulu ya."
"Tapi, lin-"
"Apa gini aja ... Mama gue kebetulan temen arisannya Mamanya albian, pastinya punya dong nomor Hp nya Mamanya albian. Nanti lo telepon aja sama mertua lo kalo malam ini nginep di rumah gue. Paling enggak biar beliau gak kuatir, gimana?"
Ziara mengangguk setuju kali ini. "Ya udah, lin. Tolong nanti kamu bantu aku telepon Mama diana ya. Aku takutnya Mama kecewa kalo aku gak pamit nginep di sini."
"Siap." eline meletakkan tangan kanannya di dahi. "Semuanya beres kalo sama gue."
Praangg!!
Secangkir teh hangat yang ada di tangan diana terjatuh ke lantai hingga pecah dan serpihannya berceceran ke mana-mana. Wanita paruh baya yang masih terlihat begitu cantik itu terkejut mendengar ziara menghilang.
"Kamu udah cari zia ke mana aja, bian?
Dia gak mungkin pergi jauh, dia gak punya tempat tujuan."
Albian menunduk penuh rasa sesal di hadapan diana. Tubuhnya basah kuyup setelah kehujanan mencari ziara hingga pulang malam.
"Aku udah coba cari di kampus, terus di kontrakan lamanya juga, Ma. Tadi aku juga udah coba tanya sama temennya, tapi ziara gak ada di sana," ucap albian sambil menahan tubuhnya yang menggigil. Jari-jarinya sampai memutih.
Diana berjalan menuju sofa dengan hati-hati melewati serpihan beling dari cangkirnya yang pecah. Dipijitnya pelan pelipisnya yang berdenyut.
"Kata Bi Asih, tadi ada arfa dan rifki datang ke sini sebelum ziara pergi. Apa ada masalah, bian? Ziara gak akan pergi begitu saja kalau gak ada sebabnya," tanya diana yang menaruh curiga pada albian melihat wajah sang putra yang terlihat dipenuhi rasa sesal.
"Maaf, Ma. Ini emang salah aku yang gak bisa jadi suami yang baik ziara. Dia pergi karena aku yang nyuruh. Aku usir dia tadi. Aku juga bilang sama Agra dan rifki kalo ziara kerja jadi asisten rumah tangga di sini," jawab albian tanpa ada yang ditutupinya dari sang Mama.
Albian meremas ujung jaketnya yang basah menahan dinginnya suhu tubuhnya. Giginya gemeretak dan kakinya pun bergetar menahan rasa dingin di tubuhnya.
"Astaghfirullah hal adzim, albian! Kamu sungguh keterlaluan! Mama gak pernah ajari kamu sejahat ini sama perempuan, apalagi perempuan itu istri kamu sendiri. Apa kamu lupa seperti apa perlakuan Papa sama Mama semasa hidupnya? Papa kamu laki-laki yang sangat baik. Cinta keluarga dan setia sama Mama. Papa kamu selalu memperlakukan Mama layaknya ratu sampai Mama gak mau menikah lagi setelah kepergiannya. Tapi, kenapa kamu gak bisa mencontoh Papa?"
Diana bangkit berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri albian. Sorot matanya berubah tajam dan penuh kekecewaan.
"Mama tau kalau kamu terpaksa menikahi ziara. Mama tau itu, bian. Tapi, apa kamu gak bisa mencoba memperlakukan dia dengan baik? Dia itu perempuan baik-baik. Mama yakin dia bisa menjadi istri yang baik untuk kami, makanya Mama gak ragu menikahkan kalian."
"Ingat, albian! Di dunia ini ziara sebatang kara. Dia gak punya siapa-siapa lagi selain Tantenya. Dan kamu malah membuat satu-satunya orang yang berharga untuk ziara meninggal dunia. Sekarang, dia cuma punya kamu dan Mama. Jadi, tolong perlakukan ziara dengan baik supaya kamu tidak menyesal di kemudian hari."