NovelToon NovelToon
Jangan Pernah Bersama

Jangan Pernah Bersama

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 35.Saling menantang.

Lorong sekolah sore itu terasa begitu sunyi bahkan terlalu sunyi untuk dua orang yang kini berdiri saling berhadapan di sana. Hanya suara angin dari jendela terbuka dan gema langkah kaki terakhir Finn yang memecah keheningan itu.

Armand tidak segera bicara. Ia hanya menatap Finn dengan tatapan datar, sedikit menantang, seolah menunggu sesuatu.

Finn berhenti tepat di hadapannya, jarak mereka hanya beberapa langkah. Rahangnya mengeras, matanya menatap tajam tanpa ragu.

“Apa maksudmu ngomong begitu di depan Pak Rudi tadi?” tanya Finn akhirnya, suaranya rendah tapi tegas.

Armand mengangkat alis, seolah tidak paham. “Ngomong apa? Aku cuma bilang ‘pantas kena marah’. Emang salah?”

“Jangan pura-pura polos, Armand,” balas Finn cepat. “Kamu tahu itu sindiran.”

Armand terkekeh pendek, lalu bersandar di dinding dengan santai. “Sindiran? Kalau kamu merasa tersindir, berarti kamu sadar sendiri kalau aku benar.”

Finn menatapnya tajam. “Kamu selalu kayak gini, ya?Aku tidak menyangka pacar Loly sikap nya suka nyindir,apa kamu sepertinya terusik jika aku dekat dengan Clara?.”

Senyum di bibir Armand memudar sedikit, tapi matanya masih dingin. “Lucu. Aku gak gerti maksudmu?,tapi yang jelas aku tidak suka Clara didekati cowok badung dan pembuat onar kayak dirimu.”

“Cukup, Armand.” Suara Finn meninggi, tapi masih terkendali. “Aku tidak tahu hubungan kalian seperti apa,tapi yang jelas kamu ini sudah jadi pacar Loly temanku. Dan dengan sikap mu seperti ini bisa melukai hatinya.”

Armand melangkah mendekat, jaraknya kini hanya satu langkah. Udara di antara mereka terasa berat.

“Oh iya?” Armand menatap langsung ke matanya. “Loly adalah pacarku dan aku tidak akan menyakiti dirinya,tapi Clara juga temanku dia harus dengan cowok yang baik bukan seperti mu_”

“Berhenti.” Finn memotong cepat. Rahangnya mengeras, matanya berkilat. “Jika kau teman Clara seharusnya mendukung hubungan kami, seperti aku mendukung hubungan kalian.Tapi sepertinya kamu sedang bermain hati dengan kedua wanita ini, sadar Armand!.kau ini bukan siapa-siapa nya Clara hanya teman sekelasnya saja.”

Armand terdiam sesaat. Kalimat itu memukul sesuatu di dalam dirinya, tapi ia tidak menunjukkan. Ia justru tersenyum dingin.

“Permainkan?” Ia tertawa pelan. “Kamu pikir kamu tahu semuanya? Kamu baru kenal dia beberapa hari saja, Finn. Hanya beberapa hari kamu kenal dia,kamu seakan sudah hidup dengan nya bertahun-tahun.”

Finn menatapnya tanpa gentar. “Memangnya hak mu apa melarang Clara berhubungan dekat dengan ku?,kamu itu hanya teman sekelas jangan seperti kamu seperti suaminya atau kekasihnya yang sudah menghabiskan bertahun-tahun dengan Clara.”

Seketika Armand terdiam sejenak, dalam hatinya ingin ia teriak didepan Finn. Dia itu istriku, kami bersama sudah lebih dari mu bocah ingusan. Tapi Armand menahannya, dengan mengepalkan tangannya agar rahasia mereka tidak diketahui oleh siapapun.

Tatapan Armand mengeras. “Aku cuma nggak mau dia salah pilih orang.”

“Lucunya,” balas Finn, nada suaranya tenang tapi tajam, “kata ‘salah’ di kamus kamu artinya cuma ‘bukan aku’.”

Keheningan kembali turun di antara mereka. Hanya terdengar napas berat dan detak jam dinding dari ujung lorong.

Armand menunduk sesaat, lalu mengangkat kepala dengan tatapan menusuk. “Kamu nggak tahu dulu,kalau aku ini adalah cinta pertama nya dan berbulan-bulan ia mengejar aku, memberikan perhatian lebih padaku.Sikap Clara padamu tidak sebanding dia memperlakukan ku, aku hanya tidak mau kamu dijadikan pelarian saja.”

Finn tidak mundur sedikit pun. “Cinta pertama katamu,biasanya cinta pertama itu tidak abadi.Dan kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku, dengan perasaan tulusku Clara akan melupakan cinta pertama nya itu. ”

Kata-kata itu menembus langsung. Sekilas, Armand terdiam. Tapi segera ia memalingkan wajah, tertawa pendek.

“Apakah kau bisa?” ujarnya datar. “Cinta pertama seorang wanita itu lebih kuat, dan emangnya kamu bisa merubah hati Clara dengan mudah?”

Finn menatapnya dengan serius. “Dengar Armand baik-baik,aku tidak perduli kau cinta pertama Clara ataupun kisah masa lalu kalian.Tapi yang jelas sekarang aku adalah masa depan Clara,mengerti!.”

Kata-kata Finn seakan menekan keegoisan Armand, dadanya terasa sesak seakan dia tidak mau menerima kebenaran dari mulut Finn.

Senyum miring Armand perlahan memudar. Ada sesuatu di balik matanya antara marah, sedih, dan kehilangan tapi ia cepat menutupinya dengan sikap dingin.

“Kalau gitu…” katanya pelan, menatap Finn dengan pandangan tajam terakhir sebelum melangkah pergi, “…semoga kamu berhasil.”sambil menepuk pundak Finn sekilas.

Yang dilakukan Armand seakan menantang dirinya, Finn ingin sekali memukul wajah sok Armand tapi ia mencoba menahan bagaimanapun juga Armand adalah pacar Loly temannya.

Langkahnya menjauh, bergema pelan di lorong yang kembali sunyi.

Finn berdiri diam, menatap punggung Armand hingga menghilang di balik tikungan.

Namun jauh di lubuk hatinya, ia tahu ini baru awal dari sesuatu yang jauh lebih rumit.

Hari-hari setelah pertengkaran di lorong itu berjalan dengan suasana yang aneh.

Bukan hanya bagi Armand, tapi juga Clara dan terutama Finn, yang kini seakan berubah jadi versi dirinya yang lain.

Sejak pagi, Finn selalu muncul lebih awal di gerbang sekolah menunggu Clara datang dan kadang menunggu didepan rumahnya untuk berangkat bersama,tapi Clara menolak dengan tegas.

Sekarang Finn hanya bisa menunggunya datang begitu gadis itu melangkah masuk, ia langsung menyambut dengan senyum lebar dan suara yang sedikit terlalu keras.

“Pagi, Clara! Mau aku bawain tas kamu?” katanya dengan nada ceria, cukup keras untuk membuat beberapa siswa menoleh.

Clara yang baru saja sampai bahkan belum sempat menarik napas. “Finn… aku bisa bawa sendiri, kok,” katanya pelan, tapi Finn sudah lebih dulu mengambil tas dari tangannya.

“Ah, nggak apa-apa. Aku kan cowok, masa cuma liatin kamu bawa tas berat sendirian?” Finn terkekeh, memamerkan senyum ramah.

Namun yang tidak luput dari perhatian Armand berdiri tak jauh dari sana, di dekat pohon beringin depan aula, memperhatikan mereka dalam diam.

Tatapan matanya dingin, tapi rahangnya terlihat menegang. Loly berdiri di sebelahnya, sibuk bercerita soal tugas kelompok, tapi Armand sama sekali tidak mendengarkan.

Ia hanya melihat bagaimana Finn menunduk sedikit, menyesuaikan langkah dengan Clara, bahkan menyingkirkan daun kering dari rambut gadis itu.

Clara sendiri, meski berusaha tersenyum, tampak gelisah.

 

Jam istirahat pun datang.

Kantin seperti biasa ramai, tapi kali ini ada pusat perhatian baru.

Finn duduk di meja yang biasanya hanya ditempati Clara dan Ria. Dengan santainya ia membuka kotak bekal, meletakkannya di depan Clara.

“Kamu belum makan, kan? Nih, aku buatin sandwich pagi tadi,” ujarnya.

Ria menatap dengan mata membulat. “Serius kamu buatin sendiri, Finn?”

Finn mengangguk mantap. “Tentu. Clara kan suka yang simple tapi bergizi. Aku inget waktu dia bilang nggak sempat sarapan karena ngerjain tugas.”

Clara menatap sandwich itu, lalu Finn, lalu sekeliling meja yang kini penuh tatapan dari siswa lain.

Wajahnya memanas. “Finn… kamu nggak perlu segitunya. Aku bisa beli makanan sendiri.”

“Tapi ini enak, cobain dulu,” kata Finn santai sambil mendorong piring itu sedikit ke arahnya. “Kalau kamu nggak makan, aku kecewa loh.”

Ria yang duduk di sebelah mereka menutup mulut menahan tawa, setengah gemas, setengah bingung. “Kalian ini… kayak pasangan yang baru jadian banget, deh.”

Clara menunduk, menahan malu sekaligus kesal. “Finn, serius, jangan kayak gini di depan orang.”

Tapi Finn hanya tersenyum. “Kenapa? Bukannya kamu bilang nggak masalah kalau hubungan kita dilihat orang lain?”

Kata-katanya terdengar ringan, tapi Clara tahu betul,itu bukan sekadar kalimat iseng.

Itu seperti pembuktian.

Seolah Finn sengaja menunjukkan sesuatu… kepada seseorang.

Dan benar saja. Dari sudut kantin, Armand duduk di meja lain bersama Loly dan beberapa teman laki-laki.

Namun matanya tak lepas dari arah Clara dan Finn.

Senyum di wajahnya palsu, matanya tajam, dan sendok di tangannya bahkan nyaris bengkok karena genggamannya terlalu kuat.

 

Hari berganti, tapi sikap Finn tidak berubah bahkan semakin menjadi-jadi.

Setiap kali jam pelajaran selesai, ia selalu menawarkan diri untuk menjemput Clara di depan kelas.

Setiap kali pulang, ia beralasan “kebetulan searah” hanya agar bisa berjalan bersamanya sampai gerbang.

Dan setiap kali, di tempat yang berbeda, Armand selalu melihat.

Terkadang dari jauh.

Terkadang hanya lewat pantulan kaca jendela.

Namun yang paling membuat suasana memanas justru bukan tatapan Armand, melainkan ekspresi Clara yang makin hari makin kesal.

Suatu sore, sepulang sekolah, ketika Finn kembali menawarinya tumpangan dengan nada terlalu ceria, Clara akhirnya tidak bisa menahan diri lagi.

“Finn, cukup!” katanya tegas, membuat beberapa siswa di sekitar menoleh.

Finn tertegun, menatapnya bingung. “Kenapa? Aku cuma—”

“Kamu nggak perlu terus-terusan kayak gini,” potong Clara cepat. “Aku tahu kamu perhatian, aku tahu kamu baik, tapi… ini terlalu berlebihan.”

Finn menatapnya lama, matanya sedikit menurun. “Aku cuma mau nunjukin kalau aku serius, Clara.”

Clara menghela napas pelan. “Tapi caramu salah. Perhatian yang terlalu dibuat-buat itu bukan keseriusan. Itu cuma pembuktian yang kamu arahkan ke orang lain, bukan ke aku.”

Finn terdiam. Untuk pertama kalinya, Clara melihat ekspresi itu di wajahnya campuran marah, terluka, dan malu.

Clara menatapnya dalam, lalu menambahkan pelan, “Kalau kamu seperti ini terus,perjanjian kita batal dan aku tidak mau ada hubungan lain dengan mu lagi.”

Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Finn yang berdiri kaku di tempat.

1
Putri Ana
lanjutannya thorrrr 🙏🙏🙏🙏🙏💪🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏
Putri Ana
thorrr lanjuttttt dong.🤭
Putri Ana
lanjutttt thorrr 😭😭😭😭😭😭😭
penasaran bangetttttttt🤭
Putri Ana
bagussss bangettttt
Putri Ana
lanjutttttttttytttttttttt thorrrrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!