Gisva dan Pandu adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Seiring berjalannya waktu, hubungan keduanya semakin merenggang setelah kehadiran seseorang dari masa lalu.
Hingga saatnya Pandu menyadari siapa yang benar-benar dia cintai, tapi semua itu telah terlambat, Gisva telah menikah dengan pria lain.
**
“Gisva maaf, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kecelakaan.”
Pandu hendak berbalik badan, tapi tangannya ditahan Gisva. “Tunggu mas.”
“Apalagi Gis, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kritis.”
“Hiks.. Hiks… Mas kamu tega, kamu mempermalukan aku mas di depan banyak orang.” Gisva menatap sekeliling yang tengah pada penasaran.
“GISVA! sudah aku bilang aku buru-buru. Hari pertunangan kita bisa diulang dihari lain.” Pandu melepaskan tangannya sekaligus membuat Gisva terhuyung dan terjatuh.
“Mass…” Panggil Gisva dengan suara bergetar.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka berdua? baca di bab selanjutnya! 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athariz271, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Garis dua
Beberapa bulan berlalu, hubungan Gisva dan Naresh banyak peningkatan. Merekasemakin harmonis dan juga romantis. Setiap hari terasa seperti bulan madu yang tak pernah berakhir.
Gisva semakin pandai memasak makanan kesukaan Naresh, dan Naresh semakin perhatian di tengah-tengah kesibukannya.
Setelah mengantar suaminya sampai teras rumah, Gisva kembali masuk membantu Sari mengumpulkan piring kotor.
Tapi sudah beberapa hari ini Gisva merasa tidak enak badan. Mual, pusing, dan mudah lelah. Ia mengira hanya masuk angin biasa, Sari menghampirinya sambil membawa teh hangat.
“Mbak Gis kenapa sih gak minta anterin mas Naresh aja ke dokter. Udah beberapa hari Sari perhatikan mbak Gis kaya yang lelah gitu.”
“Aku gak apa-apa kok mbak. Mungkin kecapekan aja atau masuk angin.” jawab Gisva duduk dikursi.
“Apa mau Sari pijitin mbak?” tanyanya ikut duduk menemani.
“Eh, gak usah. Besok juga pasti sembuh kok.” Tolak Gisva merasa tidak enak.
“Tapi mbak, apa mungkin Mbak Gis hamil?” Celetuk Sari membuat Gisva tersedak tehnya.
“Hamil?!” Gisva menatap Sari tak percaya. “Gak lah, kamu ini jangan ngadi-ngadi.”
“Ya,, siapa tau aja mbak. Coba deh iseng-iseng di testpack. Dulu tetangga Sari juga gitu, gak ngerasa hamil. Eh, taunya beneran hamil pas di periksa.” Sari terkekeh.
Gisva terdiam. Ia jadi kepikiran ucapan Sari, ia juga lupa jadwal datang bulannya yang memang tidak teratur. Tapi Gisva tidak pernah curiga sedikit pun, ia selalu berpikir mungkin karena hormonnya sedang tidak seimbang.
“Gimana mbak? Mau Sari belikan?.” tanyanya tak sabaran.
Gisva mengangguk ragu. “Boleh deh, kalau gak ngerepotin.”
“Nggak kok. Sari beli dulu ya, mbak.” Sari langsung berlari senang keluar rumah. Dia terlihat sangat antusias sekali.
Menunggu beberapa saat, Sari kembali dengan membawa kresek hitam berisi testpack. Gisva menerimanya dengan tangan gemetar.
“Nih, Sari belikan tiga sekaligus.” Ucapnya terkekeh sambil memberikannya pada Gisva.
"Makasih ya, Sar." Gisva langsung bangkit, masuk kedalam kamar mandi dekat dapur.
"Sama-sama, Mbak. Semoga hasilnya bagus ya." jawab Sari, dengan tawa lebar.
Gisva bergegas membuka kemasan testpack dan mengikuti semua instruksi yang tertera. Dengan jantung berdebar kencang, ia menunggu hasilnya.
“Apa mungkin aku beneran hamil? Kalau nggak gimana?” Gumamnya harap-harap cemas.
“Apa mas Naresh akan senang, atau malah sebaliknya?” perasaan Gisva tak menentu, ada kebahagiaan dan juga rasa cas yang bercampur.
Beberapa menit kemudian, Gisva melihat dua garis merah yang jelas terpampang di testpack tersebut. Matanya membulat sempurna, ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Positif… aku hamil?" bisik Gisva, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
Ia keluar dari kamar mandi dengan langkah lemas dan menunjukkan testpack itu pada Sari yang sudah menunggunya dengan cemas.
"Garis dua...?" Sari terlihat sangat antusias.
Gisva mengangguk, air matanya semakin deras mengalir. Sari langsung memeluk Gisva erat.
"Selamat ya, Mbak! Aku ikut seneng banget!" ucap Sari merasa terharu.
Gisva membalas pelukan Sari, ia merasa sangat bahagia penuh haru. Ia tak menyangka akan diberikan kepercayaan untuk menjadi seorang ibu.
“Mbak, aku hamil.” Ucap Gisva lagi pada Sari.
“Iya mbak, mas Naresh pasti senang banget dapat kabar ini.” ucap Sari berbinar.
Gisva menggeleng cepat. "Sstt... jangan bilang siapa-siapa dulu ya, ini jadi rahasia kita berdua. Aku pengen kasih tau Mas Naresh sendiri, sebagai kejutan." pinta Gisva.
Sari mengangguk mengerti. "Oke. Siap, Mbak! Sari janji nggak akan bocorin ke siapa-siapa. Aku yakin Mas Naresh pasti seneng banget!" Sari terlihat begitu bahagia.
Gisva tersenyum lebar. "Iya, nanti malam aku kasih tau." ucap Gisva membayangkan wajah bahagia suaminya.
Sari ikut tersenyum senang. Ia tidak sabar melihat reaksi Naresh saat mengetahui kabar bahagia ini.
...****************...
Sore hari Gisva menunggu suaminya pulang, wanita itu duduk dibalkon kamar yang menghadap halaman depan. Tak lama mobil Naresh memasuki garasi, Gisva tersenyum tak sabar ingin memberitahukan kabar gembira ini.
Saat Naresh masuk rumah, Gisva menyambutnya dengan senyum manis dan pelukan hangat. Namun ada yang berbeda dengan pria itu, wajahnya kusut dan terlihat sangat lelah.
“Mas, capek ya?”
Naresh mengangguk lesu, lalu mencium kening Gisva sekilas. "Iya, Sayang. Di kantor banyak banget masalah." jawab Naresh lesu.
Gisva merasa iba melihat suaminya yang tampak begitu lelah. Ia menggandeng tangan Naresh menuju sofa di ruang keluarga.
"Sini, Mas. Duduk dulu. Aku buatin teh hangat ya." ucap Gisva,
Naresh menurut dan duduk di sofa. Gisva bergegas menuju dapur untuk membuatkan teh hangat untuk suaminya.
Saat Gisva kembali, ia melihat Naresh sudah tertidur pulas di sofa. Gisva meletakkan teh hangat di atas meja, lalu duduk di sampingnya.
Gisva memutuskan untuk tidak memberitahukan kabar kehamilannya kepada Naresh malam ini. Ia tidak ingin membebani suaminya dengan masalah yang sedang ia hadapi di kantor. Ia akan menunggu waktu yang tepat untuk memberitahukan kabar bahagia ini.
Bersambung…
Happy reading. 🥰🥰🥰🥰🥰