Menjadi seorang koki disebuah restoran ternama di kotanya, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Ayra. Dia bisa dikenal banyak orang karena keahliannya dalam mengolah masakan.
Akan tetapi kesuksesan karirnya berbanding terbalik dengan kehidupan aslinya yang begitu menyedihkan. Ia selalu dimanfaatkan oleh suami dan mertuanya. Mereka menjadikan Ayra sebagai tulang punggung untuk menghidupi keluarganya.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seorang pria kaya raya bernama Daniel yang terkenal dingin dan kejam. Ayra dipaksa menjadi koki pribadi Daniel dan harus memenuhi selera makan Daniel. Ia dituntut untuk membuat menu masakan yang dapat menggugah selera Daniel. Jika makanan itu tidak enak atau tidak disukai Daniel, maka Ayra akan mendapatkan hukuman.
Bagaimana kah kisah Ayra selanjutnya?
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu_ Melani_sunja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayra demam
Selama perjalanan, Ayra hanya banyak diam tak seperti biasanya. Ia merasa sedih membayangkan bagaimana Maya dan anaknya di dalam rumah itu.
"Kenapa mereka mudah sekali menghabisi nyawa seseorang, apa mereka semua sudah kebal hukum? karena mereka kaya, mereka jadi berbuat semaunya sendiri," batin Ayra, menatap Bram dari belakang, lalu membuang pandangannya ke arah lain.
Sesekali Bram memperhatikan Ayra dari kaca spion bagian depan.
"Bram...! Apa sudah ada kabar selanjutnya?" tanya Daniel tiba-tiba.
"Sudah tuan, tapi aku sedikit ragu tentang kabar ini."
"Ada apa?"
"Tuan Steven meminta tuan untuk datang dan bersedia menandatangani serah terima perusahaan besok."
"Itu hanya triknya saja. Aku tak butuh tanda tangannya, karena aku akan langsung mengirimnya ke penjara, biar dia membusuk di sana."
"Lalu, hari ini kita akan pergi ke mana tuan?"
"Cari tempat penginapan yang sepi dan luas, bila perlu sewa seluruh lokasinya."
"Baik tuan."
***
Steven mulai kalang kabut, perusahaannya menurun drastis, belum lagi urusannya dengan kepolisian.
Hal itu membuatnya terpaksa harus pergi dari rumah dan bersembunyi mencari tempat untuk berlindung.
Sementara Daniel dan Bram terus menekan Rayyan untuk mengakuinya, awalnya ia tetap bersikukuh tidak mau mengakui perbuatannya. Tapi ketika ibu dan adiknya berhasil di bawa dihadapannya, akhirnya ia mau mengakui seluruh perbuatannya 3 tahun lalu.
Tak mau menunggu lama, Bram memanfaatkan kesempatan itu, ia bawa Rayyan ke kantor polisi dan menjebloskannya ke penjara bersama ibu dan adiknya karena dianggap membantu perbuatan Rayyan.
Setelah Rayyan berhasil mendekam di penjara, dan kasus kecelakaan itu dibuka kembali. Steven dan Rinda ikut terseret dan menjadi pencarian polisi.
Steven kabur entah kemana, sementara Rinda sampai sekarang tak terdengar kabarnya. Kemungkinan ia ikut bersembunyi bersama Steven.
Setelah Steven pergi dari rumah dan semua aset milik Arum kembali ke tangan Daniel, ia membawa Ayra pulang ke rumah mewahnya.
Dan sesuai janji yang telah ia ucapkan pada Bram, ia memberikan Bram hadiah yang begitu fantastis. Namun Bram menolaknya karena ia merasa tugasnya belum selesai, karena Steven belum berhasil ditemukan sampai sekarang.
"Biarkan itu menjadi urusan polisi Bram, kamu tidak perlu susah payah mengeluarkan tenaga mu untuk mencarinya. Masih ada tugas yang lebih penting lagi, kamu harus membantu ku mengurus semua perusahaan."
"Tenang tuan, aku pasti akan membantu tuan, tapi urusan tuan Steven dan nyonya Rinda masih tetap menjadi urusan ku."
"Terserah kamu sajalah. Ngomong-ngomong kemana koki pribadi ku? Aku tidak melihatnya dari pagi, aku hanya menikmati masakannya saja?!"
"Aku juga belum melihatnya tuan, mungkin Ayra sedang sedang di dapur. Sepertinya sejak kejadian di rumah ku, dia menjadi banyak diam. Bahkan aku belum pernah berbicara dengannya sejak itu."
"Iya kamu benar, dia memang menjadi aneh, aku tak suka dia seperti itu..."
"Biar nanti aku yang bicara dengannya tuan!"
"Ya, bicaralah! Dia kan paling bisa luluh jika dengan mu!"
Bram tersenyum, lalu pergi meninggalkan Daniel dan melenggang ke dapur.
Sesampainya di dapur, ia hanya melihat koki dan pelayan lain yang sedang berkutat di dapur.
"Kemana Ayra?" tanya Bram pada salah satu pelayan di dapur.
"Oh, mbak Ayra sepertinya tidak enak badan tuan Bram, tadi dia meminta izin untuk beristirahat di kamar," jawabnya.
"Apa?? Ayra sakit?" Bram langsung berlari ke kamar Ayra.
Sesampainya di kamar Ayra, Bram merasa sedikit ragu ingin mengetuk pintunya. Ia tahu Ayra masih marah padanya, makanya ia sungkan untuk mengetuk pintu.
Ia nampak kebingungan di depan pintu kamar Ayra, ia mondar mandir kesana kemari seperti sebuah setrika.
"Huuhh...! Aku akan mengetuknya saja!" ucapnya sambil bersiap untuk mengetuk pintu.
Saat bersamaan, Ayra membuka pintu, membuat mereka berdua sama sama terkejut.
Bram segera menarik tangan kebelakang punggung, ia mengulas senyum pada Ayra, namun Ayra justru membuang wajah dan berlalu meninggalkan Bram.
Bram mengejarnya lalu menarik lengannya, ia tempelkan tangannya ke kening Ayra.
"Lepasin...! Aku mau bekerja, jangan ganggu!" ucap Ayra.
"Kamu demam, sebaiknya kamu beristirahat!"
"Bukan urusan mu!"
"Ay...! Kalau tuan Daniel tahu kamu bekerja dalam keadaan sakit, dia pasti akan marah. Sebaiknya kamu beristirahat, akan ku panggilkan dokter," kata Bram sambil menarik paksa lengan Ayra.
"Aku bisa jalan sendiri!" tolak Ayra.
"Ayolah Ayra...! Jangan marah lagi, aku tahu aku salah, tapi kamu tidak tahu betapa banyak kesalahan yang telah Maya lakukan."
Ayra hanya diam.
"Aku janji aku tidak akan seperti itu lagi!"
Ayra masih tetap tidak menghiraukannya, ia berjalan kembali ke kamar, diikuti Bram dibelakangnya.
"Ngapain kamu ikut? Sudah sana keluar!" ucap Ayra sambil mendorong tubuh Bram.
"Maafin aku dulu, dan aku akan keluar kamar untuk memanggilkan dokter!"
"Heem..."
Bram menatapnya lebih dekat lalu tersenyum.
"Udah sana...!" Ayra mendorong tubuh Bram sampai ke depan pintu lalu menutupnya.
Bram mengulas senyum, pergi dari kamar Ayra untuk menghubungi dokter.
Setelah beberapa saat, dokter datang lalu memeriksa Ayra di kamar.
"Sakit atau pura pura sakit kamu?!"celetuk Daniel yang ikut menengok Ayra di kamar.
Ayra hanya meliriknya, tak berniat sedikit pun menjawab ucapan Daniel.
Dokter yang telah selesai memeriksa, langsung menuliskan resep.
"Dia hanya mengalami kelelahan, ini saya tulis beberapa resep obat dan vitamin, tolong nanti ditebus ya tuan!" kata dokter itu sambil memberikan resep itu pada Daniel.
Daniel membaca sekilas lalu beralih memberikannya pada Bram.
"Pantas saja kamu kerjanya kurang pas hari ini, diminum semua obat itu! Biar kamu kembali fit dan bekerja dengan benar!" ucap Daniel seraya berdiri.
Ayra hanya mendengus kesal sambil memalingkan wajahnya.
Daniel meliriknya sekilas, lalu keluar dari kamar Ayra, disusul oleh dokter itu dibelakangnya.
"Kamu tunggu disini ya, istirahat. Aku akan tebus obat ke apotik untuk mu," kata Bram seraya membungkuk menatap Ayra yang masih terbaring.
Ayra hanya mengangguk.
Bram pergi, tinggallah Ayra sendiri di dalam kamar. Sementara di dapur para pelayan dan koki lainnya sedang kebingungan, karena tak tahu harus berbuat apa. Mereka tahu kalau Daniel pasti tidak mau makan masakan mereka siang ini, karena itu bukan masakan Ayra.
Benar saja, ketika menjelang makan siang, Daniel tak mau menyentuh makanan itu sama sekali, bahkan ia memarahi koki lainnya, saat memaksanya untuk makan. Padahal sebelumnya, Ayra telah menyiapkan semua bahan sekaligus bumbunya. Koki lain hanya tinggal memasaknya saja. Tapi Daniel tetap tidak mau menyantapnya.
Ayra yang sedang beristirahat, merasa terganggu mendengar keributan kecil di luar. Ia bangun lalu mengintip dari pintu kamarnya.
"Ckk...! Nyusahin banget sih dia, repot banget! Kalau begini caranya mending aku kerja di restoran saja, lebih damai dan bebas, meskipun gajinya sedikit!" gumammya.
Akhirnya, terpaksa Ayra pergi ke dapur untuk memasak ulang masakan yang telah dimasak koki lain, meskipun badannya masih demam.
Daniel menatapnya dari ruangan yang lain, tersenyum sekilas memperhatikan langkah Ayra penuh kesal.
Tak lama, Bram datang membawa beberapa obat dan vitamin untuk Ayra, ia berlari menuju kamar Ayra dan terkejut karena tak mendapati Ayra di sana.
Ia bergegas ke dapur, dan melihat Ayra sedang memasak sambil menggunakan masker.
"Ay...!! Kenapa kamu masak? Kamu masih sakit," kata Daniel sambil menarik lengan Ayra perlahan.
Para koki dan pelayan lainnya hanya berdiri dan diam sambil menunduk.
Ayra tidak langsung menjawab, ia menatap Daniel dari kejauhan dengan tatapan tajam. Sementara Daniel hanya tersenyum senyum dari meja kerjanya, berpura pura tak memperhatikan Ayra.
"Ay...!" panggil Bram lagi.
Ayra menoleh, lalu menjawab," Kamu tanya tuan mu itu!"
"Apa pernah dia tidak merepotkan ku?! katamu dia tidak suka melihat ku bekerja dalam keadaan sakit? tapi kenyataannya, meskipun tahu aku sakit, dia tetap tidak mau makan selain masakan ku, menyebalkan!!" imbuh Ayra sambil melirik tajam pada Daniel yang pura pura sibuk dengan berkasnya.
Bram ikut menoleh menatap Daniel. Menghela nafas lalu menarik bahu Ayra perlahan.
"Aku bantu kamu ya...!" tawarnya.