Nabila Fatma Abdillah yang baru saja kehilangan bayinya, mendapat kekerasan fisik dari suaminya, Aryo. Pasalnya, bayi mereka meninggal di rumah sakit dan Aryo tidak punya uang untuk menembusnya. Untung saja Muhamad Hextor Ibarez datang menolong.
Hextor bersedia menolong dengan syarat, Nabila mau jadi ibu ASI bagi anak semata wayangnya, Enzo, yang masih bayi karena kehilangan ibunya akibat kecelakaan. Baby Enzo hanya ingin ASI eksklusif.
Namun ternyata, Hextor bukanlah orang biasa. Selain miliarder, ia juga seorang mafia yang sengaja menyembunyikan identitasnya. Istrinya pun meninggal bukan karena kecelakaan biasa.
Berawal dari saling menyembuhkan luka akibat kehilangan orang tercinta, mereka kian dekat satu sama lain. Akankah cinta terlarang tumbuh di antara Nabila yang penyayang dengan Hextor, mafia mesum sekaligus pria tampan penuh pesona ini? Lalu, siapakah dalang di balik pembunuhan istri Hextor, yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Klinik
"Nah, karena itu aku menyarankan Ibu jangan ikut campur urusan ini. Hextor mungkin tidak cocok untuknya." Hugo dengan gemas mencubit dagu istrinya.
"Aku bisa memperingatkan Hextor agar berhenti mabuk-mabukan karena di agama juga dilarang."
Hugo menghela napas. "Mungkin sudah nasib Nabila dikelilingi orang keras seperti itu."
"Kan suami Nabila hanya seorang pengangguran? Cuma selingkuhnya itu ...."
"Suami Nabila tak jauh beda dengan ayahnya. Suka melakukan kekerasan pada istrinya."
"Ah, yang benar, Ayah!?" Kembali Herlina terkejut.
"Iya. Coba baca lagi file-nya dengan benar." Hugo mengambil kopi miliknya dan meneguknya sedikit.
Herlina membaca sampai habis file itu dan kemudian mengangkat kepalanya dengan pandangan kaget. "Sebenarnya Nabila itu cocok sekali kalo melihat background-nya untuk jadi menantu kita. Hidupnya penuh dengan kekerasan. Bedanya, Hextor bisa melindungi Nabila, bukan merusaknya."
"Nah, ini yang aku tidak suka darimu, Bu. Jangan ikut campur masalah jodoh dengan anak-anak. Biarkan mereka sendiri yang menentukan, ingin hidup seperti apa nantinya."
Herlina langsung cemberut. "Tapi tugas orang tua juga mengarahkan mereka ke jalan yang benar 'kan, Yah. Aku bersyukur jodoh Hextor dengan Helena berakhir walaupun dengan cara yang sangat tragis, tapi aku berharap dia menikah lagi dan berjodoh dengan Nabila. Nabila 'kan suaminya selingkuh, untuk apa dipertahankan? Kamu bisa 'kan ...."
Hugo mengangkat telunjuk dan menggoyang-goyangkannya. "Tidak ya. Aku ingin pensiun soal ini. Sekali aku melakukan itu, ceritanya akan panjang dan sekarang aku hanya ingin hidup tenang bersamamu."
"Hugo ...." Herlina menghentakkan tubuhnya di kursi seperti anak kecil berusaha protes, tapi suaminya dengan lembut memeluk istrinya dan mengucapkan kata-kata yang menenangkan.
"Udah, ya. Anak-anak kita sudah dewasa, Sayang. Mereka sudah bisa mengurus dirinya sendiri jadi biarkan mereka menjalani kehidupannya tanpa kita perlu mengurusnya. Ok?" Hugo mendekatkan wajahnya dengan pandangan lembut pada istrinya.
Herlina masih ingin protes tapi tak mampu bicara. Akhirnya tetap merengut dalam dekapan suaminya.
***
Enzo memeluk tubuh Nabila. Wajahnya tampak letih sehabis menangis keras-keras karena habis dissuntik.
Hextor hanya tersenyum menatap wajah si kecil dan mencolek lengannya dengan jahil. "Masa anak Papa cengeng dissuntik gitu aja, mmh?"
Enzo seperti tahu sedang diledek hingga menyembunyikan wajahnya di tubuh Nabila sambil merengut.
Nabila pun juga tersenyum lebar. "Enzo kuat ya." Ia mengusap kepala bayi itu dengan lembut sambil menguatkan hati si kecil.
"Ayo, sini anak Papa. Katanya kuat?" Hextor mengulurkan tangan.
Namun, Enzo tak kunjung menengok. Ia tetap memeluk tubuh Nabila.
"Oh, gitu yaa ... maunya sama Mbaknya aja ya. Biar Mbaknya papa yang ambil ah!" Goda Hextor yang tiba-tiba memeluk pinggang Nabila.
Tentu saja Nabila kaget. "Pak!"
Enzo malah menoleh karena tubuhnya ikut dipeluk sang ayah. Ia malah terkekeh.
Ini membuat Hextor tak peduli protes Nabila. Ia melepas tapi kembali memeluk Nabila. Bayi itu terkekeh dengan bercandaan sang ayah. Nabila sampai bingung harus tetap protes atau ikut larut dalam kegembiraan anak dan ayah ini.
"Ambil ya."
Enzo lagi-lagi terkekeh melihatnya. Lalu, tiba-tiba Hextor mengambil bayi dari dalam kain gendongan Nabila dan kemudian menggendongnya. "Nah, 'kan pintar anak papa, udah ngak nangis lagi."
Enzo mulai berdamai dengan sang ayah dengan menerima digendong olehnya.
"Yuk, sekarang kita pulang." Pria tampan itu menarik punggung Nabila agar mengikutinya. "Uh, anak papa sudah mulai berat ya sekarang. Pantas saja Mbak Nabila bawa kamu pakai kain gendongan." Ia mencubit lembut dagu Enzo.
Saat masuk ke mobil, Hextor memilih duduk di belakang.
Kembali Nabila heran. Ia yang sudah memasukkan kepala ke dalam mobil, menatap ke arah pria yang sudah duduk di dalam. "Pak!"
"Apa?" Hextor menoleh sekilas dan sibuk bercanda dengan Enzo. "Masuklah, Nabila. Kita mau pulang." Kembali pria itu menatap Nabila.
"Tapi Bapak 'kan biasanya duduk di depan?"
"Oh, sudahlah, Nabila. Masuk saja. Aku mau buru-buru ke tempat kerja, ini."
Ingin rasanya memperpanjang protesnya, tapi mendengar majikannya tengah terburu-buru, terpaksa ia masuk. Mobil pun langsung bergerak ke luar area klinik.
"Nanti aku turunkan kamu di rumah, tapi aku langsung pergi." Hextor menyerahkan Enzo pada Nabila.
"Iya, Pak." Rasanya sungkan, tapi melihat Hextor tak peduli, makanya Nabila mau masuk.
Benar saja, setelah mengantar dirinya dan Enzo, mobil pun pergi mengantar Hextor ke kantor. Nabila kemudian masuk membawa Enzo yang sudah mengantuk.
***
Hextor baru saja pulang, ketika ponselnya berdering. Ia mengerut dahi melihat nama orang yang meneleponnya. "Nabila, kenapa?"
"Enzo demam. Bagaimana ini." Terdengar suara cemas wanita itu.
"Kan dokternya sudah bilang tadi. Efeknya mungkin demam," sahut Hextor lagi.
"Tapi dia dari tadi gelisah."
"Ya mungkin dia merasa gak nyaman."
"Tapi aku takut nanti demamnya gak turun-turun, gimana?" Nabila makin tak tenang.
"Nabila, aku di bawah. Sebentar, aku naik ke atas." Hextor mempercepat langkahnya menaiki tangga. Sampai di depan pintu kamar Enzo, pria indo itu segera masuk.
Nabila tampak hilir mudik di depan boks bayi dan terkejut melihat Hextor masuk. Terdengar Enzo yang sedang merengek.
Hextor bergegas mendekati boks bayi Enzo. Bayi itu nampak gelisah. Pria itu kemudian mencari sesuatu di laci rak dan menemukan benda pipih kecil yang diselipkan di ketiak Enzo. Ia juga menyentuh dahi anaknya. "Rasanya masih normal. Tidak terlalu hangat."
"Tapi aku takut dia kejang-kejang, Pak." Nabila yang gelisah, tak dapat menyatukan jemarinya dengan benar.
Hextor melirik Nabila. Tidak biasanya wanita itu punya rasa cemas yang berlebihan seperti ini. Pria itu sendiri bingung memutuskan. Setelah beberapa detik ia mengeluarkan benda pipih kecil itu dari ketiak Enzo dan melihat hasilnya. "Ini demamnya masih normal 37, 5 derajat Celcius."
"Tapi, bagaimana kalau kejang? Aku takut nanti seperti anakku, Haris yang sudah tidak bisa ditolong lagi. Bagaimana ini?" Kedua mata Nabila berkaca-kaca.
Hextor pun jadi tak bisa berpikir jernih. "Ya sudah, kita bawa saja lagi ke klinik." Ia menggendong si kecil dan Nabila membawa kain gendongannya.
Di klinik, Enzo kembali diperiksa. "Suhu badannya tidak masalah. Anaknya baru hari ini demam, 'kan?" sahut dokter wanita yang memeriksa Enzo.
"Tapi aku takut dia kejang, dok." Nabila masih dengan raut cemas.
"Kejang itu kalau panasnya melebihi normal. Enzo hanya demam biasa. Mungkin bisa dikompres dan jangan pakai baju terlalu tebal ya."
"Tapi, aku takut Enzo seperti Haris, dok."
Dokter itu mengerut dahi dan melirik Hextor. "Apa dia punya trauma dengan bayi, sebelumnya?"
Hextor melirik Nabila. "Iya, dok. Sebelumnya dia pernah punya bayi yang kemudian meninggal. Namanya Haris." Terang Hextor.
Dokter ber-oh panjang tanpa suara. "Sebenarnya bayi ini hanya demam biasa, tapi kalau tidak turun juga setelah 24 jam, bisa dibawa lagi ke sini. Karena divaksin, Saya tidak bisa memberikan obat. Hanya bila bayinya haus, tolong diberi sussu saja. Kalau Bapak khawatir mungkin lebih baik Bapak sewa suster untuk mendamping ibunya selama bayinya demam."
"Begitu ya, dok?"
"Iya."
"Apa bisa Saya sewa dari klinik ini?"
"Coba tanya dibagian administrasi ya, Pak. Mungkin ada suster yang mau disewa harian."
"Ok, terima kasih, dok."
Bersambung ....
❤❤❤❤❤
kalo suka bilang aja...
keburu diambil sergi..