Tak ku sangka kawah gunung itu menyatu kan garam lautan dan asam pegunungan,lampu kuning penanda kehidupan ternyata jalan ku menemui dia sebagai teman sehidup semati ku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ys Simarmata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepian adalah ketenangan
Sisi baik dari masalah ini ialah aku harus bersyukur atas apa yang ku punya, disini
aku paham akan dimana salah ku dalam
menyikapi berkat Tuhan, salah satunya ia
hadiahkan si kecil untuk ku sadar di dunia
ini tidak ada yang suci tidak ada yang sendiri
tidak ada yang kekal, dan tidak ada yang bisa
mengatur lebih dari Tuhan.
Ah sebenarnya aku ingin sekali merawat
mu tapi aku tak tau cara terbaik untuk menyambut kedatangan mu, datang
dan jadilah guru untuk kehidupan ku.
[Aku butuh alamat kost kamu, setidaknya jangan halangi kasih sayang ku untuk si kecil.
Aku janji gak ganggu ketenangan mu, aku hanya butuh kepastian tempat mu sekarang.] Sagam mengirim pesan 3 jam lalu, ah aku terlalu larut dalam kesepian, ku kirim detail alamat ini, sejauh ini aku ingin ada aksi dari Sagam— Bukan sekedar aksi tapi benar-benar aspirasi nyata dari hatinya untuk kami, aku juga ingin rasanya dicintai oleh laki-laki yang berjabatan suami ku itu.
Ku tarik selimut, melipat tangan berserah untuk diberi nafas, semoga ada nafas baru atau cukup untuk malam ini. Dalam doa ku bawa segala perkara yang terjadi, sakit dan
keputusasaan ku cukup Tuhan lah yang mendengar dan menghakimi, aku lelah
Tuhan tapi aku masih berharap kau ketuk
hati Sagam untuk mencintai ku layaknya seorang istri.
Sepotong roti untuk malam ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sudah sebulan Penuh aku dan Sagam berpisah, tidak ada pertemuan hanya
obrolan singkat via chat yang selalu
terkesan padat dan singkat, bayi ini
kian menonjol, mungkin usianya sudah ada
dua bulan, wajar sih perut ku sudah kelihatan lebarnya. Untuk anak pertama ia tidak terlalu rewel jauh dari ayahnya, mungkin ia sudah sadar keadaan makanya tidak banyak menuntut. Bahkan tuntutan pekerjaan yang kian menumpuk tidak membuat nya gentar untuk tetap bersama ku, memang lebih banyak darah Adriana dalam tubuhnya.
POV-Sagam
Ah pukul satu malam masih terlalu cepat untuk kembali ke asrama, aku mendapatkan perhentian transit pasar Senen, sebenarnya dekat untuk kembali ke rumah apalagi ini hari Sabtu besok adalah jadwal ku untuk libur, tapi Adriana tidak dirumah segan rasanya untuk pulang ke rumah itu. Makanya aku milih untuk tinggal di asrama aja ketimbang pulang kerumah beberapa lama ini, malam ini singgah ketempat makan yang terbilang seperti warung Madura, 24 jam non-stop berjualan, mereka melayani ku dengan sungguh. Ku pesan pecal lele dengan nasi uduk, menu langganan penutup hari.
Sesampainya nasi ku menyentuh meja, seorang wanita hamil besar datang membeli makanan, katanya sih ngidam. Dari obrolan yang ku dengar suaminya tidak bisa mengantar kan ia membeli keinginan nya karena mengeluh capek kerja, bahkan hampir melakukan kdrt perkara hanya mengantarkan beberapa meter dari rumah saja. Sungguh persetan! Eh tapi apa bedanya aku, aku juga secara halus memberikan ruang kesepian untuk Adriana dan si kecil. Bahkan aku tidak mencari mereka setelah alamat kost Adriana ku dapat. Aku menyesal menyia-nyiakan Adriana, mungkin Lily bukan jodoh terbaik untuk ku, bahkan sejauh perjuangan ku lakukan kenapa rintangan besar selalu memisahkan kami.
Kalau di nilai secara logika kurang beruntung apa aku mendapatkan Adriana, Adriana cantik, pintar, wanita karir dan ya jangan ditanya keperdulian nya diatas rata-rata.
Setidaknya kata cinta tak bisa ku beri keperdulian ku sebagai suami harus ada untuk dia, aku enggak mau si kecil menjadi broken home diatas kemampuan kami mendukung ia menjadi yang terbaik.
Makan ini sungguh nikmat rasanya, kembali ke mobil dan ya. Teman-teman kost sudah pada tertidur. Ku ambil handphone untuk mengajak Adriana jalan besok, mumpung waktu kami libur bersamaan.Mungkin ia sudah tidur,pesan ku tidak berbalas sama sekali, ya sudahlah.
Detik mataku menjadi menggelap dalam tidur ku, Adriana datang membangunkan ku. Ia berlari ke dalam kamar, sedang marah dengan air mata berbalut gaun putih,
bibi 1 dan 2 mengejarnya. Mungkin
mereka panik sehingga tidak melihat
ku, sangat kuat suara Adriana seperti
putus asa, disana aku ingat kalau jendela kamar Adriana ada tangga yang bisa dilalui aku mengambil jalan itu untuk melihat apa yang terjadi, betapa terkejutnya aku melihat Adriana meneguk banyak sekali racun, baju itu terkena cairan merah. Dalam pelukan ku Adriana masih menyuarakan amarahnya.
"Ini akibat nya kalau kamu lebih memilih mereka, aku capek Sagam! Jangan sesali Sagam, biarkan aku beristirahat dengan tenang." Aku langsung mengangkat Adriana, tapi disitu Bibi 1 dan 2 seolah-olah ingin memisahkan ku dengan Adriana, aku berlari mengejar mereka berdua membopong Adriana, sampai pukulan seseorang membangunkan ku, ya teman ku juga bermimpi ternyata, ia mimpi kalau istrinya selingkuh dan pukulan itu niatnya untuk laki-laki dalam mimpinya tapi malah mengenai aku, aku sedikit berat ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Mungkin bibi sudah bangun, coba ku telepon.
"Halo bik," dering berujung panggilan telepon dengan Bibi 1, ia sepertinya terbangun mendengar suara ritonge panggilan telepon.
"Kenapa pak, ada hal genting makanya nelepon sepagi ini." Katanya ingin tahu.
"Adriana dirumah?" Ia hening sejenak kemudian berlanjut "Iya, baru kemarin malam pulangnya, katanya sih lagi demam. Udah dua hari ini demamnya gak turun, jam 10 an minta di lap sama saya... Bapak dimana? Kok ikut gak pulang-pulang."
"Saya sekarang kerjanya jauh bik, ya udah saya pulang ya bik. Tolong rawat Adriana."
"Iya pak." Benar-benar di luar nalar, Adriana demam sudah dua hari ini kenapa gak kasih kabar, segitu independen nya kah wanita itu.
Ah apa di beli sepagi ini untuk dia gak mungkin kan datang dengan tangan kosong saja. Apa bubur ayam sudah buka jam segini, mudah-mudahan masuk perumahan nanti sudah ada.
Tidak terlalu terburu-buru aku melajukan roda kendaraan, menemui ia yang sedang tidak berdaya saat ini. Semoga kedatangan ku diterima dengan baik olehnya.
Pukul 6 kurang 15 menitan, memasuki perumahan dan mendapati apa yang ku tuju sebelum menemui Adriana, aku masuk karena pintu rumah sudah terbuka. Dalam kebisuan para bibi menatapku, aku tersenyum dan sekedar menyapa mereka.
Mengambil mangkuk dan segelas air hangat untuk Adriana, ketukan ku tidak mendapat jawaban. Kamar gelap menunjukkan seorang wanita tertutup selimut, dalam gigilan nya buka jendela kamar. Ia terbangun bukan karena cahaya redup melainkan karena suara kaki ku yang berat. Aku diam berdiri dihadapannya dekat dengan jendela menuju balkon. Ia berbalik badan, melanjutkan tidurnya.
"Eh," ku tepuk pipinya lembut, mata tertutup dan terbuka menyadarkan ku betapa lemah nya wanita kuat itu, aku juga sih yang buat dia begini. Ia tak sanggup bangun, dalam pelukan ku, ku buat ia posisi setengah duduk, wajah nya pucat dan badannya amat panas.
"Kamu pulang?" Pertanyaan singkat darinya seolah tusukan atas kenyataan, oh masih ada hati aku melihat dia seperti ini. Aku juga salah dalam menyikapi Adriana.