NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Kultivator Terkuat

Reinkarnasi Kultivator Terkuat

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Romansa Fantasi / Kultivasi Modern
Popularitas:18.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wibuu Sejatii

Yuan Sheng, kultivator terkuat yang pernah ada, bosan dengan puncak kesuksesan yang hampa. Tak ada tantangan, tak ada saingan. Kehidupannya yang abadi terasa seperti penjara emas. Maka, ia memilih jalan yang tak terduga: reinkarnasi, bukan ke dunia kultivasi yang familiar, melainkan ke Bumi, dunia modern yang penuh misteri dan tantangan tak terduga! Saksikan petualangan epik Yuan Sheng saat ia memulai perjalanan baru, menukar pedang dan jubahnya dengan teknologi dan dinamika kehidupan manusia. Mampukah ia menaklukkan dunia yang sama sekali berbeda ini? Kejutan demi kejutan menanti dalam kisah penuh aksi, intrik, dan transformasi luar biasa ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wibuu Sejatii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4.5 : Hadiah Untuk Keluarga

Ayah Wu Yuan, Wu Wangai, yang melihat istrinya masuk bersama Wu Yuan menjadi heran karena dia melihat wajah istrinya sedikit pucat dan jalannya dipapah oleh Wu Yuan. Ia tampak khawatir.

“Yuan’er, apa yang terjadi dengan Ibumu?” tanya Wu Wangai, suaranya penuh kekhawatiran.

“Ah, tidak apa-apa, Ayah. Mungkin Ibu kecapean seharian kerja. Nanti juga sehat. Oh iya, Niang’er, kenapa tidak menghidangkan teh kepada Kak Cing Hau?” Wu Yuan bertanya heran karena adiknya, Wu Feniang, ikut duduk bersama Ayah mereka dan ngobrol dengan Cing Hau. Ia merasa sedikit aneh.

“Ehh, iya, aku lupa… Hehehe,” jawab Wu Feniang, tersenyum malu. Ia tampak sedikit canggung.

Cing Hau merasa tidak enak karena dianggap tamu oleh Wu Yuan. Ia merasa sedikit tidak nyaman.

“Kak Wu Yuan, kamu jangan menganggapku tamu dong? Aku juga termasuk keluarga kalian,” kata Cing Hau kepada Wu Yuan, seolah-olah dia adalah anggota keluarga Wu. Hal ini membuat Wu Yuan mengerutkan dahinya. Ia merasa sedikit terkejut.

“Huh… Sejak kapan kamu ingin menjadi anggota keluargaku?” tanya Wu Yuan, dengan nada sedikit menggoda.

“Hehehe… Sejak kamu bersedia menerimaku sebagai pengikutmu, hehehe,” jawab Cing Hau, tersenyum lebar. Ia merasa sangat senang dan bersyukur.

“Sialan! Biarpun kamu mengikutiku, kamu juga adalah keluarga Cing di Kota Fongkai,” kata Wu Yuan, pura-pura marah. Sebenarnya, ia juga senang karena Cing Hau tidak meremehkan keluarganya karena miskin. Apalagi rumah Wu Yuan yang terlihat sangat sederhana dan terbuat dari kayu semuanya, sehingga terkesan rumah orang miskin bagi penduduk Kota Fongkai.

“Hehehe…” Cing Hau hanya bisa nyengir dan tersenyum saja. Sementara itu, Ayah Wu Yuan mendekati istrinya dan merangkulnya. Ia ingin menghibur istrinya yang tampak lelah.

“Kak Cing Hau, ini tehmu. Minumlah,” kata Wu Feniang, menghidangkan teh kepada Cing Hau.

“Wah… Terima kasih, Adik Feniang,” jawab Cing Hau, tersenyum ramah.

Cing Hau juga tidak datang dengan tangan kosong. Ia membelikan beberapa buah-buahan dan juga beberapa makanan lainnya untuk keluarga Wu Yuan. Ia ingin menunjukkan rasa hormat dan terima kasihnya.

“Niang’er, berikan Ibumu minum teh itu sedikit. Sepertinya Ibu terlalu lelah hari ini,” kata Wu Wangai kepada Wu Feniang.

Setelah beberapa saat meminum teh, akhirnya Ibu Wu Yuan telah bisa menenangkan diri. Ia menatap Wu Yuan dan masih seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan Wu Yuan, namun melihat kenyataan yang ada, akhirnya ia sedikit percaya.

“Sekarang lebih baik aku dan Niang’er memasak di dapur karena sayur dan nasi kita tidak cukup. Lagi pula, Yuan’er membeli banyak daging, sekalian saya akan memasak dagingnya,” kata Ibu Wu Yuan, mengusulkan untuk memasak.

“Horeee… Hehe, malam ini kita makan daging,” Wu Feniang merasa sangat senang karena biasanya mereka sangat jarang makan daging karena ibunya ingin berhemat dalam hal pengeluaran uang bulanan.

“Ayah, Ibu, dan Niang’er, ini ada tiga ponsel yang tadi sore kubelikan di Kota Fongkai. Pilihlah. Ini untuk kalian bertiga,” kata Wu Yuan, memberikan tiga ponsel kepada keluarganya. Ia ingin memberikan hadiah spesial kepada keluarganya.

“Waaahhh… Aku boleh memilikinya, Kak?” Wu Feniang tampak sangat senang.

“Hehehe… Tentu saja. Kamu pilihlah warnanya,” jawab Wu Yuan.

Ayah dan Ibu Wu Yuan tampak bengong, namun Ibu Wu Yuan sepertinya telah mengetahui bahwa saat ini Wu Yuan telah memiliki banyak uang, jadi ia hanya sejenak tertegun. Berbeda dengan Ayah Wu Yuan, Wu Wangai; ia tertegun agak lama karena ia telah lama tidak melihat ponsel sejenis yang ada di depannya ini. Ia merasa sangat terkejut.

“Ayah… Ambillah ponsel ini. Ketiga ponsel ini masing-masing telah kuisi pulsa sebanyak seratus ribu Yuan,” kata Wu Yuan kepada ayahnya.

“Ehhh… Apaaa… Seratus ribu Yuan…!! Yuan’er… Kenapa kamu sangat boros? Sejak kapan kamu memiliki uang sebegitu banyaknya?” Ayah Wu Yuan sangat terkejut dan sedikit marah. Namun, Ibunya menyentuh lengan Ayah Wu Yuan untuk menyabarkannya, kemudian ia berkata.

“Kak Wangai, nanti saja saya ceritakan. Sekarang kamu terima dan pilihlah ponselmu,” kata Ibu Wu Yuan.

Wu Feniang tidak peduli uang dari mana untuk membeli ponsel dan pulsa. Yang penting sekarang ia memilikinya, dan ia tidak akan lagi diejek karena tidak memiliki ponsel di sekolah. Biarpun anak Sekolah Dasar, tapi di Kota Fonglishan, anak-anak itu telah memiliki ponsel.

Cing Hau hanya melihat saja keheranan orang tua Wu Yuan, tapi ia tidak berkomentar. Tapi, dalam hatinya, ia sedikit mengetahui bahwa uang yang dimiliki Wu Yuan bukan berasal dari orang tuanya.

“Kak Wu Yuan ini sangat hebat. Dia sendiri yang mendapatkan uangnya. Bahkan orang tuanyapun tidak tahu dia memiliki banyak uang. Aku harus terus mengikuti Kak Wu Yuan,” batin Cing Hau, mengagumi Wu Yuan.

Ayah Wu Yuan masih termangu menatap ponsel yang ada di depannya. Sementara itu, istrinya dan Wu Feniang telah mengambil ponsel mereka masing-masing. Kemudian, Ibu Wu Yuan dan adiknya berjalan menuju dapur.

“Yuan’er, dari manakah kamu mendapatkan uang ini?” tanya Ayah Wu Yuan, penasaran.

“Ayah, sekarang aku adalah seorang Alkemis yang bisa membuat beberapa pil untuk dijual,” jawab Wu Yuan, memutuskan untuk tidak menutupi kemampuannya di depan Ayahnya dan Cing Hau.

“Sejak kapan kamu bisa membuat pil?” tanya Ayah Wu Yuan, dengan heran.

“Sejak minggu lalu, saya tiba-tiba memiliki ingatan di kepala saya tentang membuat pil dan jimat,” jawab Wu Yuan.

Ayahnya terkejut dan berkata secara spontan bertanya.

“Jangan katakan, jimat yang minggu lalu kamu berikan adalah hasil buatanmu sendiri,” kata Ayah Wu Yuan, dengan tak percaya.

Wu Yuan tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

“Itu benar, Yah. Dan aku juga tahu bahwa jimat itu telah digunakan dua kali. Siapa yang menggunakannya?” tanya Wu Yuan.

“Eh… Huuhhh…” Ayah Wu Yuan terdiam agak lama, memikirkan dan mencerna apa yang dikatakan Wu Yuan barusan. Ia merasa sangat terkejut dan tidak percaya.

Sedangkan Cing Hau yang mendengarnya menjadi tercengang karena Cing Hau berasal dari keluarga kelas dua di Kota Fongkai. Berarti Cing Hau juga tidak asing dengan nama Alkemis, karena Ayahnya pernah mengatakan bahwa seorang Alkemis adalah orang yang mampu membuat pil berkualitas tinggi dan sangat disegani di mana pun dia berada.

Wu Yuan yang melihat Ayahnya masih tertegun hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, lalu berkata.

“Ayah, saya harap besok rumah kita ini dibangun menjadi rumah permanen dan dibuat menjadi lebih baik. Masalah uang, Ayah tidak perlu memikirkannya. Saya akan mentransfer uang sebanyak satu miliar Yuan ke rekening bank Ayah,” kata Wu Yuan, menawarkan bantuan kepada keluarganya.

Mendengar angka yang sangat banyak bagi Wu Wangai, Ayah Wu Yuan semakin bengong karena uang sebesar satu miliar Yuan tidak segampang itu didapatkan. Jangankan keluarga mereka yang saat ini sudah miskin, bahkan di keluarga besar Thian dan keluarga besar Fang sekalipun, uang dengan jumlah sebesar itu akan sangat susah untuk dikeluarkan. Namun, anaknya, Wu Yuan, dengan gampang akan mentransfer uang sebanyak satu miliar Yuan ke rekening banknya. Jumlah uang ini bahkan belum pernah diimpikannya ketika berada di keluarga besar Thian di Ibu Kota Provinsi.

“Yuan… Yuan’er… Apakah kamu tahu seberapa banyak uang satu miliar Yuan?” tanya Wu Wangai, dengan heran.

“Hehehe, Ayah… Aku sekarang memiliki uang yang banyak. Kalau hanya satu miliar Yuan saja, aku bahkan bisa menghasilkannya dalam beberapa jam. Ayah, kalau bisa, jalan menuju desa ini diperbaiki, dan belilah mobil yang bagus untuk digunakan sebagai mobil keluarga,” kata Wu Yuan, dengan percaya diri.

Mendengar kata-kata anaknya, Thian Wangai terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa. Sedangkan Cing Hau merasakan pilihannya mengikuti Wu Yuan adalah sangat beruntung. Karena keluarganya sendiri pun tidak mungkin memiliki uang cash sebesar satu miliar. Itu artinya Wu Yuan bahkan jauh lebih kaya dari Ayahnya.

“Kalau aku terus mengikuti Kak Wu Yuan, di masa depan, keluargaku akan menjadi keluarga nomor satu di Kota Fongkai,” batin Cing Hau, dengan penuh harapan. Ia memutuskan untuk terus menjadi pengikut Wu Yuan yang setia.

Cing Hau bukanlah orang yang bodoh; ia memiliki otak jenius dalam berbisnis. Memang, di sekolah nilai akademiknya tidak tinggi, tapi kalau dalam bidang bisnis, Cing Hau sudah sangat lumayan. Karena bila waktu liburan sekolah, Ayahnya akan selalu membawa Cing Hau untuk pergi ke luar kota dan berbisnis, bertemu dengan beberapa pebisnis besar di luar kota. Jadi, Cing Hau ini adalah seorang pebisnis yang lumayan ulung dan sudah mengerti bagaimana menjalankan bisnis Ayahnya. Bahkan beberapa kali Ayah Cing Hau pernah mengutus Cing Hau untuk melakukan perjalanan bisnis sendiri untuk bernegosiasi dengan beberapa pebisnis di luar kota.

Beberapa saat setelah ketiganya terdiam, tiba-tiba ibunya berteriak memanggil mereka bertiga.

“Yuan’er, Cing Hau, dan Kak Wangai, mari makan!”

Akhirnya, ketiganya saling pandang dan tersenyum lalu bangkit dan pergi menuju dapur karena di sanalah ruang makan sekaligus dapur masak. Terlihat Wu Feniang sudah makan tanpa menunggu yang lainnya karena hari ini menunya adalah daging, jadi ia sudah tidak tahan dan langsung makan dengan lahap.

Wu Yuan yang melihat adiknya makan dengan lahap, ia pun tersenyum senang. Bagaimanapun juga, selama ia memiliki uang, ia juga tidak selalu makan enak. Jadi, kali ini masakan ibunya tetap membuat selera makannya timbul.

Sedangkan Cing Hau yang mencium aroma masakan Ibu Wu Yuan menghirupnya dengan kuat dan memuji.

“Bibi… Masakan Bibi ini aromanya bahkan tidak kalah dengan masakan restoran terbaik di Kota Fongkai kami,” puji Cing Hau.

“Hehehe… Sudah, jangan terlalu memuji Bibi. Lihatlah Niang’er makannya terlalu rakus. Kalau kalian tidak segera makan, kalian akan kehabisan lauknya,” kata Ibu Wu Yuan, tersenyum.

Akhirnya, mereka makan dengan lahap dan nikmat. Setelah selesai makan, Feniang dan ibunya membersihkan meja dan mencuci piring kotor, sedangkan Wu Yuan, ayahnya, dan Cing Hau berjalan menuju teras. Kamar di rumah ini hanya ada tiga kamar, jadi malam ini Wu Yuan dan Cing Hau tidur di satu kamar.

Keesokan paginya, di hari Minggu, Wu Yuan pagi-pagi sudah berada di belakang rumah dan berkultivasi di tempat tersembunyi, menyerap energi panas matahari dan energi di sekitarnya. Wu Yuan tidak akan pernah mau bersantai; ia terus berusaha meningkatkan kekuatannya. Saat ini, ia telah menerobos ke Ranah Pembentuk Fisik tahap awal. Dan saat ini Wu Yuan telah mengubah seni kultivasinya menjadi Seni Kultivasi Absolut. Dengan seni kultivasinya ini, semua energi mampu dimurnikan menjadi energi spiritual yang murni, kemudian disalurkan ke seluruh tubuhnya.

Setelah beberapa jam berkultivasi, Wu Yuan membuka matanya dan menatap ke belakang, di mana hutan yang sangat lebat dan juga masih sangat gelap. Wu Yuan merasakan seperti ada panggilan yang berasal dari hutan ini, namun ia tidak tahu apa yang memanggilnya. Tapi yang pastinya, Wu Yuan ingin membuat Jimat Formasi untuk rumahnya dan juga Jimat Pertahanan untuk keluarganya. Biarpun jimat telah digunakan dan masih berfungsi, namun setelah ia menerobos kultivasinya ke tingkat yang lebih tinggi, maka jimat yang dibuatnya sudah pasti akan jauh lebih baik lagi dan juga memiliki fungsi pertahanan tubuh jauh lebih mantap.

Wu Yuan pun berjalan kembali ke rumahnya untuk membersihkan diri. Di sana, ia melihat Cing Hau belum bangun karena saat ini masih pukul tujuh pagi. Biasanya Cing Hau kalau hari Minggu akan bangun siang, jadi kebiasaan ini terbawa sampai di kampung Wu Yuan. Saat ini ibunya sedang memasak, sedangkan ayahnya sedang duduk di depan rumah menikmati teh dan sinar matahari pagi.

“Yuan’er, mari duduk dekat Ayah,” kata Wu Wangai, melihat Wu Yuan yang akan memasuki rumah.

“Tunggu, Ayah. Saya akan membersihkan diri terlebih dahulu,” jawab Wu Yuan.

1
dawin sapunsya
kayaknya ini novel terjemahan yahh, kok jadi ching hau yg ber kultivasi
dawin sapunsya
saran saja min untuk bagian paragraf yg panjang di potong saja setiap tanda titik nya cape soalnya baca terlalu panjang
dawin sapunsya
thor kenapa namanya menjadi wu long apakah ganti lagi namanya karena mirip mata uang china yuan
dawin sapunsya
setelah LPN baru ketemu novel yg alur ceritanya bagus semoga kedepannya tetap bagus agar betah membacanya, thanks thor 😁👍
Abi
ko macet thor
Mia Amelia Syarif
..
Sugab
kenapa gw ngerasa penulis novel ini gak konsisten ya 🤔
Abi
mcx jgn di butakn oleh cinta thor
Kayuzen: rencananya, Wu Yuan akan di buat sakit hati sih
total 1 replies
Abi
up
Abi
semangat thor
Abi
tajir melintir
Zee
wahh waahh knapa jdi cing hau yg brkultivasi thor,, sadar thor,, sadaarrrr
Abi
semangat thor
Abi
wkwkwk baru tau ...... bisa bisa bangkrut klu bgitu
Dobi Papa Sejati
lanjuttttt
Abi
mantao.... terus di lanjut thor
Abi
kpn upx thor
Kayuzen: hari ini! namun tgg saja
total 1 replies
Abi
tambah thor upx
Abi
up yg byk thor
Abi
kereeeen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!