Pada abad ke-19, para ilmuwan yang tergabung dalam ekspedisi arkeologi internasional menemukan sebuah prasasti kuno yang terkubur di reruntuhan kota tak bernama, jauh di tengah gurun yang telah lama dilupakan waktu. Prasasti itu, meski telah terkikis oleh angin dan waktu, masih menyimpan gambar yang mencengangkan, yaitu sebuah batu segi enam besar, diukir dengan tujuh warna pelangi. Setiap sisi batu itu dihiasi lukisan rumit yang menggambarkan kisah kelam peradaban manusia, seolah menjadi cermin dari sisi tergelap hati nurani.
Nila Simbol kerakusan, Ungu simbol nafsu, Kuning simbol ketamakan, Hijau simbol kemalasan, Biru simbol Iri hati, Orange simbol keangkuhan, Dan terakhir merah simbol amarah
Tadi setiap lambang yang mengartikan masalah ini ada sebuah kekuatan, yang Sangat besar dalam setiap kristal membuat banyak orang saling berebut dan dizaman modern kristal itu dikabarkan sudah terpisah menjadi 7
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fahmi Juliansyah N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 Awal Perseturuan
Setelah kejadian itu akhirnya Latihan ekskul drama kembali berjalan. Beberapa anggota menyiapkan properti, sebagian lain menyalakan lampu. Alice berdiri di depan, clipboard di tangan, memimpin jalannya latihan dengan ekspresi serius.
“Baik... sebelum kita mulai, ada anggota baru yang gabung hari ini,” kata Alice dengan gaya lucu.
Beberapa murid langsung berbisik-bisik ketika melihat Elric maju ke depan.
“Dia kan… Elric, murid pindahan itu kan ya..”
“Yang katanya bikin heboh terus? Wah, kok bisa masuk drama, ya?”
Elric tersenyum santai dan sedikit kesal disebut gitu, memasukkan satu tangan ke saku. “Ya, namaku Vaelric li Davenhart Aku murid pindahan dari utara Indanavia panggil saja elric, Katanya ekskul drama ini ekskul kebanggaan sekolah… jadi kupikir cocok kalau aku juga jadi bagian dari sini.”
Nada suaranya penuh percaya diri. Beberapa murid perempuan tampak terpikat, bahkan ada yang bertepuk kecil. Andrew yang berdiri di samping Alice hanya diam, tapi matanya menatap Elric penuh waspada.
Alice menutup clipboard-nya. “Oke, Elric. Kau bisa ikut latihan hari ini, Hercu, tolong arahkan dia.”
“Siap, ketua!” jawab Hercu ceria sambil mendorong Elric ke arah panggung.
Saat latihan dimulai, Elric ditugaskan memainkan prajurit yang masuk bersama pasukan. Namun bukannya serius, ia malah sengaja melangkah dengan gaya terlalu berlebihan, seperti seorang raja yang masuk ke singgasana.
“Lihatlah, aku datang!” katanya sambil mengangkat pedang kayu ke udara, membuat beberapa murid tertawa.
Alice langsung menghela napas. “Elric, tolong jangan improvisasi berlebihan. Ikuti naskahnya dulu.”
“Oke, oke… aku hanya berusaha memberi warna baru,” jawab Elric dengan senyum menggoda.
Andrew maju setengah langkah, suaranya datar tapi tajam. “Kalau mau memberi warna, lakukan setelah kau benar-benar menguasai dasar-dasarnya dulu.”
Suasana mendadak agak tegang. Elric hanya menoleh, senyumnya tak luntur. “Oh? Begitu ya, Tuan Andrew? Terima kasih atas sarannya. Aku akan belajar… langsung dari Alice.”
Kata-kata itu disengaja ia lontarkan sambil melirik ke arah Alice, membuat beberapa anggota yang memperhatikan langsung berbisik-bisik. Andrew mengepalkan tangan di samping tubuhnya, tapi menahan diri untuk tidak membalas.
Alice sendiri hanya berusaha netral, “Cukup, kita lanjut. Elric, kembali ke posisimu.”
“Baik, ketua,” jawab Elric dengan nada ringan, tapi tatapannya jelas menantang Andrew.
Mereka pun lanjut latihan sampai sore menjelang malam tiba, dan elric yang sudah serius itu sangat hebat akting sampai di beri tepuk tangan meriah tapi Andrew makin tidak suka dengan keadaan seperti itu, disaat yang bersamaan juga Alice mencoba melihat sudut pandang lain dengan melangkah mundur sedikit makin sedikit dari panggung tapi ia tidak sadar kalau ia sudah mau, diujung panggung dan ya Alice yang terlihta di ujung di respon oleh Andrew, tapi setelah itu elric juga liat serta bersama Alice jatuh ya hampir jatuh, karena berhasil diselamatkan elric.
"Kau tidak apa-apa ketua.." kata elric.
"Ti-tidak apa-apa.." kata Alice sambil muka merah tapi juga minta, elric untuk minggir dari nya lalu Andrew akhirnya sampai ke panggung dan menanyakan keadaan Alice "kau tidak apa-apa Alice?!", "gapapa kok...".
Disaat.ereka berdua sedang bersamaan, elric yang tadi sempet menyelamatkan Alice, melihat kalau Alice muka menjadi merah artinya, ia sendiri.asih bisa kena, karena itu juga elric dalam hatinya merasa kalau ini adalah takdir nya walau ekspresi luarnya.
"Kamu ke apa elric, muka kok kaya orang gila" kata hercu sampai membuat kaget elric disana.
"E..!! Gapapa kok Hercu.." kata elric dengan dibalas ok oleh Hercu sambil pergi ke gudang.
Lalu rencana elric pun berlanjut disaat latihan eskul, hari Kedua Siang hari di aula, Alice sibuk menandai naskah dengan pensil merah. Elric menghampiri tanpa diminta, duduk di sampingnya seolah wajar. Ia memberi saran tentang adegan tertentu, kadang konyol tapi justru membuat Alice tertawa.
"Bagaimana kalau kita, bikin karakter cowo ga sengaja pake baju maid di kamar dan ketahuan" kata elric.
"Ampun...hmm.p...ide mu ada ada aja" kata Alice.
Tawa itu terdengar jelas sampai ke pintu, di mana Andrew baru masuk sambil membawa properti.
"Ini di taruh dimana.."
"Diujung aja ka.."
"Alice... Dan siapa itu...hemmm"
Langkahnya terhenti sesaat melihat keduanya begitu akrab. Alice menoleh, menyapa Andrew, tapi di matanya jelas tergambar kalau ia baru saja menikmati obrolan bersama Elric, walau akhirnya elric ditinggal sendiri dan Alice pergi dengan Andrew tapi karena itu masih awal.
Hari Ketiga Di kantin, Alice duduk dengan Andrew dan beberapa anggota ekskul, Suasana cukup ramai sampai Elric datang dengan nampan penuh makanan, Tanpa ragu, ia langsung duduk di kursi kosong di sebelah Alice. “Wah, kebetulan banget kursinya masih ada,” katanya santai. Obrolan pun bergeser, kini Alice sering ditanya Elric tentang menu makanan, bahkan beberapa kali mereka bercanda kecil. Andrew hanya mengaduk makanannya dengan tatapan muram, sambil mengerjakan proposal event dan menahan rasa tidak suka yang semakin jelas.
Hari ke-10 Malam itu latihan tambahan diadakan Lampu panggung menyala, kursi-kursi aula penuh properti, Alice yang sibuk sejak sore akhirnya kelelahan dan ketiduran di kursi baris depan. Elric yang melihatnya pertama kali mendekat pelan, hendak melepas jaketnya untuk menutupi Alice. Namun sebelum sempat, Andrew lebih dulu datang dari sisi lain, meletakkan sweater di bahu Alice, Pandangan mereka bertemu singkat di atas Alice yang tertidur—tatapan penuh tegangan yang tak seorang pun di ruangan itu sadari .
Hari ke-20 Perpustakaan sekolah terasa tenang, Alice mencari referensi tambahan untuk naskah drama, jarinya menyusuri rak buku tinggi. Elric muncul dari ujung lorong rak, seolah kebetulan. “Butuh bantuan, ketua?” tanyanya sambil menarik sebuah buku tebal, dan Alice berterima kasih ke elric dan pergi ke Andrew yang sedang masih sibuk proposal dan hal lain, bersama di meja pojok, berdiskusi sambil sesekali tertawa kecil. Dari jauh, elric masuk ke kursi mereka membawa catatan walau kadang diperhatikan kadang ga apalagi kalau ia ga dapet topik, tapi Andrew yang melihat itu malah merasa Suasana itu cukup baginya untuk merasakan bahwa Elric benar-benar sedang mencoba mendekati Alice.
Hari ke-30 Hari-hari berjalan, dan Elric semakin diterima di ekskul, Beberapa improvisasi yang ia lakukan ternyata justru membantu latihan, hingga Alice mulai mempercayakan peran kecil padanya. Semua orang kagum, tapi Andrew makin tidak tenang. Setiap kali Alice memuji Elric, ia merasa posisinya tergeser sedikit demi sedikit apalagi kalau posisi panggung dengan Alice juga terancam. Malam itu, setelah latihan berakhir, Andrew akhirnya menghadang Elric di lorong sepi. Udara terasa berat. Andrew menatap tajam dan berkata, “apa alasan mu sebenarnya, hah
..masuk eskul Alice!!" Kata Andrew.
Elric hanya tersenyum tipis, seolah sudah menunggu pertanyaan itu. “Kenapa? Kau takut aku merebutnya darimu? Andrew..." Kata elric dengan senyum dan muka ngeselin.
Andrew menarik napas panjang-panjang sambil, menekan emosi berlebihan agar saat ia ngomong gaada suara tidak pantas dari mulutnya dan "kamu...ini..y..!!--" kata Andrew yang malah terpotong karena muncul sebuah suara memanggil nya dan ternyata itu Rhidos yang habis print poster untuk acara event panen nanti.
"Andrew....nih poster udah selesai cetak, pake kertas foto kan ?!" Kata rhidos yang membuat kaget mereka berdua yang padahal Kya udh serius.
"Ah...iya bener, udh bagus warna ga burem udah ok, nanti pasang satu ke papan informasi ya" kata Andrew ke Rhidos.
"Ok...hemmm...kamu.." kata Rhidos yang melihat ke arah elric, "kamu kan!!, si penguntit " menunjuk ke elric.
"Penguntit?!" Tanya Andrew dan elric yang sedikit goyang kaget seperti kucing.
"Iya dia yang nguntit rapat, kita pas aku lihat-lihat Mulu laptop" kata Rhidos.
"Oh...jadi itu alasan nya kenapa buka, laptop Mulu pas itu..hemm elric" kata Andrew.
"Jangan salah paham, aku hanya tersesat dan melihat dirimu masuk sebuah ruangan, dan malah ada barang ku hilang, jadi.." kata elric dan "jadi..." Lanjut Andrew.
"Karena pas Nemu, aku kepo terdengar suara dan alat ku itu adalah alat sensor suara jadinya mau nguping kerjaan, 10 keputusan itu apaan sih" kata elric.
"Alasan sumpah itu..." Kata rhidos.
"Tapi..tetep kamu tuh, jangan ..." Kata Andrew yang malah dihentikan oleh elric, sambil ia maju kedepan dan mengambil satu brosur yanga dan di tangan Andrew serta berkata kalau "bagaimana gini ayo kita, lomba diatas panggung nanti diacara itu, siapa pun yang menang boleh bermain atau pacaran dengan Alice tanpa gangguan" kata elric sambil tersenyum.
"Ah..buat apa aku udh juga sering gitu.. mending khusus mu tambah, jangan kau dekat dekat dengan alice lagi.." kata Andrew dengan wajah marahnya sambil merusak poster sampai Rhidos yang dibelakang nya bilang kalau bakal dimarahin Siti ini, dan ada juga sesosok bayangan di belakang melihat.
"Eh..tapi kalau yang kaya gini mah butuh persetujuan Alice juga" kata Andrew.
"Boleh.. Andrew ku tidak mungkin kalah" kata Alice yang ternyata sedari tadi bersembunyi.
dengan sedikit senyum tipis dari Andrew "baiklah karena Alice ku sudah, repot-repot menjawab" kata Andrew.
" juga Alice sudah setuju...baiklah kuterima tantangan mu itu...elric..!!" Kata Andrew dengan serius dan elric yang sedikit tersenyum.