NovelToon NovelToon
Cinta Bagai Duri

Cinta Bagai Duri

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:13k
Nilai: 5
Nama Author: Maharanii Bahar

" Apa maksud dari keluarga mu bicara seperti itu mas? Apakah aku kalian anggap orang asing selama ini? Apa bakti ku pada suami serta keluarga ini tidak berarti apa apa?" Ria berkata dengan suara yang bergetar karena menahan tangis.

Selama ini ia hanya dianggap orang asing oleh keluarga suami nya sendiri padahal dia lah yang selalu ada untuk suaminya ketika sedang terpuruk bahkan dia rela menjadi tulang punggung mencari rezeki demi sesuap nasi karena suami yang dicintainya di PHK.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maharanii Bahar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 35

Pagi itu, Ria berdiri di balkon apartemennya yang baru. Andre yang memberikannya kunci semalam setelah melamar, bersikeras agar Ria tinggal di tempat yang lebih aman dan nyaman. Tapi bahkan dengan semua kemewahan ini, batinnya tetap gelisah.

Telepon genggamnya bergetar. Nama pengirim pesan membuatnya diam sesaat: “Pengacara keluarga Sujono.”

Ria membuka pesannya perlahan.

> “Ibu Ria, mohon persiapkan diri menghadiri sidang perdana gugatan perdata minggu depan. Kami akan membahas pembagian hak waris yang disengketakan.”

Ria menghela napas. Ia tahu cepat atau lambat ini akan terjadi. Harta yang selama ini ia sembunyikan dari publik, kini jadi senjata yang hendak digunakan untuk menjatuhkannya. Ia hanya tak menyangka, orang yang ikut bermain adalah Putri.

Sementara itu, di rumah besar keluarga Prasetya, Winda duduk di kamar sambil menatap kosong ke arah jendela. Perutnya mulai membesar, tapi hatinya terasa semakin mengecil. Hubungan dengan Riyan makin dingin. Bahkan semalam, lelaki itu pulang tanpa menyapa.

Winda mengeluarkan ponsel, membuka chat dengan seorang nomor yang telah ia beri nama “Amanah.”

> Winda: “Jangan lupa, malam ini kamu kirimkan semua bukti transaksi milik Ria. Termasuk perubahan nama pemilik saham dari Julio ke dia.”

Amanah: “Siap. Tapi saya harap bayarannya tidak telat lagi.”

Winda tersenyum sinis. Ia tahu, jika publik tahu bahwa Ria adalah pemilik salah satu perusahaan besar yang selama ini dikenal bersih, akan muncul pertanyaan besar—dari mana seorang gadis desa bisa punya aset sebesar itu?

Ia mengetik pesan balasan cepat.

> “Kau akan dibayar lebih jika berhasil menyelipkan satu dokumen manipulatif di antara semua itu.”

Kini, bukan hanya rasa benci pada Ria yang menggerakkannya, tapi juga rasa takut. Takut bahwa Andre benar-benar akan membawa Ria ke pelaminan dan membuatnya kalah secara sosial di mata semua orang, termasuk Riyan.

Di ruang tamu, Bu Lila sedang duduk dengan Putri yang datang dengan segudang kabar.

“Semua sudah siap, Tante. Pengacara yang kita sewa akan menekan Ria dari sisi hukum. Tapi aku juga menyebar info ke beberapa media online—biar namanya kena duluan sebelum bisa klarifikasi,” kata Putri dengan suara rendah namun penuh semangat.

Bu Lila menyeringai. “Bagus. Sekarang tinggal menyingkirkan Winda perlahan. Anak itu cuma beban.”

Putri mengangkat alis. “Dia kan hamil, Tante. Kalau kenapa-kenapa...”

“Justru karena hamil dia jadi lemah. Waktu yang pas untuk menyusun skenario agar anak itu lahir tanpa dia sebagai ibunya.”

Nada suara Bu Lila dingin, nyaris seperti bukan manusia. Bahkan Putri agak terkejut.

---

Sore harinya, Riyan baru saja keluar dari kantor saat melihat Winda berdiri di pinggir jalan, menunggunya. Wajahnya terlihat lelah, tapi ada sesuatu yang membuat Riyan memerhatikannya lebih lama dari biasanya.

“Kenapa kamu di sini? Kan aku bilang gak usah jemput,” ucap Riyan.

“Aku cuma pengin kita makan bareng. Sekali aja, Yan...” Winda menatapnya dengan mata memohon.

Riyan diam. Dalam hatinya, masih ada luka yang belum sembuh. Tapi rasa bersalah juga tak bisa ia abaikan. Mereka pun masuk ke sebuah restoran kecil tak jauh dari situ.

Saat makan, Winda mulai memainkan peran lamanya. Ia bicara pelan, penuh rasa, menyentuh tangannya sesekali, dan menyisipkan kalimat seperti, “Ingat nggak waktu kita pertama kali makan di sini?” atau “Aku cuma pengen anak kita punya ayah yang utuh.”

Riyan tak menjawab. Ia tak bisa memungkiri, bagian dirinya masih peduli. Tapi hatinya sedang berlayar ke arah lain—arah di mana Ria berada, dengan ketulusan dan ketegasan yang tidak dimiliki Winda.

Namun sebelum mereka selesai makan, Winda berkata, “Aku dengar kamu sering ketemu Ria. Kamu... kamu suka dia, ya?”

Riyan kaget, menatap Winda.

“Ria udah bukan bagian hidupku lagi. Tapi kamu, kamu yang bohongin aku selama ini. Kalau aku deket sama dia, itu karena kita kerja bareng, dan dia jujur.”

Winda menggigit bibir bawahnya. Tangannya mengusap perut. “Kalau kamu bener-bener ninggalin aku, aku... aku gak tahu harus gimana, Yan.”

Tapi Riyan hanya menatap kosong. Untuk pertama kalinya, rasa iba yang biasanya membuatnya bertahan, kini perlahan memudar.

---

Sementara itu, Andre mengantar Ria makan malam ke restoran atap gedung. Pemandangan malam kota membuat suasana romantis, tapi Ria tidak sepenuhnya tenang. Ia merasa semakin dikepung dari segala arah.

“Kalau kamu merasa ini terlalu cepat, aku bisa tunggu,” ucap Andre lembut. “Tapi aku serius, Ria. Aku ingin hidup bareng kamu. Nayla juga udah cocok banget sama kamu.”

Ria memandang Andre. Tatapan itu jujur dan penuh ketulusan. Tapi ia tak bisa hanya memikirkan cinta. Masalah hukum, rencana jahat Putri, ancaman dari Winda—semuanya seperti benang kusut yang membelit kakinya.

“Aku gak takut sama masa lalumu, Ri,” lanjut Andre. “Aku cuma pengin kamu gak jalan sendirian terus.”

Tiba-tiba, ponsel Ria berbunyi. Dari Julio.

> “Ria, kita punya masalah. Ada kebocoran data internal perusahaan. Beberapa file milikmu disalin oleh mantan pegawai. Namanya tercatat pernah kerja lewat rekomendasi Putri.”

Ria menegang. Dadanya berdegup kencang.

Andre melihat wajahnya pucat. “Ada apa?”

“Permainan mereka mulai,” bisik Ria.

Dan di tempat lain, Putri sedang menyerahkan flashdisk ke seseorang berpakaian jas abu-abu.

“Ini, semua bukti aktivitas mencurigakan Ria. Pastikan dia terpojok sebelum sidang minggu depan.”

Lelaki itu mengangguk. “Tenang. Ini bukan cuma soal hukum. Ini soal reputasi. Dan dia akan kehilangan keduanya.”

Ria mematikan sambungan telepon dari Julio, lalu menatap Andre dengan wajah serius.

"Aku gak bisa anggap ini remeh, Andre. Mereka mulai mainkan kartu yang paling aku jaga selama ini—identitasku."

Andre menggenggam tangan Ria erat. "Kamu gak sendiri. Aku akan bantu sebisaku, bahkan kalau harus pasang badan."

Ria mengangguk pelan, tapi pikirannya melayang. Ia tahu, permainan ini bukan hanya tentang saham atau reputasi. Ini tentang siapa yang sanggup bertahan paling lama di tengah badai.

---

Di tempat lain, Putri tidak hanya mengatur strategi untuk menghancurkan Ria. Ia juga sedang menyusun langkah untuk mendekati Riyan kembali. Ia tahu, satu-satunya cara untuk membuat Ria rapuh adalah menyentuh orang-orang di sekitarnya.

“Kalau kamu bisa buat Riyan mulai curiga lagi sama Ria,” ucap Putri kepada seseorang melalui telepon, “aku bakal pastikan kamu dapet posisi yang lebih tinggi di kantor baru.”

Orang di seberang sana tertawa ringan. “Jadi kamu mau bikin seolah-olah Ria manipulatif juga di mata Riyan?”

“Tepat,” kata Putri. “Ria harus kelihatan seperti wanita ambisius yang selama ini menyembunyikan niat.”

---

Winda, di sisi lain, mulai merasa panik. Setelah makan malam dengan Riyan yang penuh ketegangan emosional, ia pulang ke rumah dan mulai menangis di kamar. Bukan karena cinta, tapi karena takut kehilangan pengaruh.

Ia berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri. “Aku gak boleh kalah dari dia. Aku hamil. Aku istri sah. Tapi kenapa semua malah memihak Ria?”

Dalam keputusasaan itu, Winda menelepon seseorang yang sebelumnya pernah ia hindari—ayah kandungnya yang selama ini tinggal di luar negeri. Pria itu kaya, punya koneksi, dan punya pengaruh—tapi hubungan mereka tak pernah baik.

“Pa... aku butuh bantuan.”

---

Malam makin larut, tapi permainan baru saja dimulai. Di balik gemerlap lampu kota, tiga wanita bergerak dengan arah masing-masing—Ria dengan kehormatan yang hendak dipertahankannya, Putri dengan dendam yang membakar, dan Winda dengan rasa takut yang berubah menjadi senjata.

Dan tak satu pun dari mereka tahu... bahwa ada seseorang yang lebih berbahaya mengawasi dari kejauhan.

1
Puteri Athirah
pening... bab sebelumnya , putri anak jandung.. skg menantu pulak..
Puteri Athirah
pening..
kalea rizuky
kebanyakan pov kali Thor dialog ria aja g perlu pov lainnya g penting
kalea rizuky
gk tau diri ne mantan ipar
kalea rizuky
jeng jeng
kalea rizuky
bodoh pake ngemis gt
horasios
Kangennya bukan main, update dong thor. Biar makin jatuh cinta! 😍
Yoi Lindra
Wah, seru banget nih, thor jangan bikin penasaran dong!
Winifred
Bikin deg-degan nih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!