NovelToon NovelToon
NIKAH KONTRAK, CINTA NYATA

NIKAH KONTRAK, CINTA NYATA

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

ELINA seorang guru TK yang tengah terlilit hutang warisan dari kedua orangtuanya terus terlibat oleh orang tua dari murid didiknya ADRIAN LEONHART, pertolongan demi pertolongan terus ia dapatkan dari lelaki itu, hingga akhirnya ia tidak bisa menolak saat Adrian ingin menikah kontrak dengannya.

Akankah pernikahan tanpa cinta itu bisa berakhir bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35: Malam Pertama

Malam perlahan menelan langit, dan rumah kecil itu terbungkus keheningan yang damai. Claire telah tertidur lebih cepat malam ini, lelah setelah seharian bermain.

Elina menutup pintu kamar putrinya dengan hati-hati, lalu berjalan pelan menuju ruang tengah. Tapi langkahnya terhenti.

Rumah itu tak seperti biasanya.

Cahaya lampu redup, dan bau harum mawar memenuhi udara. Cahaya lilin berkelip-kelip dari arah ruang makan, membentuk jejak hangat menuju taman belakang yang pintunya kini terbuka setengah, seperti mengundangnya.

Elina mengerutkan dahi, sedikit bingung, sedikit penasaran.

"Adrian...?" panggilnya lirih.

Tidak ada jawaban. Tapi musik lembut mulai terdengar, denting piano yang manis dan intim. Dengan langkah ringan, Elina mengikuti jejak cahaya dan aroma itu.

Begitu ia menjejakkan kaki ke taman belakang, dadanya mencelos.

Sebuah meja kecil bundar telah ditata indah di tengah taman. Di atasnya, dua piring makan malam, sebotol wine yang belum dibuka, dan seikat mawar putih di tengahnya. Lilin-lilin kecil membentuk lingkaran cahaya di sekeliling meja. Di sudut taman, tirai putih tipis bergantung di tiang-tiang kayu, melambai pelan oleh angin malam.

Dan di tengah semua itu... Adrian berdiri, menunggu.

Ia mengenakan kemeja putih santai dengan lengan tergulung, senyum lembut terbit di bibirnya. Mata tajamnya melunak ketika melihat Elina muncul dari balik pintu.

"Kau datang tepat waktu," ucapnya pelan.

Elina terdiam. "Apa ini...?"

"Permintaan maaf." Adrian melangkah mendekat. "Untuk semalam. Untuk membuatmu menunggu. Dan untuk banyak hal lain yang tak sempat kuucapkan."

Elina mengatup bibir. Dadanya sesak oleh kehangatan dan kejutan ini.

Adrian mengangkat tangan Elina, menciumnya. "Aku ingin menebus semuanya... dengan makan malam ini. Dengan waktu bersamamu. Dan dengan cinta."

Elina tertawa kecil, gugup. "Kamu yang menyiapkan ini sendiri?"

"Tidak," jawab Adrian ringan. "Tapi aku yang membayarnya."

Mereka tertawa bersama, dan suasana berubah menjadi lebih intim. Elina duduk saat Adrian menarik kursi untuknya, memperlakukannya seperti wanita paling berharga di dunia.

Makan malam berlangsung sederhana, namun penuh senyum, tatapan dalam, dan candaan kecil yang hangat. Elina merasakan sesuatu yang berbeda malam itu, lebih dekat, lebih nyata, lebih penuh harapan. Seolah-olah tembok hati Adrian perlahan-lahan telah hancur, dan ia kini berdiri sebagai pria yang siap mencintai.

Selesai makan, Adrian berdiri dan mengulurkan tangannya.

"Maukah kau berdansa denganku... di bawah langit malam?" bisiknya.

Elina tersenyum, matanya berbinar. "Bukankah ini klise?"

"Kadang, yang klise itulah yang paling kau kenang," balas Adrian.

Lalu mereka berdansa di antara lilin, angin malam, dan langit penuh bintang... tanpa musik, hanya suara detak jantung mereka yang berpadu dalam diam.

Dan di pelukannya malam itu, Elina tahu... hatinya benar-benar jatuh.

...****************...

Malam telah larut.

Lilin-lilin mulai padam satu per satu, tertiup angin yang membawa aroma tanah basah dan kelopak bunga yang berserakan di taman. Adrian menggenggam tangan Elina dengan erat, tidak tergesa, tidak terburu. Hanya saling diam dan menatap. Seolah waktu telah berhenti, dan dunia menyisakan hanya mereka berdua.

Mereka melangkah masuk ke dalam rumah, menyusuri lorong yang senyap. Elina tahu ke mana arah langkah mereka, tapi tak sekali pun ia melepaskan tangannya dari genggaman Adrian. Di ujung lorong, pintu kamar terbuka. Cahaya temaram lampu kamar menyambut mereka. Begitu sunyi, namun hangat.

Adrian membalik tubuh Elina menghadapnya.

Tangan laki-laki itu terangkat, menyentuh pipi Elina dengan lembut, seperti sedang menyentuh sesuatu yang rapuh dan sangat berharga.

"Aku akan sangat sabar malam ini," bisiknya dalam nada rendah yang hangat. "Kalau kau takut, kita bisa berhenti kapan pun."

Elina menggeleng pelan. Matanya basah oleh rasa yang sulit dijelaskan. Ia tak menjawab dengan kata-kata, hanya menggeleng dan menunduk, lalu bersandar di dada Adrian, mendengar detak jantungnya yang stabil dan menenangkan.

"Aku tidak takut," katanya lirih. "Aku... siap. Untuk mencintaimu, untuk dimiliki sepenuhnya sebagai istrimu."

Hening sejenak.

Adrian menarik napas panjang, lalu memeluk tubuh mungil itu lebih erat. Ia tahu, bagi Elina, ini bukan hanya soal fisik. Ini adalah tentang rasa percaya, tentang membuka seluruh dirinya, tentang membiarkan seseorang masuk tanpa syarat.

Ciuman pertama malam itu terasa berbeda.

Bukan penuh nafsu, tapi penuh makna. Jemari Elina naik ke kerah kemeja Adrian, melepaskan satu demi satu kancing dengan gerakan lambat yang gugup. Sementara Adrian mengusap punggungnya, memberikan ketenangan, membimbingnya, namun tidak mendominasi.

Ketika tubuh mereka menyentuh ranjang, Elina memejamkan mata. Ada debar. Ada getar. Tapi juga ada rasa aman yang melingkupinya.

Adrian mengusap rambutnya. "Kau cantik sekali malam ini..." katanya sambil menunduk mencium dahi Elina, lalu kelopak matanya, lalu bibirnya yang gemetar pelan.

Mereka saling melucuti penghalang, bukan hanya pakaian, tapi juga rasa canggung dan ragu. Semua dibiarkan perlahan runtuh, berganti dengan kepercayaan dan kehangatan yang baru tumbuh.

Saat akhirnya tubuh mereka menyatu, Elina menahan napas, menatap mata Adrian.

Air mata mengalir di pelipisnya, bukan karena sakit, tapi karena haru. Adrian menggenggam tangannya erat, tidak pernah lepas, seolah ingin meyakinkan bahwa ia di sana... bahwa ia tak akan pergi.

"Nafasku," bisik Adrian di telinganya. "Kau adalah hidup yang tak pernah aku tahu aku butuhkan."

Dan malam pun bergulir pelan...

Dengan desahan, rintihan, dan nama yang terucap dengan penuh cinta.

Bagi Elina, itu adalah malam pertamanya. Tapi bukan sekadar tubuh yang ia serahkan, melainkan jiwanya.

Bagi Adrian, meski bukan yang pertama, itu adalah malam di mana ia merasa benar-benar memiliki seseorang... bukan dengan kekuasaan, tapi dengan cinta.

Dan ketika segalanya usai, Elina terlelap di pelukan pria itu...

Hangat, tenang, utuh.

Adrian mengecup puncak kepalanya, lalu membisikkan janji diam-diam di hati yang kini mulai berubah,

"Aku tidak akan pernah menyia-nyiakanmu!"

...****************...

Pagi datang dengan pelan.

Cahaya matahari menyusup malu-malu lewat sela tirai tipis, mengguratkan cahaya keemasan di sekujur kamar. Elina terbangun dalam diam, dengan napas yang masih tertata lambat, tubuh yang terasa ringan... dan dada yang penuh oleh sesuatu yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.

Ia tidak langsung membuka mata. Hanya berbaring diam, membiarkan kulitnya meresapi hangatnya selimut, dan... lengan kekar Adrian yang masih memeluk pinggangnya dari belakang. Nafas lelaki itu hangat di tengkuknya. Stabil. Menenangkan.

Dan saat itu, Elina tahu... dirinya telah berubah.

Bukan hanya karena ia tak lagi gadis seperti malam sebelumnya, bukan hanya karena tubuhnya kini telah menyatu dengan seseorang, tapi karena hatinya telah menyerah sepenuhnya pada cinta itu. Ia telah memberi seluruh dirinya... untuk pria yang juga memberi kehangatan, kelembutan, dan perlindungan.

Ia membuka matanya perlahan.

Ruang kamar tampak seperti dunia baru baginya. Segalanya sama, tapi terasa berbeda. Ia merasa... utuh.

Tidak lagi sekadar istri di atas kertas. Tidak lagi hanya ibu dari seorang putri kecil. Tapi seorang wanita yang mencintai dan dicintai.

Tangannya bergerak perlahan menyentuh lengan Adrian yang masih melingkari tubuhnya. Senyum mengembang di bibirnya malu-malu, penuh makna. Ia mengingat semua yang terjadi semalam. Bukan hanya sentuhan atau ciuman, tapi cara Adrian memandangnya, menyentuhnya, menjaganya... seolah ia adalah sesuatu yang suci.

"Terima kasih..." bisiknya pelan, nyaris tak terdengar.

Terima kasih karena telah menunggu, karena tidak memaksanya. Karena mencintainya... dengan cara yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Dalam hatinya, Elina tahu:

Ia tak menyesal menyerahkan yang pertama.

Ia bersyukur... karena itu adalah Adrian.

Dengan hati yang lembut dan pipi yang kembali merona, Elina memutar tubuhnya perlahan. Adrian masih tertidur, wajahnya damai, sedikit berantakan tapi justru semakin membuatnya terlihat nyata... dan sangat menawan.

"Aku mencintaimu."

Kata-kata itu berputar dalam hati Elina, belum berani diucap lantang, tapi ia tahu... cepat atau lambat, kata itu akan keluar. Karena hatinya sudah bicara lebih dulu.

Ia menyandarkan dahi ke dada Adrian. Menyatu dalam keheningan pagi yang tenang, membiarkan dirinya terlarut dalam kedamaian yang hanya bisa ia rasakan... di pelukan suaminya.

1
Mia Syara
Awal baca,sudah tertarik dengan alur cerita ini..Salam dari Malaysia
Mia Syara: /Good/
Wiedha: Terimakasih sudah mampir Kak Mia...diusahakan untuk up date setiap hari...🥰
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!