Lina dokter muda dari dunia modern, sang jenius harus meninggal karena kecelakaan tunggal, awalnya, tapi yang sebenarnya kecelakaan itu terjadi karena rem mobil milik Lina sudah di rusah oleh sang sahabat yang iri atas kesuksesan dan kepintaran Lina yang di angkat menjadi profesor muda.
Tapi bukanya kelahiran ia justru pergi kedunia lain menjadi putri kesayangan kaisar, dan menempati tubuh bayi putri mahkota.
jika ingin kau kelanjutannya ayo ikuti terus keseruan ceritanya, perjalan hidup sang putri mahkota
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Langit pagi berwarna peach lembut, dan aroma segar dari bunga mulan memenuhi taman istana barat. Di bawah pohon plum mekar, Shuwan duduk di atas kursi malas berhias ukiran naga, perutnya yang membuncit menonjol manis di balik hanfu longgar warna gading.
“Aku ingin buah ceri merah dari lembah barat kekaisaran, tapi harus yang baru jatuh dari tangkainya. Dan kalau bisa, dimasukkan ke dalam air hujan yang disimpan di kendi giok,” ucap Shuwan pelan sambil menatap Aoren yang baru saja menyesap tehnya.
Feng Aoren menghentikan gerakan tangannya. “Lembah barat? Itu dua hari perjalanan dengan kuda tercepat.”
Shuwan mengerjap manja. “Aku cuma mau satu. Untuk bayi kita.”
Phoenix Api langsung menghela napas panjang, lalu berkomentar, “Ini sudah permintaan ngidam ke-15 minggu ini, dan semuanya berlevel misi.”
Phoenix Es menyahut dengan suara dingin, “Aoren bisa mendaki gunung api demi anggrek yang tumbuh di batu lava, jadi ceri di lembah barat itu belum seberapa.”
Aoren langsung berdiri, merapikan ikat pinggang pedangnya. “Kalau istri dan anakku menginginkannya, aku akan ambil. Sekarang juga.”
Shuwan menahan tawa sambil menggenggam tangannya. “Terima kasih… Jenderal rumah tangga.”
---
Sementara Itu di Aula Kaisar Shen
Kaisar Shen sedang duduk bersama Han Juan, mengamati cetakan kaki bayi dari tanah liat yang sudah dipersiapkan para pengrajin.
“Ini ukurannya terlalu kecil,” ujar Kaisar Shen serius. “Cucu Dawei pasti kakinya lebih panjang, seperti Aoren.”
Han Juan tertawa, “Baginda, bayi belum lahir saja sudah dikira prajurit.”
“Dia adalah darah campuran Putri Cahaya dan Penjaga Abadi. Dia mungkin lahir langsung bisa bicara!” jawab Kaisar Shen dengan penuh semangat. “Ah! Kita butuh mainan edukasi berbahan batu giok! Dan pakaian perang ukuran bayi!”
---
Aoren menunggang kuda phoenix miliknya, melintasi hutan dan pegunungan menuju Lembah Barat. Namun ia tidak sendirian. Seekor rubah kecil berwarna perak pengikut setia Shuwan dari istana dalam bertekad ikut.
“Aku harus pastikan kau memilih ceri yang benar,” ucap Rubah Kecil dengan suara nyaring.
Setelah dua hari penuh tantangan, termasuk melewati sarang lebah madu raksasa dan melawan kawanan monyet pemburu buah, Aoren akhirnya kembali… membawa satu ceri merah terang di dalam kendi giok berisi air hujan pertama musim semi.
Saat ia menyerahkan ceri itu pada Shuwan, perempuan itu tersenyum lembut… lalu tiba-tiba…
“Aku... tidak mau lagi.”
Aoren membeku.
“Sekarang aku pengen stroberi yang ditanam di salju puncak Gunung Dingin.”
---
Suasana Istana Menyesuaikan “Mood” Ibu Hamil
Sejak kehamilan Shuwan, seluruh istana Dawei seperti hidup dalam suasana ‘siaga satu’. Jika Shuwan ingin warna tirai berubah dari biru ke ungu muda, seluruh paviliun langsung dicat ulang.
Jika ia merasa musik dari seruling bambu terlalu tinggi nadanya, para pemusik berlatih siang-malam untuk menyesuaikan nada hati sang putri mahkota.
Sementara itu, Aoren mulai belajar hal-hal baru:
Cara merangkai bunga
Menyusun kotak makan dari bahan herbal
Sampai membacakan cerita legenda dengan suara lucu demi hiburan sang bayi
Phoenix Api dan Es tidak pernah absen menemani. Bahkan kini, mereka rutin mengikuti kelas meditasi bayi bersama Shuwan di taman istana.
---
Malam Hari: Momen Manis
Di kamar, Aoren sedang memijat kaki Shuwan yang pegal setelah seharian duduk.
“Maaf kalau aku banyak merepotkan…” bisik Shuwan sambil menatap wajah suaminya dengan mata berkaca.
Aoren menatap lembut, mencium jemari istrinya. “Kau tidak merepotkan. Kau adalah dunia bagiku, dan bayi ini adalah keajaiban yang tak terhingga.”
Shuwan menunduk, lalu tertawa pelan. “Bayi ini pasti mewarisi kelembutanmu…”
Aoren menggeleng. “Semoga mewarisi keberanianmu. Dunia ini membutuhkan lebih banyak cahaya sepertimu.”
-
Di luar kamar, para penjaga menyalakan lentera giok untuk menerangi malam, seolah merayakan kedamaian. Di langit, dua bulan bersinar redup, memantulkan cahaya lembut ke arah kamar sang Putri Mahkota.
Dan di dalam istana itu, di dalam rahim Shuwan, denyut kehidupan terus berdegup—dikelilingi cinta, tawa, dan harapan besar untuk masa depan yang penuh cahaya.
Hari itu, langit di atas Kekaisaran Dawei membiru cerah, seolah semesta sendiri ikut bahagia. Kaisar Shen secara resmi mengumumkan bahwa istana akan mengadakan Festival Cahaya Kecil, untuk menyambut calon pewaris yang sedang tumbuh dalam rahim Putri Mahkota Shuwan.
“Pangeran atau putri, ini tetap darah cahaya dan naga dan pantas dirayakan!” seru Kaisar Shen saat upacara awal dimulai, mengenakan jubah emasnya yang bersulam naga phoenix.
Di aula timur, Aoren tampak sibuk menyusun hiasan lentera bersama pelayan istana. Tapi tidak hanya itu ia juga memesan permadani bersulam doa dari para pendeta cahaya, dan bahkan memesan giok berbentuk hati yang ditanamkan di seluruh taman barat.
“Apakah semua ini perlu?” tanya Phoenix Api.
Aoren menjawab dengan mantap, “Anak kami akan tumbuh dengan tahu bahwa ia sangat dicintai, bahkan sejak dalam kandungan.”
Sementara itu, Phoenix Es ikut mengajari para pelayan mengukir es kristal berbentuk bayi yang tersenyum. “Cahaya kecil harus tahu seni sejak dini.”
---
Shuwan duduk manis di paviliun langit, mengenakan jubah putih berlapis benang perak. Perutnya sudah bulat dan indah, wajahnya bersinar bahagia. Namun seperti biasa… sang Putri Mahkota tetap penuh kejutan.
“Aku tidak suka warna karpet ini,” katanya pelan.
“Kenapa, Putri Mahkota?” tanya dayang.
“Warnanya merah muda... Seharusnya merah muda susu kelinci musim semi!”
Tiga dayang langsung lari panik, dan Kaisar Shen hanya tertawa melihat kekacauan lembut yang diciptakan anak satu-satunya itu.
“Anakmu memang tidak pernah setengah-setengah dalam segala hal,” ujar Han Juan, jendral utama serta penasehat utama yang sekaligus paman dari Shuwan, sambil tersenyum.
---
Ketika malam tiba, seluruh istana dipenuhi cahaya lentera kristal. Di langit, ribuan lentera dilepaskan, masing-masing membawa doa dan harapan untuk bayi yang belum lahir.
Shuwan dan Aoren berdiri bersama di tengah aula utama, memegang lentera dengan ukiran nama bayi yang belum ditentukan.
“Jika anak ini laki-laki, ia akan menjadi pelindung cahaya,” bisik Aoren.
“Dan jika perempuan?” tanya Shuwan.
“Dia akan menjadi cahaya itu sendiri,” jawab Aoren, mencium kening istrinya.
Kaisar Shen menyaksikan mereka dari singgasananya, matanya berkaca. “Cucu… cepatlah lahir dan buat dunia ini lebih indah.”
---
Masuknya Pelakor... dan Keluarnya dengan Mulus
Di tengah kemeriahan, seorang wanita cantik berpakaian mencolok mencoba masuk ke istana dalam. Namanya Lady Mei Xian, mantan selir dari negeri tetangga yang baru-baru ini “kebetulan” pindah ke Dawei dan menyatakan ingin menjadi pelayan setia keluarga kekaisaran.
Namun, sebelum sempat menginjak lantai batu giok, ia dihentikan oleh Phoenix Api dan Phoenix Es.
“Selir yang ingin menjadi api di rumah orang lain, sebaiknya belajar dulu jadi abu,” ucap Phoenix Api dengan mata menyala.
Lady Mei Xian tersenyum manis, namun begitu hendak berbicara, lantai di bawahnya runtuh... membuka perangkap yang langsung mengirimnya ke kereta unta dan dikirim kembali ke asalnya—tanpa sempat bicara satu patah kata pun.
---
Malam ditutup dengan musik lembut dari seruling bambu dan kecapi, sambil Shuwan bersandar di dada Aoren, tertidur dengan damai. Tangan Aoren terus membelai perut istrinya, menyapa sang cahaya kecil yang tumbuh di dalam sana.
“Kau akan lahir ke dunia yang penuh cinta, penuh keajaiban… dan tanpa satu pun bayangan,” bisik Aoren.
Di luar, langit berbintang membentang megah. Dan di dalam istana, cinta mengalir seperti aliran sungai suci: tak pernah putus, tak pernah lelah, hanya terus bertambah hangat setiap harinya.
Bersambung
selalu suka dengan kata² nya yang indah dan ceritanya yang menarik 😍