Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Dia terlalu cerdik
Revan mengerjapkan matanya saat nafas halus itu menyapu wajahnya, wajah cantik itu sudah berada di atas wajahnya tengah menyambut dirinya dengan senyum hangat di pagi hari.
"Suamiku, bangun." ucapnya lembut dan terdengar begitu manja di telinga Revan.
Senyum tipis langsung merekah di bibir Revan, tapi segera tertahan saat ia kembali mengingat sesuatu, Revan dengan cepat mencekal tangan Aluna hingga tubuh wanita itu sedikit menindih tubuhnya.
"Suamiku, ada apa?" tanya Aluna cemas, apa dia tidak menyukai panggilanku? Tapi semalam dia sangat menggila saat aku memanggilnya 'suamiku'.
Bukannya langsung membalas kekhawatir Aluna, Revan langsung menggulung tubuh Aluna dan membuatnya berubah posisi menjadi di bawah tubuhnya, Revan menempelkan hidungnya di hidung Aluna.
Aluna mengerjapkan matanya beberapa kali, pria ini benar-benar penuh kejutan, batinnya merasa belum siap dengan tingkah spontan suami kontraknya yang mungkin akan segera membatalkan kontraknya itu.
"Bastian sudah menunggu di luar." ucap Aluna cemas, ia tidak mau pria yang menjadi sekretaris pribadi suaminya itu tiba-tiba muncul saat mereka sedang melakukannya, karena seingatnya pintu kamarnya belum ia kunci saat ia masuk untuk membangunkan suaminya tadi.
Cekkkk.
Revan berdecak, tetapi tidak membuatnya melepaskan tubuh Aluna.
Cup.
Benar saja, bukanya melepaskan_, Revan malah mengecup bibir Aluna dan tidak melepaskannya lagi, mel*matnya hingga Aluna yang belum siap hampir saja kehabisan nafas.
"Kenapa tidak bernafas?" tanya Revan begitu ia melepaskan bibir Aluna.
Aluna menggigit bibir bawahnya, menyadari kesalahannya, "Aku lupa." ucapnya dengan polos.
Tukkk.
Seketika buku jari tengah Revan mengetuk keningnya Aluna, dan segera ia beranjak dari tubuh Aluna membalut tubuhnya yang masih belum memakai sehelai kain pun dengan selimut tebal hingga sebatas pinggang, ia duduk di tepi tempat tidur membuatkan Aluna juga bangun, baju Aluna yang sudah rapi siap untuk berangkat ke kantor kini berantakan lagi karena ulah Revan.
Srekkk.
Sekali lagi, Revan dengan gerak gesitnya melingkarkan lengan kekarnya di pinggang Aluna saat wanita itu sudah duduk di sampingnya.
Aluna tidak menolak saat pria itu juga menyandarkan dagunya di bahu Aluna, ia menyadari ada kecemasan besar yang tengah dirasakan oleh pria itu sejak semalam, membuat Aluna tidak berani protes apapun padahal biasanya Aluna yang paling cerewet.
"Jangan pergi." ucap Revan. Lagi-lagi kata-kata itu yang muncul dari pria itu dan kini Aluna sudah menyadari kecemasan Revan saat tadi pagi Bastian menceritakan soal Raysa. Tidak serta merta dengan senang hati langsung menceritakannya, tapi Aluna terlebih dulu mengancam pria yang begitu setia dengan suaminya itu untuk mendapatkan informasi.
Flashback on
"Selamat pagi, nyonya." sapa Bastian saat di rumah, berbeda sekali dengan sapaannya saat di kantor, karena memang Aluna dan Bastian yang masih menyembunyikan identitas hubungan mereka. Tapi saat di rumah seperti ini Bastian bebas menyapanya dengan sapaan 'nyonya' karena memang Aluna istri sah dari Revan.
"Selamat pagi, pak Bastian." sahut Aluna yang tengah sibuk menyiapkan sarapan.
Bastian mengedarkan pandangannya sebentar, menyadari bosnya belum terlihat, Bastian pun mendekat ke arah Aluna, "Pak Revan_,"
Aluna mendongakkan kepalanya, menatap ke arah Bastian. Ia tersenyum, mengusap tangannya yang basah pada afron yang membalut bajunya yang sudah rapi kemudian berjalan mendekat memutari meja makan untuk mengikis jarak antara dirinya dengan Bastian. Aluna berdiri dengan jarak sekitar satu meter dari Bastian,
"Aku ingin kamu mengatakan sesuatu padaku, pak Bastian." ucap Aluna dengan tegas, bahkan tatapannya terlihat begitu serius.
"Maaf nyonya_,"
Tidak sampai Bastian menyelesaikan ucapannya, Aluna dengan cepat memotongnya, "Jika pak Bastian tidak mengatakan dengan jujur, maka aku akan memilih pergi. Revan_, maksudku pak Revan begitu cemas sejak semalam, aku khawatir ia masih memikirkan wanita bernama Raysa itu." tukas Aluna berbohong. Jika melihat ekspresi Revan sejak semalam, sepertinya bukan seperti yang ia ucapkan kenyataanya.
Wajah Bastian yang tadinya tenang, tiba-tiba berubah cemas, "Nyonya, bukan seperti itu."
Aluna mengerutkan keningnya, ia mencoba menggali informasi dari pria yang bahkan tidak pernah lepas dari suaminya itu. Jika ia ingin mencari informasi tentang suaminya, mungkin kuncinya juga dimiliki oleh pria di depannya itu, begitu pikirnya.
"Lalu?" tanya Aluna semakin menunjukkan ekspresi serius.
Sepertinya kepercayaan diri Bastian mulai menipis, bibirnya tampak sedikit bergetar tidak setenang tadi.
"Baiklah, jika kamu tidak ingin mengatakannya, aku akan pergi sekarang. Kebetulan sekali pak Revan belum bangun jadi aku tidak perlu repot-repot berpamitan dengannya." ucap Aluna dengan ekspresi serius sembari melepas afronnya, melemparnya begitu saja hingga terjatuh tepat di sandaran kursi makan, lalu berjalan melewati Bastian begitu saja.
Satu ..., dua ...., tig _
"Nyonya."
Bibir Aluna tersenyum tipis, tapi tidak berbalik menatap Bastian, ia masih ingin terlihat serius. Bahkan sebelum hitungan ke tiga selesai, Bastian sudah memanggilnya lagi.
"Pak Revan tidak mencemaskan tentang artis yang tengah naik daun bernama Raysa. tapi yang pak Revan cemaskan, adalah nyonya. Ia tidak mau nyonya sampai salah faham dengan berita yang terlanjur beredar di media sosial soal pak Revan dan nona Raysa."
Sekali lagi Aluna tersenyum, "Jika kamu tidak menjelaskan, mungkin aku akan salah faham." kali ini suaranya terdengar lebih bersemangat, "Tunggu di sini, dan aku akan membangunkan pak Revan." ucapnya lagi sambil berlalu meninggalkan Bastian yang baru saja menyesali ucapannya.
Hehhh ...., aku baru saja dijebak. gumam Bastian dalam hati sebari menatap kepergian Aluna yang semakin menghilang di balik pintu kamar.
"Dia terlalu cerdik." ucapnya lirih.
Flashback off
"Mengenai gosip itu_," ucap Aluna sengaja menghentikan ucapannya, ia ingin tahu bagaimana reaksi Revan dan benar saja pria itu langsung mengangkat kepalanya dan menatap Aluna dengan tatapan yang cukup dalam,
"Aku tidak akan terpengaruh." lanjutnya dan berhasil membuat Revan mengerutkan keningnya tanda ia semakin penasaran.
"Kenapa?" tanya Revan singkat. meskipun Aluna tahu begitu banyak rasa penasaran pria di sampingnya.
Aluna tersenyum, "Gosip itu, tidak akan mengalahkan posisiku sebagai nyonya Revan saat ini sampai kamu sendiri yang ingin melepaskanku. Jadi kenapa aku harus khawatir tentang sesuatu yang bahkan tidak perlu aku khawatirkan setelah kamu sendiri yang menahanku agar tidak pergi."
Mendengar penuturan Aluna, seperti beban berat yang sejak semalam ia pikul dipundaknya seolah meletus dan menguap di udara yang cukup dingin pagi ini. Revan pun langsung beranjak dari duduknya, ia kembali berbalik dan membungkukkan tubuhnya.
Cup.
Mengecup bibir Aluna, "Aku mandi dulu, surut Bastian menunggu." ucapnya dan kembali berbalik, berjalan cepat ke kamar mandi.
Bibir Aluna tidak mampu ia kendalikan, senyumnya seolah mengembang tanpa ia minta, bahkan pipinya saat ini terasa panas oleh ulah suaminya, Aluna mengusap pipinya yang terasa panas itu, "Kenapa kalau diperhatikan, dia semakin menggemaskan sih." gumamnya lirih.
Bersambung
Happy Reading