Dendy Saputra, seorang reporter yang menyewa rumah tua jauh dari kota. Bermula muncul hal gaib dan misterius dari rumah itu. Hingga ia menyadari jika dirinya adalah seorang Indigo.
Mata batinnya pernah ditutup lantaran pernah memiliki musibah yang hampir merenggut nyawanya akibat kelebihannya itu.
Lama-kelamaan dia pun terbiasa berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata.
Dapatkah Dendy menguak tabir misteri kematian orang-orang yang meninggal secara misterius?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Virus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Petunjuk
"Assalamu'alaikum," ucap Arya yang langsung berjalan cepat menuju kamarnya.
"Wa'alaikumsalam...," jawab Key dengan sedikit berteriak karena ia sedang mencuci piring di dapur.
Tingkah Arya yang cemberut dan langsung membanting pintu masuk ke kamar ketika sampai di rumah bukan hanya sekali melainkan berkali-kali. Maka Key tidak heran jika anaknya seperti itu, karena sedang mengalami pubertas yang moodnya naik turun .
Dendy masuk beberapa menit setelah Arya masuk, "Assalamu'alaikum cinta ku," sapa Dendy pada Key memeluknya dari belakang dan mencium pipi Istrinya.
"Wa'alaikumsalam mas, Arya kenapa lagi sih? Di bully lagi soal nama?" tanya Key sambil menaruh piring dan gelas yang baru di cucinya kedalam Rak piring sementara. Saat air sudah mengalir dan kering maka piring, gelas, sendok, panci dan wajan barulah ditaruh ke rak sebenarnya
Key berbalik dan mengalungkan tangannya ke leher Dendy dan mencium bibirnya sekilas.
"Kayaknya sih gitu, tadi waktu aku jemput dia udah marah-marah. Bilangin tuh anak cowok jangan ngambekan hehe," ucap Dendy
"Kebanyakan bergaul ma mbak Kunti tuh jadi mode ngambekan. Nanti aku coba lihat deh kenapa dia uring-uringan kayak gitu,"
Kriiing
Handphone Key berdering, telepon dari Mamanya. Ia pun segera mengangkat, sementara Dendy pergi ke ruang TV.
Sebenarnya bukan masalah nama yang menjadi permasalahan Arya kini, tetapi kepala buntung yang terus menghantui dirinya. Awalnya Ratih yang melihatnya tetapi kenapa dia ikut dihantui. Apalagi suasana rumahnya yang semakin mencengkam bertambahlah rasa takutnya.
Dendy dan Key kembali ke rumah lama yang pernah dibeli Dendy dengan harga murah. Rumah peninggalan Dintaka, penulis novel yang meninggal karena di bunuh selingkuhan Istrinya.
Rumah itu tak lagi seseram dahulu karena sudah banyak penghuni di tempat itu. Kendaraan sudah banyak dilewati, toko-toko juga sudah banyak berdiri di daerah itu. Namun pepohonan besar masih menghiasi pinggirannya menjadikan tempat itu selalu sejuk.
Arya merebahkan tubuhnya di ranjang, menaruh bantal di atas mukanya lalu di peluknya agar ketakutan dalam dirinya menghilang. Seragam sekolah masih melekat ditubuhnya, kaos kakinya pun masih terpasang di kedua kakinya.
Tok Tok Tok
"Sayang buka pintu dong," pinta Key sang Mama
"Kalau masuk, uang jajanku tambah 200ribu," sahut Arya, dia tahu betul hal itu tidak akan di berikan Mamanya jadi dengan kata lain, Arya yakin jika sang Mama tidak akan masuk.
"Matrek banget sih kamu?! Buka pintunya atau keluar dan turun kebawah! Dalam hitungan ketiga kamu gak keluar, gak ada makan malam buat kamu!" Key yang selalu judes mengancam Arya
Sudah pasti Key lah pemenangnya
"Satu....!" Key mulai menghitung
"Dua....!....," teriak Key lagi
Cek lek
"Ahh Mama! Males ah mau rebahan bentar," ucap Arya membuka pintu dan berniat masuk lagi ke kamar
Key menatap tajam ke wajah anaknya, ada yang aneh di penglihatannya. Kemudian Key menangkup rahang Arya dengan kedua tangannya.
"Kamu ketemu siapa tadi?" tanya Key menatap tajam ke arah Arya
"Mama tahu?" tanya Arya
Key menganggukkan kepalanya, dia pun menarik tangan Arya dan turun kebawah menuju ruang keluarga yang sekaligus menjadi ruang tengah.
Key duduk dan menuntun Arya untuk ikut duduk. Sementara Dendy memakan cemilan sambil menonton televisi.
Dengan cepat Key mematikan televisi dan mulai bicara serius.
"Eh kok dimatiin sih, lagi seru tuh setannya bentar lagi keluar," sahut Dendy ingin mengambil kembali remote yang dirampas Key
"Anakmu ini lagi dihantui setan Mas, masak kamu gak tahu?" ucap Key
"Hah kok bisa? Kapan?" ucap Dendy.
"Aku lupa, kamu kan gak bisa ngerasain aura kasih disekitar tubuhnya," celetuk Key.
Banthet berjalan dan langsung naik di pangkuan Key, dengan manja ia mengusel-uselkan wajahnya di dada dan tidur melingkar di pangkuan Key setelah wanita itu memanjakannya dengan meng garuk-garuk leher dan kepalanya.
Kucing kesayangan Key yang ditemukan di rumah itu juga. Siapa pemilik sebenarnya Key masih belum tahu.
"Jadi... kamu itu ketemu siapa atau makhluk apa sampai aura di tubuh kamu itu ngitam semua," Key memulai pembicaraannya
Dengan ragu akhirnya Arya buka suara, dia menceritakan apa yang dia lihat. Juga dia sempat menggambar apa yang dilihat Ratih di loker saat itu.
"Bentar aku ambil buku gambarku, ada di tas," ucap Arya ingin kembali ke mobil karena tadi dia melemparkan tasnya di mobil belakang kursi penumpang
"Eh itu tas kamu, udah Papa taruh meja," ucap Dendy menghentikan makan cemilannya.
Arya beranjak mengambil tas sekolahnya lalu mengeluarkan buku sketsa miliknya. Dia membuka lembaran demi lembaran lalu menunjukkannya pada Key setelahnya.
"Wajah itu selalu kebayang Mah, dan ada bisikan aneh pake bahasa jawa yang aku gak ngerti juga ada tulisan hanacaraka dalam bayangan ku itu," cerita Arya
"Harusnya kelebihan kamu itu Papa tutup aja, kalau gini jadinya bikin repot Arya, urusan kita aja gak kelar-kelar," ucap Dendy yang pernah kerepotan sendiri membantu arwah-arwah ketika masih menjadi reporter
"Tapi Mas, mau ditutup kayak apa juga bakal kebuka lagi kayak kamu kemarin kan? Lebih baik dia tahu secepatnya saat kita masih ada, jadi kita bisa tuntun dia," sahut Key. Karena Key takut umurnya dan Dendy tidak akan bertahan lama sesungguhnya, usia orang tidak akan ada yang tahu.
"Arya... Mama gak bisa lihat potongan kepala seperti yang kamu gambar ini disekitar kamu, tetapi Mama masih bisa merasakan arwah pemilik kepala itu mengikutimu. Cobalah konsentrasi, kemungkinan dia ingin menyampaikan sesuatu," ujar Key
Konsentrasi konsentrasi terus, bilang sih gampang Mah tapi si konsentrasi itu ga pernah nongol, batin Arya.
"Kok diem aja? Yaudah sekarang mandi, ganti baju sholat,"
"Tadi udah sholat di sekolahan," jawab Arya lesu
Kamu udah makan belum? Kalau belum buruan bersih-bersih diri terus makan, Mama udah bikin rendang ayam kesukaan kamu tuh," ujar Key
"Rendang jengkol ada gak yank?" tanya Dendy
"Ada... di warung haha," ujar Key tertawa, Dendy juga ikut tertawa riang.
Sementara Arya kalut sendiri dengan permasalahan dirinya yang harus ia terima sebagai anak indigo.
Arya pergi menuju kamarnya, meninggalkan kedua orang tuanya yang tengah bercanda tawa, meskipun sudah tua mereka terlihat seperti orang yang masih pacaran.
Keduanya tidak lagi berprofesi sebagai reporter namun pekerjaan mereka tak lekang dari dunia pertelevisian. Dendy yang memiliki usaha percetakan koran dan majalah tabloid, kemudian merambah usahanya ke dunia pertelevisian lokal Jakarta. Key memegang jabatan direktur di stasiun televisi milik suaminya yang bernama JTv singkatan dari Jakarta Television. Hari Sabtu ini Key tidak masuk bekerja, begitu juga dengan Dendy yang memutuskan jika Sabtu dan minggu adalah waktu bersama keluarga.
Jam menunjukkan tiga sore, sebenarnya waktu yang terlambat untuk makan siang, tetapi Arya tidak begitu lapar karena sudah makan roti saat istirahat di sekolah. Dia duduk sendiri di meja makan, karena Dendy dan Key tidur siang dikamar mereka.
Lagi-lagi, Arya mendengar suara berbisik dalam bahasa jawa. Kemudian sebuah tulisan dalam bentuk hanacaraka muncul dalam bayangan Arya.
Cepat-cepat Arya beranjak dari duduknya dan mencari buku atau kertas kosong, tetapi ia tidak menemukannya. Yang ada hanya sebuah tabloid dan sebuah bolpoin di dalam laci.
Ia mencoba menulis apa yang di lihat di bayangannya itu. Sesekali pandangannya kabur tidak jelas lalu menghilang. Arya hanya mampu menulis sebuah kata
"ꦏꦸꦭ"
"Apa artinya ini ya... arghh banyak banget lagi tadi gak sempet ketulis," gumam Arya dalam hatinya