Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Melawan Matahari
Aula Agung yang biasanya menjadi simbol kedamaian kini berubah menjadi medan tekanan magis yang menyesakkan. Udara terasa panas—bukan panas api yang membakar, melainkan panas radiasi yang berasal dari tongkat emas sang Inkuisitor Luxia.
"Kaelen!" Elara berteriak, mencoba menerobos tekanan cahaya itu untuk mencapai suaminya.
"Jangan mendekat, Elara!" Kaelen mengerang.
Tubuh Kaelen gemetar hebat. Bekas luka di lengan kanannya kini terbuka, mengeluarkan uap hitam yang pekat. Duri obsidian yang muncul kali ini berbeda; mereka tidak lagi kasar dan tumpul, melainkan halus, berkilau seperti kaca hitam, dan memancarkan aura dingin yang sangat kontras dengan cahaya di ruangan itu.
"Lihatlah keburukan ini," kata wanita tua pemimpin Luxia itu dengan nada jijik. "Dia bukan hanya dikutuk; dia adalah portal berjalan bagi kegelapan yang seharusnya sudah musnah ribuan tahun lalu. Serahkan gadis itu, atau aku akan memurnikan tempat ini sekarang juga!"
"Cukup!" Elara mengangkat tongkat peraknya.
Cahaya hijau zamrud meledak dari tubuh Elara, menciptakan kubah pelindung yang menghalau radiasi emas sang Inkuisitor. "Kalian bicara tentang pemurnian, tapi kalian datang dengan ancaman dan kekerasan. Itu bukan tindakan orang-orang suci!"
"Kami adalah hukum, Gadis Kecil," balas sang Inkuisitor. Ia mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. "Jika kau menolak panggilan langit, maka kau adalah bidat!"
BOOOOM!
Sebuah pilar cahaya emas murni turun dari langit-langit aula, menghantam kubah pelindung Elara. Elara jatuh berlutut, wajahnya memerah menahan beban sihir yang begitu masif. Liontin Sun-Stone-nya berdenyut liar, mencoba menyerap energi yang terlalu besar itu.
"Hentikan... menyakiti... ISTRIKU!"
Suara Kaelen bukan lagi suara manusia. Itu adalah raungan dari kedalaman bumi.
Kaelen berdiri tegak. Lengan kanannya kini sepenuhnya terbungkus dalam zirah obsidian cair yang bergerak-gerak. Mata merahnya menyala begitu terang hingga mengalahkan cahaya emas di ruangan itu. Ia menghentakkan kakinya ke lantai, dan seketika, bayangan di bawah kaki para Inkuisitor bangkit seperti tombak-tombak hitam.
Para Inkuisitor melompat mundur dengan lincah.
"Sihir Abyss?!" Salah satu pengawal emas berseru kaget. "Bagaimana mungkin seorang raja manusia bisa mengakses The Deep?"
Kaelen tidak memberi mereka waktu untuk bertanya. Ia melesat—gerakannya begitu cepat hingga hanya terlihat seperti kilatan hitam. Dengan satu ayunan tangan monsternya, ia menghancurkan perisai cahaya salah satu pengawal hingga hancur berkeping-keping.
"Vorian! Bawa Elara keluar dari sini!" perintah Kaelen sambil menahan serangan tongkat sang wanita tua dengan lengan obsidiannya. Percikan api magis memercik ke mana-mana.
"Tidak, Kaelen! Aku tidak akan meninggalkanmu dalam kondisi ini!" Elara mencoba menyalurkan sihir penyembuhnya ke arah Kaelen.
Namun, saat sihir hijau Elara menyentuh punggung Kaelen, Raja itu justru menjerit kesakitan. Zirah obsidian di lengannya mulai retak dan mengeluarkan asap putih.
"Argh! Jangan, Elara!" Kaelen terengah. "Sihirmu... sekarang justru menjadi racun bagi kekuatan ini! Pergi!"
Elara membeku. Kenyataan pahit itu menghantamnya; sihir kehidupan murni miliknya—yang dulu mematahkan kutukan Kaelen—kini bertabrakan dengan kekuatan Void baru yang bangkit di tubuh suaminya. Mereka tidak lagi bisa saling bersentuhan secara sihir tanpa saling menyakiti.
"Nona, kita harus pergi!" Vorian menarik lengan Elara. "Jika Anda tetap di sini, Raja tidak bisa bertarung dengan bebas. Beliau harus melindungi Anda!"
Dengan berat hati, Elara mengikuti Vorian berlari menuju lorong rahasia di balik singgasana. Ia menoleh sekali lagi, melihat Kaelen yang dikelilingi oleh pusaran bayangan hitam, bertarung seperti iblis melawan tiga utusan "cahaya" tersebut.
Mereka sampai di taman rahasia di bawah kastil. Napas Elara memburu, air mata mengalir di pipinya.
"Kenapa ini terjadi, Vorian? Kita sudah memenangkan segalanya. Kenapa dia berubah lagi?"
"Kutukan itu tidak pernah benar-benar hilang, Nona," suara Vorian terdengar suram. "Ia hanya tidur. Dan sepertinya, kehadiran orang-orang Luxia ini memicu sesuatu yang jauh lebih tua di dalam darah keluarga Draven."
Tiba-tiba, bumi berguncang hebat. Suara ledakan terdengar dari Aula Agung di atas mereka. Elara melihat menara tertinggi istana Shadowfall retak, dan sebuah ledakan energi ungu-hitam membumbung ke langit, menelan cahaya matahari sore.
Kaelen telah melepaskan kekuatannya secara penuh.
"Dia akan menghancurkan dirinya sendiri jika dia terus menggunakan kekuatan itu," bisik Elara. Ia merogoh saku gaunnya dan mengeluarkan sebuah buku tua—jurnal Nenek Hestia yang ia bawa dari Oakhaven.
Ia membalik halaman-halamannya dengan panik sampai ia menemukan sebuah peta tersembunyi yang hanya bisa dilihat di bawah cahaya Sun-Stone. Peta itu tidak menunjukkan lokasi di benua ini, melainkan sebuah pulau terpencil di tengah Samudra Kabut.
"Pulau Ansel," gumam Elara. "Tempat di mana matahari dan bayangan bertemu. Nenek menulis bahwa di sanalah 'Dua Sisi Koin' bisa disatukan."
"Anda ingin mencari pulau itu?" Vorian bertanya.
"Aku harus," Elara berdiri tegak, menyeka air matanya. "Jika aku tidak bisa menyentuh Kaelen dengan sihirku sekarang, maka aku akan mencari cara untuk mengubah sihirku—atau sihirnya. Aku tidak akan membiarkan dia menjadi monster demi melindungiku."
Di atas mereka, suara tawa sang Inkuisitor wanita bergema, diikuti oleh dentuman keras tubuh yang menghantam lantai.
"KAELEN!"
Elara hendak berlari kembali ke atas, namun sesosok bayangan hitam meluncur jatuh dari langit-langit taman. Itu adalah Kaelen.
Zirah obsidiannya hancur, tubuhnya penuh luka bakar cahaya, dan ia pingsan saat menyentuh tanah. Di belakangnya, langit Shadowfall kini dipenuhi oleh kapal-kapal terbang emas dari Luxia yang mulai menurunkan jangkar.
Invasi telah dimulai.
"Vorian," Elara menatap kapal-kapal itu dengan tatapan dingin yang belum pernah ia miliki sebelumnya. "Siapkan kapal tercepat di pelabuhan rahasia. Kita bawa Raja pergi dari sini malam ini juga."
"Tujuan kita, Nona?"
"Kita akan pergi ke tempat di mana para Dewa dikuburkan. Kita akan pergi ke Ansel."