Kayla terkenal sebagai ratu gelud di sekolah-cewek tempramen, berani, dan udah langganan ruang BK. Axel? Ketua geng motor paling tengil sejagat raya, sok cool, tapi bolak-balik bikin ortunya dipanggil guru.
Masalahnya, Kayla dan Axel nggak pernah akur. Tiap ketemu, selalu ribut.
Sampai suatu hari... orang tua mereka-yang ternyata sahabatan-bikin keputusan gila: mereka harus menikah.
Kayla: "APA??! Gue mending tawuran sama satu sekolahan daripada nikah sama dia!!"
Axel: "Sama. Gue lebih milih mogok motor di tengah jalan daripada hidup seatap sama lo."
Tapi, pernikahan tetap berjalan.
Dan dari situlah, dimulainya perang baru-perang rumah tangga antara pengantin paling brutal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim elly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 34
Axel membuka pintu apartemen, wajahnya terlihat lelah tapi matanya tetap berbinar.
“Hay…” ucapnya singkat.
Kayla yang sedang duduk di sofa langsung mendongak. Alisnya terangkat, bibirnya membentuk senyum menggoda.
“Jangan hay atuh. Assalamualaikum,” tegurnya dengan nada manja, seperti seorang istri yang mencoba merapikan kebiasaan kecil suaminya.
Axel tertawa kecil, lalu mengulang. “Oh iya—Assalamualaikum, cantik.” Tatapannya lembut, senyumnya manis sekali.
Kayla ikut terkekeh, menjawab dengan nada sama hangatnya. “Walaikumsalam, salam ganteng.”
Axel meletakkan jas kerjanya di kursi, meregangkan bahu. Kayla mendekat sambil menatap penuh rasa ingin tahu.
“Gimana kerja, hmm?” tanyanya.
Axel mendesah pelan, seolah semua beratnya dunia diturunkan dalam satu tarikan napas. “Ya… gitu lah,” jawabnya, tapi ada senyum tipis yang terbit, mencoba meyakinkan istrinya.
Kayla mengangkat alis. “Mau makan?”
“Boleh,” jawab Axel.
Kayla langsung menundukkan kepala, pura-pura bersalah. “Tapi aku ngga masak… belum bisa,” ujarnya dengan nada manja, seperti anak kecil yang sedang mengaku kesalahan.
Axel hanya tersenyum lembut, matanya berkilat penuh kasih. “Beli aja.”
Kayla tertawa kecil, menepuk tangan Axel. “Udah tadi aku beli makanan sebelum kamu pulang.”
Mereka pun makan malam bersama. Suasana meja makan hangat, dipenuhi suara sendok yang beradu pelan dan tawa kecil Kayla.
Untuk sesaat, Kayla berhasil melupakan perih sore tadi—obrolannya dengan Revan yang masih terasa menusuk di dada.
Hari-hari berlalu. Kayla makin jarang menghubungi Revan. Mereka memang sudah jarang chat, tapi tetap menyimpan nomor masing-masing—seperti pintu kecil yang sengaja tidak pernah benar-benar ditutup.
Kayla bahkan menyimpan nomor Revan di ponsel satunya, menyembunyikannya rapat-rapat.
Di dalam hatinya, ia selalu menyiapkan cadangan.
Ia takut jika suatu hari Axel berubah, jika luka yang ia bayangkan datang… ia benar-benar akan pergi, dan nomor Revan adalah arah pelariannya.
“Semoga kamu selalu baik ya, Xel…” gumamnya lirih suatu hari, berdiri di depan cermin kamar mandi. Kata itu keluar dengan suara bergetar, sambil mengusap pipinya yang basah karena air wudhu—atau mungkin air mata.
Trauma masa lalunya datang seperti bayangan gelap. Ia masih ingat jelas, bagaimana ayahnya bersikap.
Seorang pria patriarki yang selalu menuntut istri dan anak-anaknya untuk patuh, tanpa pernah boleh membantah.
Kayla teringat peristiwa pahit: ia pernah ditampar ayahnya saat SMP hanya karena nilai jelek.
Saat itu, ayahnya menyalahkan Revan. “Itu gara-gara kamu kebanyakan main sama Revan,” bentak ayahnya waktu itu.
Kayla menangis keras, dan satu-satunya yang meraih bahunya adalah Revan.
Dia yang mengusap air matanya, membujuk dengan suara lembut. Luka Kayla mungkin tidak hilang, tapi setidaknya ada Revan yang selalu siap menambal.
Itulah sebabnya Kayla tumbuh jadi gadis galak, keras, dan kadang brutal. Semua itu benteng dari perlakuan kasar ayahnya.
Masa kecilnya kembali berkelebat. Ia ingat betul, dulu ia sering bermain bersama Revan, Romi, bahkan Axel—ketika mereka masih SD.
Tapi ayahnya selalu memperlakukan Axel dengan berbeda. Entah mengapa, Axel selalu lebih disayang, lebih dibela.
Jika mereka berkelahi di lapangan, bukan Kayla yang dilindungi, melainkan Axel. Kayla hanya bisa mengomel kesal pada Revan dan Romi.
“Kenapa sih ayah gue selalu belain si Axel?” gerutunya, bibirnya manyun.
Romi menepuk kepalanya sambil cekikikan. “Lo kayaknya ketuker deh, Kay.”
Kayla mendelik, lalu ngakak. “Si anjir! Muka gue mirip emak gue gini, dibilang ketuker!”
Revan hanya mengangkat bahu, lalu nyeletuk. “Karna dia kaya kali, Kay.”
Kayla terdiam sebentar, lalu mendengus. “Iya juga, ya.
Sama kalian, ayah gue jutek parah. Tapi gue tetep bestie forever sama kalian, ok?” Ia menunjuk mereka berdua dengan ekspresi sok serius.
Romi dan Revan kompak tersenyum. “Iya dong,” jawab Revan, sambil merangkul bahu Kayla. Kehangatan itu begitu nyata.
Kayla menunduk sejenak, suaranya lirih. “Kalian jangan ninggalin gue, ya…”
Romi tertawa, mencoba mencairkan suasana. “Ninggalin? Lo kali yang ninggalin kita, Kay.”
“Lah?!” Kayla langsung membelalak.
Romi terkekeh lagi. “Iya, lo nikah nanti bakal dikekep suami lo. Ngga bakal lagi bisa ketemu kita.”
Kayla manyun, lalu berkata manja, “Kalo gitu… gue mau nikah sama salah satu dari kalian aja!”
Romi langsung terbatuk, pura-pura kaget. “Buset!”
“Waduh…” Revan hanya menggaruk tengkuk, matanya menatap Kayla dengan tatapan yang tak bisa ia artikan.
Kayla mengernyit. “Kok gitu jawabannya?”
Revan menatapnya lekat-lekat, lalu mengusap pipi Kayla dengan lembut. “Lah, neng cantik… mikir dong. Kita mah gembel. Rumah gue aja masuk gang. Ngga bakal direstuin ayah lo, sadar, hey…”
Romi menambahkan dengan nada bercanda, “Iya Kay, aneh lo. Cari sultan lah. Sama kita mah madesu.”
Kayla mencemberut. “Ya udah, gue mau cari suami orang kaya.”
Revan tertawa kecil. “Gitu dong. Nanti traktir kita, ya kan?”
Kayla langsung menolak. “Ogah! Gue ngambek, mau ninggalin kalian!” Ia berlari menjauh, menutup wajahnya pura-pura kesal.
Romi hanya melambaikan tangan. “Yee… gitu dia mah. Ambekan.”
Revan tidak ikut bercanda. Ia hanya menatap punggung Kayla yang menjauh, sambil tersenyum samar.
Senyum yang menyimpan rasa, tapi tak pernah terucap.
Tak terasa, Kayla ikut tersenyum di masa kini. Duduk sendirian di kamarnya, kenangan indah itu mengalir begitu nyata.
Tapi senyum itu cepat hilang, berganti getir. Sebab dulu yang ia inginkan justru yang kini tak bisa ia miliki.
Bersambung...
Kasih author semangat dong caranya
#vote
#komen
#like
Makasih udah baca cerita ku 🥰🥰
jangan sentuhan