NovelToon NovelToon
Takdir Kedua

Takdir Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Murid Genius / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Putri asli/palsu
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Shinta Bagaskara terbangun kembali di masa lalu. Kali ini, ia tak lagi takut. Ia kembali untuk menuntut keadilan dan merebut semua yang pernah dirampas darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketika Mulai Retak

Sementara itu, kontrak antara Bagaskara Group dan Lytrex Corporation memang belum ditandatangani.

Begitu Lytrex Corporation membatalkan secara sepihak, Haryo Bagaskara langsung kalang kabut. Napasnya memburu, wajah memerah karena marah. Ia buru-buru menekan nomor telepon.

“Pak Aryo, bukankah kita sudah sepakat sebelumnya?” tanyanya dengan nada setengah panik.

Nada bicara Haryo sangat sopan—bagaimanapun juga, Lytrex Corporation adalah perusahaan besar. Ia tidak berani menyinggung pihak sebesar itu.

Di seberang, Bapak Aryo, direktur Lytrex, menyipitkan mata sambil tersenyum tipis.

“Tapi kan, Pak Haryo, kita belum tanda tangan kontrak. Saya juga serba salah,” ujarnya dengan suara tenang tapi menusuk.

“Soalnya lahan itu sudah dibeli pihak lain. Orangnya cukup kuat, saya tidak berani menolak.”

Haryo mengepal tangannya, menahan amarah.

Kalimat itu jelas-jelas berarti: karena kontrak belum ditandatangani, Lytrex bisa membatalkan seenaknya. Dan ia, mau tak mau, tak bisa berbuat apa-apa.

“Pak Aryo, harga bisa kita bicarakan lagi. Asal lahan itu tetap jadi milik saya.” Nada suara Haryo merendah, hampir seperti memohon. Ia memang sangat butuh lahan itu untuk proyek berikutnya.

Namun Bapak Aryo hanya menjawab datar, “Pak Haryo, ini bukan soal uang. Masalahnya, orang yang membeli lahan itu… bukan orang yang bisa saya singgung.”

Haryo hanya bisa terdiam, rahangnya mengeras.

“Orang itu siapa, kalau boleh tahu?” tanyanya akhirnya.

“Direktur FP Group,” jawab Aryo santai, sambil tersenyum tipis.

Haryo sontak terdiam.

FP Group. Di Kota Hastinapura astinapura astinapura, nama itu seperti bayangan besar yang tidak bisa disentuh. Bahkan ia pun tahu, bersinggungan sedikit saja bisa berakibat fatal bagi perusahaannya.

“Lihat, Pak Haryo… saya juga tidak enak, sebenarnya. Tapi saya takut kalau harus berurusan dengan FP Group,” kata Aryo lagi, terdengar tulus tapi jelas mengandung tekanan.

Ucapan terakhir itu nyaris tak terdengar di telinga Haryo. Tangannya gemetar saat menutup telepon.

Ia begitu kesal, tapi juga tak berdaya.

Lahan itu sangat penting bagi langkah besar Bagaskara Group ke depan, tapi siapa yang berani melawan FP Group?

Malam itu, Haryo tak bisa tidur. Ia gelisah, berguling-guling di tempat tidur, wajahnya penuh kekesalan.

Keesokan paginya, begitu melihat Shinta Bagaskara, semua amarah yang tertahan itu langsung ia luapkan.

“Shinta! Kamu harus putus dari laki-laki itu! Kamu masih SMA kelas tiga, sudah main cinta-cintaan, apa-apaan ini?!”

Haryo tidak benar-benar punya alasan jelas untuk marah padanya, tapi karena kesal, akhirnya ia menumpahkan semua emosi kepada Shinta.

Apalagi, kemarin kepala sekolah sempat menelepon dan menyinggung gosip yang beredar—bahwa Shinta disebut-sebut sebagai “gadis simpanan pria kaya.” Bukannya berusaha menenangkan, Haryo malah mempercayainya mentah-mentah.

Dalam pikirannya, meski gosip itu mungkin tidak sepenuhnya benar, Shinta pasti tidak polos.

Apalagi, Dira sendiri mengatakan kalau ia pernah melihat pria yang mengupas udang untuk Shinta—hanya dari situ, Haryo langsung menarik kesimpulan.

Shinta cantik, dan karena sejak kecil tidak dibesarkan di keluarga Bagaskara, Haryo yakin ia mudah tergoda oleh uang. Bagi Haryo, itu sudah cukup jadi alasan untuk marah.

Shinta menatap ayahnya dengan pandangan datar, lalu menelan suapan terakhir rotinya. Ia berdiri perlahan, suaranya tenang tapi menusuk,

“Jadi Anda memang yakin saya melakukan semua itu?”

Haryo tidak mau disalahkan. “Kalau kamu tidak melakukannya, kenapa bisa muncul gosip seperti itu?!”

Shinta menoleh pada Dira, matanya setengah menyipit dengan senyum tipis yang hampir seperti ejekan.

“Benar juga. Anda memang tidak pernah percaya pada saya.”

Setelah itu, Shinta mengambil tasnya dan pergi tanpa menoleh sedikit pun.

Baginya, rumah ini bukan rumah—karena sejak awal, ia tak pernah benar-benar punya rumah.

Begitu Shinta pergi, Haryo justru merasa sedikit lega. Amarahnya seolah sudah tersalurkan.

Haryo kemudian duduk santai, mengambil sepotong roti lagi, dan kali ini suaranya jauh lebih lembut.

“Dira, kamu mau menggambar apa hari ini?”

Yang ia maksud tentu persiapan lomba lukis remaja tingkat kota.

“Sudah ada temanya, Pa. Pak Liang akan bantu bimbing,” jawab Dira lembut.

“Bagus. Lakukan yang terbaik,” kata Haryo mantap.

Ia yakin, dari dua kuota peserta Kota Hastinapura , satu pasti akan jadi milik Dira.

Bagaimana tidak? Dira murid Raden Wijaya, pelukis besar yang sangat disegani di kalangan seni rupa. Bahkan Asosiasi Lukis Kota Hastinapura pun menghormatinya.

“Banyak pelukis hebat, Pa. Aku belum tentu terpilih,” kata Dira merendah.

Haryo tersenyum, “Ah, kamu ini terlalu rendah hati. Kamu punya bakat, Dira. Kamu murid Raden Wijaya, sudah pasti bisa.”

“Kalau begitu, aku akan berusaha,” jawab Dira manis.

Saat itu, Laraswati Bagaskara baru turun dari kamar dan melihat ayah-anak itu bercanda ringan.

Sebuah senyum muncul di wajahnya. Sudah lama rumah ini tidak sehangat itu—sejak Shinta kembali, suasana memang selalu tegang.

“Sedang apa kalian? Kok ramai sekali tanpa mengajakku?” tanyanya lembut.

Dira langsung memeluk lengan ibunya manja. “Mama, kami sedang bahas lomba lukis remaja.”

“Wah, Mama yakin kamu pasti terpilih,” kata Laraswati sambil menepuk lembut kepala putrinya.

Ia sangat menyayangi Dira, bahkan cenderung memanjakannya. Sementara Shinta, meski anak kandungnya juga, entah kenapa selalu terasa seperti orang asing di mata Laraswati.

“Tenang saja, Ma. Aku akan menang, dan bawakan piala untuk Mama,” ujar Dira penuh semangat.

“Bagus. Itu baru anak Mama,” jawab Laraswati tersenyum bangga.

Melihat keakraban mereka, Haryo pun merasa sedikit lebih tenang. Kepalanya tak lagi sesak oleh amarah.

Setelah sarapan, ia langsung berangkat ke kantor FP Group. Berdiri di depan gedung tinggi megah itu, kakinya sempat gemetar pelan.

Sebagai pengusaha yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis, Haryo tentu bukan orang sembarangan. Tapi menghadapi FP Group—ia tahu diri. Di hadapan mereka, kesombongan tidak ada gunanya.

Ia berjalan ke meja resepsionis, menyodorkan kartu namanya.

“Selamat pagi, saya ingin bertemu Presiden Direktur FP Group,” katanya sopan.

Resepsionis memandangnya sekilas. Setiap hari, banyak orang datang meminta waktu bertemu presiden, tapi hampir tak pernah ada yang berhasil tanpa izin dari Dimas Arga, sang asisten pribadi.

Ia menerima kartu itu dan berkata sopan, “Silakan tunggu sebentar, Pak. Saya hubungi dulu asistennya.”

Tak lama, sambungan telepon tersambung ke Dimas.

“Presiden sedang sibuk,” jawab Dimas singkat, “suruh dia menunggu sebentar.”

1
Na_dhyra
jadi lumut aku thor nungguin kamu update hehehe
INeeTha: Sudah update ya kaka🙏🙏🙏
total 1 replies
Narina Chan
ayo lanjutkan kaka
Robiirta
ayo lanjut update yg banyak kaka
Robiirta
lanjutkan kaka
Na_dhyra
2 bab gak cukup beb...hihihi
Awkarina
update yang banyak kaka
Awkarina
mam to the pus🤣🤣🤣
Awkarina
jurusnya teh hijau nih👍👍👍
Awkarina
dia jijik woy😄😄😄
Awkarina
bisa gitu🤭
Awkarina
antagonis pro nih👍
Awkarina
ini dia yang marah🤣🤣🤣
Awkarina
mati aja lo😄😄😄
Awkarina
lah dia mupeng😄😄😄
Awkarina
ko saya pengen nabok y🤣🤣🤣
Awkarina
lanjutkan 👍👍👍👍
Awkarina
lanjutkan 😍😍😍😍
Awkarina
Mantap ceritanya lanjutkan sampai tamat ya thor, aku menunggu
Robiirta
👍👍👍👍👍 LAnjutkan💪💪💪💪
Robiirta
lanjutkan💪💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!