Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih?
ikuti terus kisahnya! 😉😉
Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bara dendam 2
Tanpa aba-aba Galih bergerak ke depan mendorong dada bidang Adit. "Jauhi Arumni!" teriaknya.
Adit masih berdiri tegap tanpa tergeser sedikitpun dari tempatnya. Sikap santai Adit membuat Galih merasa terpancing emosi.
Udara berdesing ketika Galih melayangkan sebuah tinju. Satu pukulannya melesat ke samping. Pukulan kedua tertangkap sempurna, dalam genggaman telapak tangan Adit yang lebar.
Satu balas tinju dari Adit membuatnya terpental ke tanah, darah yang keluar dari mulut semakin membuat amarahnya mengelegak, Galih mencoba berdiri, namun pandangannya kabur, tubuhnya terhuyung ke belakang.
Adit mengeratkan rahangnya. "Pergi dari hadapan ku!" tegas Adit sambil menunjuk arah keluar.
Dalam kondisinya yang tak mungkin mampu mengimbangi Adit, Galih masih berusaha berdiri melawannya. Urat lehernya terlihat jelas, wajahnya nyaris menempel wajah Adit, "Arumni itu milik ku, sampai kapanpun akan menjadi milik ku!" tegas Galih dengan tangan mengepal.
Adit yang sudah tahu bagaimana Arumni menahan rasa sakit, akibat ulah Galih, merasa tidak rela, ia kembali memberi hadiah dengan cara meninju bagian mulut Galih, hingga Galih terbentur ke sebuah batu. Darah mengalir dari ujung dahinya, bibirnya pun pecah dan berdarah, ia nyaris pingsan.
Adit merogoh benda pipih dari saku jaketnya, ia segera menghubungi seseorang untuk mengamankan Galih.
Kurang dari sepuluh menit Adrian dan Zaki telah sampai di rumah Adit.
"Bawa keluar laki-laki ini, sebelum kesabaran ku habis!" kata Adit setelah mereka sampai.
"Dit, kamu kan polisi, kamu ngak ingin menindak lanjuti?" tanya Adrian sebelum membawa Galih.
"Penjara terlalu nyaman buat dia!" kata Adit kesal.
Sementara Zaki masih berjongkok mengamati Galih, wajahnya penuh darah terlalu samar untuk dikenali. "Dit, apa ini Galih?" Zaki penasaran.
"Kamu kenal dia, Zak?" tanya Adrian.
"Iya, dulu kita sering main bareng!"
Adit mulai mereda, "Bawa dia ke rumah sakit, kalau kamu tahu rumahnya beri tahu keluarganya juga!" perintah Adit.
"Siap, Dit!" kata mereka.
Adrian dan Zaki merupakan teman Adit, sejak dulu mereka selalu bersama-sama dan saling membantu bila ada yang membutuhkan.
**
Pak Arif dan bu Susi segera menyusul Galih ke rumah sakit, setelah mendapat kabar Galih dilarikan ke sana. Sementara Mita yang memiliki bayi, hanya bisa pasrah menunggu di rumah, dengan rasa khawatirnya.
"Pak, apa yang terjadi pada anak kita? kenapa dia sekarang berubah menjadi keras?" bu Susi merasa prihatin atas perubahan sikap Galih.
"Bapak juga ngak tau, bu! bapak bingung."
Tidak lama, Adit pun datang menyambangi Galih. "Bagaimana keadaannya, pak?" tanya Adit setelah memasuki ruang rawat Galih.
"Apa yang terjadi, Dit? Zaki bilang, Galih dari rumah mu?"
Adit terdiam.
"Iya, nak Adit? ada apa sebenarnya?" sambung bu Susi.
Adit bertekuk lutut di hadapan pak Arif dan bu Susi yang tengah duduk menjaga Galih. "Aku minta maaf, pak Arif, dan juga bu Susi." ucapnya seraya mengantupkan tangan nya ke dada. "Aku lepas kendali saat Galih menyerang, aku terpaksa melakukan itu." ucapnya menyesal.
"Harus bagaimana lagi, Dit? bapak juga kaget, saat di Jakarta baru tahu kalau anakku sudah sangat keras." kata pak Arif, sedih.
"Iya, nak Adit. Ibu juga merasa akhir-akhir ini Galih begitu. Ibu sangat bingung harus bagaimana."
Kedua orang tua Galih sangat prihatin dengan perilaku Galih yang kini mudah marah. Suara ketukan pintu terdengar membuat mereka menoleh ke arah sumber suara.
"Selamat malam bapak, ibu..! Seorang wanita membawa bayi memaksa masuk, wanita itu mengatakan bahwa dia istri pasien!" kata salah satu satpam yang bertugas.
"Itu pasti Mita, pak! ibu akan melihatnya!" kata bu Susi sambil berjalan mengekor di belakang satpam tersebut.
"Mita itu siapa, pak Arif?" Adit ingin tahu secara pasti.
"Dia-" pak Arif terdiam menunduk. Pak Arif merasa tidak pantas jika menceritakan perbuatan anaknya yang berakibat fatal bagi hubungannya dengan Arumni.
"Apa dia istri kedua Galih?" Adit kembali bertanya.
Pak Arif pun mengangguk. "iya!" lirihnya.
Cklek!
Pintu kembali terbuka membuat pak Arif dan Adit menoleh cepat.
"Bagaimana keadaan mas Galih, pak?" tanya Mita dengan napas terengah-engah. Mita terlihat sangat khawatir pada Galih, hingga membuatnya berlari saat ingin melihatnya.
"Tidak papa, Mita. Galih hanya sedang tidur, dokter memasukkan obat tidur supaya Galih bisa beristirahat penuh." kata pak Arif.
Mita dapat bernapas lega saat mendengar penjelasan pak Arif. Ia bahkan meminta agar pak Arif membantu bu Susi menjaga Rama di rumah, dan Mita yang akan menjaga Galih.
Pak Arif pun mengajak Adit keluar, membiarkan Mita mengurus Galih. Mereka jalan pelan sambil mengobrol.
"Pak Arif, kenapa Galih punya istri kedua?" Adit agak kepo.
"Entahlah, Dit. Bapak juga tidak tahu persis bagaimana ceritanya."
"Loh, memangnya pak Arif tidak tahu?" Adit semakin penasaran.
"Bapak tuh tau tau mereka sudah punya anak, itupun karena bapak menyempatkan diri ke rumah Galih, saat siswa kelas 8 studytour ke Jakarta. kalau tidak bagaimana bapak bisa tahu?"
Adit menangkap cerita pak Arif. "Lalu Arumni? apa dia juga baru tahu?"
Pak Arif menghela napas panjang. "Huff! itulah Arumni, bahkan setelah mengetahui suaminya menikah lagi, dia tetap diam menahan diri, andai waktu itu bapak tidak ke sana, mungkin sampai sekarang Arumni masih akan tetap diam."
Adit masih menyimak.
"Arumni menantu dan istri yang baik, tidak neko-neko. Entah apa yang ada di pikiran Galih, bisa-bisanya dia menikah lagi. Ya, mau bagaimana lagi? kalau memang Arumni sudah tidak nyaman sama Galih, apa masih akan dipaksakan?"
Adit mengangguk. "Sudah sampai, pak Arif." ucapnya saat mereka telah sampai di parkiran.
"Iya, Dit! bapak pulang dulu ya Dit?"
"iya, hati-hati di jalan, pak Arif!"
**
Seusai mendengar ucapan pak Arif, Adit jadi banyak berpikir, "kenapa Arumni sabar banget ya? dia menahan beban di hati seberat itu, tanpa membagi pada siapapun? bodoh sekali Galih!" Bisiknya setelah Adit sampai di rumah.
Bingung harus bagaimana, tak sengaja Adit justru menekan nomor Arumni yang menyebabkan ia jadi menelponnya.
"Hallo!!" suara bentakan itu terdengar dari ujung telpon.
Adit merasa terkejut, rasanya tidak mungkin jika Arumni bersuara sekasar itu. "Arumni?" ucapnya.
Mendengar suara asing membuat ibunya Arumni sedikit lembut. "Ini siapa, ya?" Rupanya itu suara ibunya Arumni, bu Sari segera merebut ponsel Arumni saat ponselnya berdering, bu Sari berjaga-jaga jika itu yang menelpon Galih.
"Adit, apa Arumni nya ada?" Adit merasa tidak enak saat malam-malam menelpon Arumni, namun karena panggilan terlanjur terhubung, jadi terpaksa harus bicara.
Adit dapat menangkap suara lirih Arumni dan ibunya bicara.
"Siapa yang telpon, bu?"
"Adit, siapa adit? temannya Galih bukan?"
"Bukan!"
"Aduh, ternyata ibunya!" bisik Adit dalam hati.
Rupanya ibunya Arumni tidak ingin Arumni berhubungan dengan Galih lagi, meskipun hanya sebatas telpon, setelah Arumni meyakinkan pada ibunya, bahwa Adit tidak ada sangkut pautnya dengan Galih, bu Sari pun memberikan ponselnya pada Arumni.
"Assalamu'alaikum, mas."
Suara Arumni terdengar sangat merdu, hingga membuat sekujur tubuh Adit terasa merinding mendengarnya. "kenapa aku jadi seperti ini? apa yang terjadi?" ucapnya dalam hati, sambil mengatur napasnya pelan.
"Mas Adit?!" suara itu kembali terdengar, saat Adit tak menjawab. "Apa suara ku tidak terdengar ya, bu?" Arumni jadi bertanya pada ibunya.
"HP mu rusak kali."
"Ngak kok, bu!"
Lama tak ada sautan dari Adit, membuat Arumni menekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan.
...****************...
masalahnya kamu sdh poligami tanpa ijin dari istri sah mu
semoga Arumi mendapatkan pengganti yg lebih baik lagi
kan sudah ada Mita yg setiap saat ada di susi mu