Sudah di zaman kapan ini masih ada kata "dijodohkan"....
Wah.... ternyata orangtua ku masih sejadul itu, dan juga kenapa coba harus aku???
Abang dan juga kakak ku bahkan adik ku memilih pasangan hidupnya masing-masing...
"Ya Bu nanti aku pulang untuk makan malamnya''..." gitu dong anak ibu" jawab ibu diseberang telpon...
Bagaimana kisah cinta Naira apakah jadi berjodoh dan bahagia????
Yuk baca ceritanya.....
Maaf y masih karya pertama...
Mohon kritik yang membangun dan yang baik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelis Rawati Siregar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Bima memperhatikan Naira yang lahap memakan satenya. Dari cara makannya sepertinya Naira ini mungkin penyuka sate. Salutnya melihat Naira ini dia tidak ada jaim-jaimnya dalam hal makan. Selagi sesuai selera pasti dimakan. Senyum Bima seketika terbit walau tipis ketika Naira menghabiskan makanannya. Bima mengambil tisu dan maju hendak membersihkan bibir Naira. Naira yang kaget reflek mundur dan menatap kearah Bima.
"Ada sisa kuah nempel di sudut bibir mu".
"Biar Naira aja Mas," Naira meraih tisu dari tangan Bima dan membersihkan sudut bibirnya.
"Maaf Mas Naira ke kamar dulu, terima kasih"
"Ya"
Bima menatap Naira yang menaiki tangga menuju kamarnya. Entah kenapa ada sebersit rasa kecewa menghinggapi hatinya. Bima tak memungkiri rasa. Semenjak melihat bagaimana interaksi Naira terhadap keluarganya, ada rasa cemburu dihatinya. Sedangkan kepadanya Naira bersikap seperti menjaga jarak dan membangun sebuah benteng tak kasat mata. Dan yang paling Bima suka dari Naira adalah kepatuhannya.
Bima bermonolog apa aku mencintai Naira?. Sementara kepada Ririn Bima tidak pernah sekalipun merasakan seperti ini. Bima termasuk membebaskan Ririn dekat dengan siapapun yang penting tahu batasannya. Sedangkan dengan Naira, melihat Naira tertawa lepas dengan bawahannya yang katanya teman Naira saja sudah membuat seluruh pikirannya kacau sampai ia tidak fokus dalam seminarnya.
Bima merapikan semua bekas makan mereka untuk segera beristirahat. Membersihkan diri memakai celana boxer dan kaos oblong akhirnya Bima menjemput mimpi.
Hari berganti dengan cepat tanpa menunggu kita siap untuk menghadapinya atau tidak. Yang jelas dia akan tetap berputar sesuai rotasinya. Tak terasa hari keberangkatan Bima dan Naira hanya tinggal sehari lagi.
"Hallo, assalamualaikum Dit".
"Ya, waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Naira cantik".
"Idihhh males ahhh kamu gombal terus"
"Hahahaa... nggak lagi. Ada apa gerangan tuan putri menelpon hamba sahaya?".
"Betul ni ya Naira matikan, ngambek ini Naira!"
"Jangan ngambekan dong. Ada apa Nai?"
"Dit, temenin aku beli koper nanti pulang kerja bisa?"
"Apasih yang nggak untuk seorang Naira?"
"Naira pulang setengah empat. Jumpa disana aja ya. Sekalian mau bayar hutang ngopi".
"Tita paduka siap hamba laksanakan. Ada lagi paduka?"
"Ihhhh...sebel aku dengar kamu mode gitu Dit. Sudah ya, jumpa disana. Assalamualaikum"
"Ya, waalaikumsalam"
Naira celingukan melihat sekelilingnya untuk mencari keberadaan Raditya. Raditya yang melihat kedatangan Naira dari jauh akhirnya berjalan lagi untuk menjemput Naira.
"Ayo!"
"Ok siapa takut".
Mereka berjalan menuju lift untuk naik ke lantai 3, tempat aneka tas dan koper berada. Pilihan Naira jatuh pada koper biru.
"Kita ngopi dimana?", Naira bertanya.
"Disana aja ya", Radit menunjuk outlet penjual kopi dan juga makanan.
Mereka pun duduk dan memesan makanan dan juga kopi. Sambil menunggu pesanan mereka datang, mereka berbincang seadanya dan tidak ketinggalan gombalan dari Raditya yang membuat Naira tertawa.
Tanpa mereka sadari dari tadi disudut pojok kanan Bima memperhatikan mereka dari jauh. Kebetulan tadi Bima sedang memenuhi undangan kolega untuk ngopi. Bima yang melihat keakraban mereka sudah sangat tidak tahan. Ada gejolak yang bergelora dalam diri Bima melihat Naira tersenyum manis kepada Raditya.
"Baiklah Pak Bima, saya harap kerjasama kita ini semakin lancar," ucap kolega Bima seraya menjabat tangan Bima.
"Baik Pak Anton, semoga usaha kita semakin jaya.
"Doni kamu duluan pulang kunci mobil letak disini".
Bau
Bima terus melihat dari jauh apa saja yang mereka lakukan. Bima masih berusaha menahan diri