Aku tidak pernah tahu tentang bagaimana akhirnya. Mencintaimu adalah sesuatu tanpa rencana yang harus kutanggung segala konsekuensinya. Jika di izinkan Tuhan untuk bersama, aku bahagia. Tapi jika tidak, aku terima meski terluka. -Alea-
**
Hamil diluar nikah memang sebuah aib, tapi kenapa harus perempuan yang menanggung lebih banyak sikap dan penilaian buruk dari setiap orang.
Lalu, bagaimana dengan Alea? Dia hamil oleh kekasihnya, tapi tidak mendapatkan tanggung jawab dari pria yang telah menodainya.
Di hari pernikahan, Alea harus menerima jika dia harus menikah dengan Rean, suami pengganti untuknya. Kakak dari pria yang membuatnya hamil.
Lalu, pernikahan seperti apa yang akan dia jalani?
Aku hanya suami pengganti untukmu, kau harus pergi dari kehidupanku setelah bayi ini lahir. -Rean-
Bisakah aku memperjuangkanmu sebagai suamiku? -Alea-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takut Alea Meninggalkannya
Operasi akhirnya berjalan, perasaan cemas dan penuh kekhawatiran memenuhi hatinya. Rean hanya menunggu di depan ruangan dengan wajah yang jelas menunjukan rasa cemas.
"Kak, Alea pasti kuat dan dia akan baik-baik saja" ucap Arina yang duduk disampingnya, menepuk bahu kakak sepupunya ini.
"Rin, aku juga perlu bicara denganmu" ucap Arian.
Arina mendongak, menatap saudara kembarnya yang berdiri bersandar di dinding. Arina menghela napas pelan, dia tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Arian padanya. Sudah pasti tentang dia yang bersama Samuel.
"Nanti saja, aku pasti jelasin semuanya"
Dan akhirnya setelah memakan waktu yang lama, Dokter keluar juga dari ruang operasi. Hari sudah besoknya lagi, Rean tidak tidur semalaman, dan hanya menunggu operasi Alea selesai.
"Pasien selamat, tapi mungkin masih dengan kemungkinan kedua. Tapi, kita lihat dulu perkembangannya, semoga bisa sadar dalam waktu cepat"
Bahu Rean melemas, meski setidaknya mendengar Alea selamat dalam melewati operasi besar ini. Tapi, dia tetap harus menerima jika memang adanya kemungkinan kedua, yaitu Alea yang mungkin mengalami koma.
Ketika brangkar di dorong oleh perawat keluar ruangan, Rean langsung mengikutinya. Istrinya masih setia memejamkan mata dengan segala alat medis terpasang ditubuhnya.
"Sayang, ayo bertahan. Segera bangun ya, aku menunggumu disini"
Alea di pindahkan ke ruang rawat, masih menunggu perkembangan. Rean menunggunya dengan harapan istrinya akan segera sadar. Melihat Alea yang terbaring tak berdaya di atas ranjang pesakitan ini, rasanya hati Rean begitu hancur.
"Kamu perempuan yang hebat, dan pastinya bisa melewati semua ini" lirih Rean, mengenggam tangan istrinya dan menempelkan di keningnya. Bahunya mulai bergetar tak tertahankan.
"Alea pasti akan baik-baik saja, dia begitu kuat" ucap Ibu Yulita dengan menepuk pelan punggung anaknya. Memberikan kekuatan padanya.
*
Sudah dua hari berlalu, dan Alea masih betah dengan tidurnya. Dokter sudah memeriksa ulang beberapa kali, dan Alea benar dinyatakan koma tanpa Dokter tahu kapan dia akan sadar.
Rean tidak bisa melakukan apapun, selain tetap berada di samping Alea. Setiap hari dia hanya pulang ke rumah sakit sehabis bekerja, dan menemani istrinya.
"Ibu pulang saja, aku yang menjaganya"
"Ibu akan menyeka dulu tubuh Alea sebelum pulang"
"Tidak perlu Bu, biar aku saja"
Dan Rean benar-benar merawat istrinya dengan baik. Menyeka tubuhnya dan mengganti pakaian Alea. Setelahnya, dia mengecup keningnya dan lalu akan duduk di kursi samping tempat tidur. Rean hanya tidur menjelang pagi, dengan kepala yang di sandarkan ke pinggir ranjang. Karena semalaman, dia hanya akan duduk menjaga istrinya, mengecek suhu tubuh dan terus mengajak Alea berbicara.
"Sudah tiga hari Sayang, kapan akan bangun? Aku merindukanmu, aku ingin menepati janji masa kecil kita, anak gendut. Bangun ya"
Terkadang Rean juga membacakan sebuah buku yang sering di baca oleh Alea dulu. Mencoba berintearksi untuk membuat Alea mendengar ucapannya dan ingin segera bangun dari tidur panjangnya.
Pintu ruangan yang terbuka, membuat Rean menoleh. Tatapan tajam langsung tertuju pada orang yang berdiri di ambang pintu. Rean berjalan ke arahnya dan mendorong tubuhnya untuk kembali keluar, menutup pintu dengan cukup kasar.
"Untuk apa kau kembali?"
"Rean, aku ingin melihat keadaan Alea. Tolong biarkan aku menemuinya dan melihat keadaannya"
Rean mencengkram kerah baju yang di pakai Athan. Adiknya ini akhirnya kembali, dan tentu hal itu membuat Rean sangat tidak suka. Setelah apa yang Athan lakukan.
"Tidak perlu! Istriku tidak butuh kau lagi untuk menjenguknya!" tekan Rean dengan tatapan begitu tajam.
"Sebelum dia menjadi istrimu, dia adalah wanitaku!"
Bugh.. Pukulan keras langsung melayang di pelipis Athan, disusul dengan tendangan di perutnya sebelum dia sempat melawan, akhirnya Athan tersungkur di lantai, dan Rean langsung menindih tubuhnya, memukulinya dengan membabi-buta.
"Rean, berhenti!" teriak Ibu Yulita dan Arian yang baru saja datang. Berlari ke arah keduanya.
Arian langsung memisahkan keduanya, menahan Rean yang masih ingin menyerang adiknya. Sementara Ibu Yulita segera membantu Athan untuk bangun.
"Udah Kak, ini di rumah sakit. Jangan membuat keributan disini" ucap Arian dengan terus memegangi tubuh Rean.
"Pergi kau dari sini, jangan pernah menunjukan wajahmu lagi disini. Aku muak!" tekan Rean, dia melepaskan tangan Arian yang memeganginya, dan berlalu kembali masuk ke dalam ruangan Alea.
"Athan, sebaiknya kau pulang. Jangan dulu menemui Kak Rean. Kau tahu sendiri, jika semua ini memang salahmu!" tekan Arian, menarik Athan untuk pergi dari sana.
"Tapi Rian, aku ingin melihat keadaan Alea"
"Percuma Athan, bahkan Alea masih belum sadarkan diri. Dan Kak Rean tidak akan mengizinkanmu masuk apapun yang terjadi"
Di dalam ruang rawat, Rean menatap istrinya yang masih terbaring. Dia mengelus pipi Alea dengan jemarinya.
"Maaf Sayang, sudah membuat keributan. Apa kau merasa terganggu, kalau memang kau terganggu, segera bangun dan larang aku"
Rean duduk di pinggir ranjang pasien, duduk sambil meraih tangan istrinya. Mengenggamnya lembut, memberikan kecupan di punggung tangannya seperti biasa dia lakukan.
"Meski dia kembali, aku tidak akan pernah melepaskanmu!"
Seketika Rean ingat apa yang pernah terjadi dalam sebuah perjanjian dan ucapan Athan yang ingin mengambil kembali Alea darinya. Dan sampai matipun Rean tidak akan pernah membiarkan itu terjadi.
"Sayang, aku capek loh terus nunggu kamu sadar. Masa terus aku yang berbicara, aku ingin kamu juga membalas ucapanku. Ayo bangun ya"
Rean menunduk, bahunya kembali bergetar dan air mata tidak tertahankan lagi. Sekarang dia hanya bisa melihat istrinya yang terbaring lemah, tanpa mampu berbicara apapun. Sementara dulu, Rean terlalu mengabaikannya, sampai Alea merasa lelah dan terlalu sakit dengan setiap perlakuannya.
"Jangan dulu lelah ya, aku belum mengungkapkan cinta padamu"
Seandainya sejak awal Rean tahu jika Alea adalah gadis masa kecilnya, mungkin dia tidak akan pernah memperlakukan Alea dengan begitu kejam. Karena selama ini Rean tidak pernah lupa dengan sosok yang dia panggil anak gendut itu. Rean selalu mengingatnya.
"Kenapa tidak pernah mengatakan sejak awal, jika kamu adalah anak gendut. Kamu adalah gadis masa kecilku yang aku cari selama ini"
Tepukan lembut di bahunya, membuat Rean menghentikan tangisan. Dia menoleh dan melihat Ibunya yang berdiri disampingnya. Rean mulai lelah dengan keadaan ini, dia hanya berharap Alea bisa segera sadar dan kembali padanya.
"Bu..." tatapannya penuh dengan kesedihan yang mendalam. "Alea akan baik-baik saja 'kan? Dia tidak akan meninggalkan aku 'kan?"
Ibu Yulita memeluk anaknya ini, mengelus punggungnya dengan lembut. "Alea pasti kuat, kamu percaya itu. Dia akan baik-baik saja"
Rean juga berharap seperti itu, tapi ketakutan juga masih begitu besar dalam dirinya. Takut jika Alea akan pergi meninggalkannya.
Bersambung
Aku puas sih sama Rean, biar dia di hukum dengan cara seperti ini saja kan.
Dua saudara bakal perang otot 🤦♀️🤦♀️
tadi siang menghadiri undangan , jadi baru sempat baca 🤭🤭