Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjahat Sebenarnya
Mario memasuki ruang kerjanya diikuti Rey yang membawa beberapa berkas.
"Ini laporan yang anda minta tentang pria bernama Carlos. Ada yang aneh menurut saya, Tuan. Perusahaan yang tertera memang ada, hanya saja saya tetap tidak menemukan data diri dan latar belakang pemiliknya. Seperti sengaja di tutupi agar tidak di ketahui."
Mario mengeryit dan membuka berkas tersebut. "Maksudmu dia sengaja menyembunyikan latar belakangnya."
"Benar, Tuan. Dan bukan orang biasa yang bisa melakukan itu."
"Lalu apa tujuannya mendekati Valeri?" Mario menutup berkas berisi laporan Carlos dan meminta Rey melanjutkan informasinya. "Lanjutkan."
Rey menyodorkan berkas lainnya yang dia letakan langsung di depan Mario. "Polisi menemukan jika kebakaran gudang beberapa hari lalu akibat sebuah ledakan bom yang ada di belakang gudang ..." Rey menjeda ucapannya, dan menatap Mario yang menunggu dia melanjutkan. "Dan bom yang di temukan sama seperti bom yang di temukan di hotel Starlight tiga tahun lalu."
Mario tertegun lalu membuka berkas di depannya. "Bagaimana bisa kita melewatkan ini?" Mario mengeram kesal.
Rey menghela nafasnya. "Bisa jadi orang di belakang orang tua Nona Valeri adalah orang yang sama dengan pemicu kebakaran di Sisilia, Tuan."
Rey menunduk. "Maafkan saya, Tuan. Sebenarnya saya mengira sejak awal orang tua Nona Valeri mungkin hanya di peralat agar melakukan bom bunuh diri. Mungkin juga mereka di ancam agar melakukan itu." Hanya saja kemarahan Mario sejak awal tak bisa di bendung, setelah terpuruk akibat kehilangan Jasmine, hingga menargetkan Valeri untuk balas dendamnya.
"Segera temukan siapa itu!" rahang Mario mengeras.
"Kami sedang melakukannya, Tuan."
"Bagaimana dengan klan Diego dan Markus?"
Rey menggeleng. "Sepertinya bukan keduanya Tuan. Lagi pula kita sudah memperingatkan sebelumnya, jika mereka melanggar perjanjian, maka kerugian yang mereka alami akan sangat besar."
Mario memang memiliki banyak musuh, namun dia juga bisa mengendalikan mereka sebab memiliki perjanjian tertulis jika mereka melanggar dan mengusik Mario, maka mereka menyatakan perang dengan Mario.
"Lalu bagaimana kita bisa di bodohi?" bisa- bisanya dia di kelabui dengan kata bom bunuh diri dari sepasang suami istri yang tak lain adalah orang tua Valeri.
"Bagaimana dengan orang yang kita tangkap?" Mario menatap Rey.
"Pelaku yang kita tangkap masih belum membuka mulutnya, Tuan."
"Cari tahu apa dia memiliki keluarga. Seret mereka hingga dia membuka mulutnya."
....
Mario memasuki rumah, dan melihat Valeri tengah duduk berbincang dengan Hilda, gadis itu tersenyum saat menunjukkan sesuatu di ponselnya. Mario berjalan dengan langkah palan namun tegasnya hingga dia berdiri tepat di belakang Valeri dimana dia menunjukkan foto- fotonya dan Valeri yang tempo hari mereka ambil, tepatnya saat Valeri bertanya mengapa mereka tak memiliki foto bersama.
"Kau lihat yang ini," tunjuk Valeri. "Bukankah kau yang memotretnya," ucapnya pada Hilda.
Hilda terkekeh. "Anda benar, Nona."
"Tapi ini sangat manis. Dan lihat wajahnya yang ini, dia seperti tembok tidak memiliki ekspresi..."
"Sungguh?" Valeri menoleh dan tertegun saat menemukan Mario berdiri dengan menatap ponselnya.
"Kau sudah pulang?" tanya Valeri.
Tak hanya Valeri yang terkejut, Hilda pun langsung bangun dari duduknya dan segera pergi setelah mengangguk hormat pada Mario.
Mario masih menatap Valeri. "Berikan itu," tunjuknya pada ponsel Valeri.
Valeri menyembunyikan ponselnya di balik punggung. "Mau apa?"
"Berikan saja aku ponselmu."
"Tidak mau. Kau pasti akan menghapusnya, kan?"
Mario mendengus. "Itu wajahku, mau ku apakan terserah aku."
"Mario..."
Mario memicingkan matanya. "Aku tahu kau tampan, karena itu aku menyukaimu. Jadi, biarkan aku memilikinya, oke?" Valeri berjalan miring demi menghindari Mario, lalu berlari setelah memastikan dia melewati Mario.
Mario menarik sudut bibirnya, lalu dengan langkah tegapnya mengejar Valeri yang menaiki tangga untuk naik ke lantai dua. Meski Valeri berlari Mario tetap melangkah dengan langkah pelan dan tegasnya.
Valeri memasuki kamar dan mengunci pintu.
Mario berdiri di depan pintu masih dengan wajah tenangnya, "Buka atau aku akan menendang pintunya hingga terbuka?" Mario bahkan melipat tangannya di dada.
Valeri berdecak. "Memang kau sekuat apa bisa menendang pintunya hingga terbuka?"
"Mau aku buktikan?"
Di dalam sana Valeri menegang. Tidak, dia tidak ragu mengingat tubuh jangkung dan besar Mario.
"Sebenarnya apa maumu? Lagi pula aku juga tidak membuat kesalahan."
"Kamu tidak menurutiku."
"Tapi, ini ponselku, terserah aku mau ku simpan foto apapun dan siapapun."
Mario masih berdiri dengan bibir yang tanpa sadar tersenyum, kenapa dia suka saat mendengar Valeri panik.
"Aku hitung sampai tiga, kamu harus menyingkir dari pintu. Kalau tidak mau terluka."
Valeri menggigit bibirnya. "Satu ... dua ... ti..." pintu segera terbuka dengan Valeri yang berteriak.
"Baiklah!" Valeri menyodorkan ponselnya. "Terserah!"
Mario membuka ponsel Valeri lalu membuka galeri untuk melihat foto- fotonya dengan Valeri.
Valeri berdiri dengan kesal, menunggu Mario menghapus foto- fotonya, hilang sudah kenangannya dengan Mario. Padahal Valeri ingin setidaknya jika dia bisa bebas nanti setidaknya dia bisa mengenang pria jahat di depannya.
Pria jahat yang dia cintai.
Valeri menerima ponselnya kembali saat Mario selesai, lalu kembali memasuki kamar dengan kesal.
Mendudukan dirinya di tepi ranjang, Valeri membuka ponselnya, namun dia tertegun saat masih melihat foto- fotonya dan Mario masih tersimpan di galerinya.
Valeri mendongak saat Mario memasuki kamar. "Kamu tidak menghapusnya?" tanyanya dengan senyuman.
"Kenapa aku harus menghapusnya?"
"Kau bilang-" Valeri menghentikan ucapannya saat menyadari jika Mario tak ada mengucapkan jika akan menghapusnya. "Lalu kenapa kamu memaksaku?"
Mario tidak menjawab dan hanya acuh melepas dan mengganti pakaiannya.
Valeri berdecak, hingga dia membuka sebuah aplikasi pesan dan menemukan jika foto- fotonya dan Mario terkirim ke nomor pria itu.
Valeri tersenyum. "Kenapa tidak bilang kalau kamu mau fotonya. Padahal kan tinggal bicara aku juga akan berikan." kenapa harus repot mengejar dan mengancamnya.
Valeri menghampiri Mario. "Bagaimana, aku cantik tidak disana?" Valeri bertanya dengan memiringkan wajahnya.
"Kau sangat jelek." Mario menoyor wajah Valeri hingga Valeri berdecak kesal.
semoga bisa bersatu kembali
cinta bilang cinta rindu bilang rindu 🤭
seperti perasaan valeri yg selalu mencintaimu meskipun kau terlalu jahat padanya
yg Mario face to face sama musuhnya.
jgn sampai tersiksa lagi 🙏🙏🙏
👍❤🌹
mario jangan sampai kau terluka karna kau harus menyembuhkan luka batinnya valeri 🥺