Selama tiga tahun ini, Hilda Mahira selalu merasa tertekan oleh ibu mertuanya dengan desakan harus segera memiliki anak. Jika tidak segera hamil, maka ia harus menerima begitu saja suaminya untuk menikah lagi dan memiliki keturunan.
Dimas sebagai suami Hilda tentunya juga keberatan dengan saran sang ibu karena ia begitu mencintai istrinya.
Namun seiring berjalannya waktu, Ia dipertemukan lagi dengan seorang wanita yang pernah menjadi kekasihnya dulu. Dan kini wanita itu menjadi sekretaris pribadinya.
Cinta Lama Bersemi Kembali. Begitu lebih tepatnya. Karena diam diam, Dimas mulai menjalin hubungan lagi dengan Novia mantan kekasihnya. Bahkan hubungan mereka sudah melampaui batas.
Disaat semua permasalahan terjadi, rahim Hilda justru mulai tumbuh sebuah kehidupan. Bersamaan dengan itu juga, Novia juga tengah mengandung anak Dimas.
Senang bercampur sedih. Apa yang akan terjadi di kehidupan Hilda selanjutnya?
Yuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Lecehkan
"Hai, Hilda.."
Deg
Hilda sangat gugup. Tubuhnya bahkan mulai bergetar karena menahan takut ketika melihat orang yang ada di hadapannya saat ini.
"Ada keperluan apa anda datang kemari? Bu Siti gak ada dirumah." Ucap Hilda masih dengan nada yang sopan.
"Justru aku tahu karena bu Siti gak ada di rumah. Makanya aku datang kesini." Seorang laki laki nampak tersenyum smirk sembari menatap Hilda dari atas sampai ke bawah.
Hilda yang merasa tatapan laki laki itu semakin tak wajar pun segera menutup pintu dengan cepat.
"Maaf, Saya masih ada pekerjaan."
"Sstttt... Kenapa buru buru di tutup? Kamu sangat tidak sopan sekali sama tamu."
"Maaf, bertamunya lain kali saja." Hilda terus mendorong pintu itu agar tertutup. Tapi tenaga sang tamu lebih kuat untuk menahan pintu agar tetap terbuka.
Aksi saling dorong itu berlangsung tak seberapa lama Karena Hilda yang seorang perempuan pastinya tak memiliki tenaga yang cukup kuat untuk adu dorong dan akhirnya membuat dia terpental pelan ke belakang hingga terjatuh.
"Aw" Hilda memegang perut bagian bawah.
"Hilda.. Menurutlah, Kamu tidak akan jatuh seperti ini kan?."
Hilda merangkak mundur, sedangkan laki-laki itu malah semakin maju pelan pelan mendekati Hilda.
"Anda mau apa?"
"Aku mau kenal lebih dekat denganmu."
"Maaf, saya tidak bisa."
"Kenapa? Kamu tahu kan kalau aku ini orang kaya?."
"Iya saya tahu. Tapi maaf sekali, saya tidak bisa. Saya sudah bersuami. Dan saat ini saya sedang hamil"
"Suami? Mana suami kamu? Itu hanya akal akalan kamu saja kan untuk menolakku?."
"Saya bersumpah kalau saya ini sedang hamil. Saya mohon jangan ganggu saya Mas."
"Ayahku adalah kepala desa di sini. Asal kamu mau menurut, aku bisa buat kamu bahagia dan mendapatkan apa yang kamu inginkan. Kalau begitu, Ayo coba katakan apa yang kau inginkan sekarang?."
"Apakah benar Anda akan mengabulkan keinginan saya?."
"Tentu saja."
"Saya ingin, anda pergi dari sini."
Mendengar permintaan Hilda membuat hati laki-laki itu kian memanas. Alih-alih pergi, ia malah semakin mendekat dan menindih tubuh Hilda.
Hilda berusaha sekuat tenaga mendorong dan bangkit setelah berhasil menyingkirkan tubuh laki laki itu ke samping. Ia mencoba lari, tapi pergelangan kakinya langsung di cekal dengan cepat hingga membuatnya terjatuh lagi.
"Tolong!" Hilda berteriak sekencang-kencangnya, Berharap ada seseorang yang menolongnya kabur dari pria mesum ini.
"Tolong!"
"Teriak saja sekencang-kencangnya. Sampai suaramu habis juga nggak bakal ada yang nolongin kamu."
Ah iya, Hilda lupa kalau ia sedang berada di perkampungan yang di mana saat siang hari ada acara resepsi pernikahan, para tetangga dan orang orang terdekat pasti akan datang ke acara tersebut.
Pantas saja Hilda berteriak kencang tidak ada yang mendengar karena suara sound system orang yang punya hajat itu lebih terdengar keras dari suaranya.
Beberapa menit berlalu, yang bisa dilakukan Hilda hanyalah menghindar dari laki-laki bejat itu. Namun siapa sangka, saat laki-laki itu mulai lunglai ke kiri, Hilda memilih lari kearah kanan. Dan hal tersebut justru malah membuat ia tertangkap.
Hilda terus meronta saat hendak dicium. Ia bahkan mulai menangis saat laki laki itu kini berhasil mencium lehernya.
"Tolong hentikan."
Laki laki itu tak menggubris. Ia terus menciumi tubuh Hilda, wanita yang membuatnya tergila gila sejak jumpa dua hari yang lalu.
Hiks.. Hiks.. Hilda terus berdoa dalam hati, semoga ia bisa mendapatkan pertolongan secepatnya.
Laki laki itu kini berhasil merobek baju Hilda. Ia tak hentinya untuk terus Meronta. Dan saat laki-laki itu hampir melepaskan celananya, tiba tiba saja pintu rumah itu terbuka.
"Hentikan!"
Bu Siti segera berlari ke sofa. Ia mendorong tubuh laki laki itu dan segera menutupi tubuh Hilda menggunakan telapak meja yang ada di depannya.
"Apa yang kamu lakukan? Kamu mau memperkosa Hilda?"
"Ti.. tidak.. Dia yang menggodaku dulu. Dia yang memintaku datang kemari."
Bu Siti menatap Hilda. Dengan segera Hilda pun menggelengkan kepalanya cepat.
"Saya percaya sama Hilda. Dan kamu, tunggu konsekuensi atas perbuatanmu barusan. Aku akan laporkan ini kepada ayahmu."
Laki-laki itu segera pergi. Sementara Hilda terus menangis di pelukan bu Siti.
"Maafkan ibu ya Neng. Ibu gak tau kalau ternyata laki laki itu masih mengincarmu."
"Gak pada kok Bu. Hilda saja yang kurang waspada. Untung saja ibu datang tepat waktu. Kalau tidak, mungkin aku sudah..."
"Huss. Jangan berbicara yang tidak tidak. Yang penting sekarang kan kamu baik baik saja."
"Makasih bu, makasih.."
Laki-laki itu adalah anak dari kepala desa. Ia memang menyukai Hilda sejak kedatangannya bersama bu Siti kerumahnya yang sedang melapor sebagai tamu menginap.
Sifatnya yang arogan membuat ia semena mena dalam melakukan segala sesuatu. Apalagi ia selalu di manja oleh kedua orang tuanya sejak kecil yang membuat semua keinginannya harus di dapatkan. Bagaimanapun caranya.
Sebelum kejadian ini, sebenarnya Hilsa sudah pernah dilecehkan oleh laki-laki itu di pinggir jalan. Sebab itulah Hilda merasa ketakutan saat melihat laki-laki itu lagi.
Sementara Bu Siti. Saat ia sedang berada di sebuah acara resepsi, ia mendengar ibu kepala desa sedang berbincang pada ibu ibu lain yang mengatakan kalau anaknya tidak bisa ikut karena ada acara sendiri.
Mendengar perkataan dari Ibu Kepala Desa membuat Ibu Siti menjadi cemas. Seketika itu juga dirinya teringat pada Hilda. Karena takut terjadi apa apa, akhirnya aku punya maksudkan untuk pulang.
Dan benar saja kecurigaan itu semakin terasa nyata saat ia sampai rumah dan pintunya terkunci dari dalam. Beruntung ia selalu membawa kunci cadangan di dalam dompetnya.
Setelah menenangkan Hilda, Malam itu Bu Siti membawa Hilda ke rumah kepala desa. Dari cerita Hilda, Bu siti pun menceritakan semua kejadian dari awal hingga akhir kepada kepala desa dan istrinya.
"Belum sempat terjadi kan?"
Hilda dan Bu Siti tercengang saat mendengar tanggapan kepala desa.
"Belum sempat terjadi kata bapak? Jadi maksut bapak harus terjadi dulu baru dianggap serius? Mudah sekali ya bapak bicara?."
"Lalu mau kalian apa?."
"Kami mau keadilan. Hukum lah anak bapak untuk Hilda. Setidaknya agar dia tau konsekuensi atas tindakannya. Agar dia bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Dan agar dia tidak seenaknya lagi memperlakukan perempuan sesuka hatinya."
"Siapa kamu berani mengatur saya? Dengar ya, saya tidak akan mengadili anak saya. Lebih baik kalian lah yang bersiap siap pergi dari sini. Kalau tidak. Aku bisa buat hidup kalian lebih menderita lagi. Mengerti?."
Bu Siti gelengkan kepala heran.
"Satu lagi, kalau kalian berdua sampai berani menyebarkan berita ini pada orang orang, awas ya! Hidup kalian akan berhenti saat itu juga. Mengerti kalian.?"
"Diam kamu!"
.
.
.