NovelToon NovelToon
Pembalasan Dendam Sangkara

Pembalasan Dendam Sangkara

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Lari Saat Hamil / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: apriana inut

Sangkara, seorang pemuda yang menjadi TKI di sebuah negara. Harus menelan pil pahit ketika pulang kembali ke tanah air. Semua anggota keluarganya telah tiada. Di mulai dari abah, emak dan adek perempuannya, semuanya meninggal dengan sebab yang sampai saat ini belum Sangkara ketahu.

Sakit, sedih, sudah jelas itu yang dirasakan oleh Sangkara. Dia selalu menyalahkan dirinya yang tidak pulang tepat waktu. Malah pergi ke negara lain, hanya untuk mengupgrade diri.

"Kara, jangan salahkan dirimu terus? Hmm, sebenarnya ada yang tahu penyebab kematian keluarga kamu. Cuma, selalu di tutupin dan di bungkam oleh seseroang!"

"Siapa? Kasih tahu aku! Aku akan menuntut balas atas semuanya!" seru Sangkara dengan mata mengkilat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon apriana inut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26

Orangtua mana yang tidak sedih mengetahui anaknya kehilangan nyawa dengan cara yang sangat mengenaskan. Belum lagi mengetahui kenyataannya jika cucu yang tidak pernah mereka lihat di lecehkan dan di perlakukan dengan sadis. Jika kedua kakek itu tampak menahan emosi dan amarahnya. Namun tidak dengan kedua nenek itu. Mereka tidak bisa untuk menyembunyikan tangisnya. Berulangkali mereka menyebut nama tiga anggota keluarga Sangkara yang telah tiada.

“Mas, cari pelakunya! Aku mohon, cari pelaku yang sudah membunuh anak, menantu dan cucu aku, mas! Aku tidak rela pelakunya hidup nyaman berkeliaran di sana! Aku ingin mereka merasakan apa yang anak, cucu aku rasakan!” pinta oma Maya, ibu dari Naya atau Lilis.

“Kamu tenang saja, ma. Tanpa kamu minta aku bakal cari pelaku bahkan dalang dari semua ini. Aku akan keluarkan dan korbankan semuanya! Aku jamin pelakunya merasakan lebih dari apa yang mereka rasakan!” sahut Herman sambil menatap foto keluarga anaknya yang ada di rumah dinas dokter Adit.

“Saya akan bantu! Kita harus cari sama-sama pelaku yang sudah membunuh orang kesayangan kita!” timpal kakek Saputra. Sembari berkata seperti itu, matanya terus melirik kearah Johan dan Sarah yang masih meringkuk ketakutan. Entah apa yang terjadi di luar sana, tapi sepertinya ada hubungannya dengan kematian Adi, Naya dan juga Rara.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Paginya, para orangtua hendak kembali bertemu dengan Sangkara. Namun, rumah Sangkara yang tertutup rapat serta beberapa kali di panggil, Sangkara tidak keluar. Mereka pun memutuskan segera pergi dari desa X. Mereka mencoba memaklumi Sangkara yang masih belum menganggap mereka. Mungkin terlalu tiba-tiba bagi Sangkara untuk menerima semua ini.

Selama ini Sangkara hanya mengetahui abah, emak dan adek. Namun, sekarang tiba-tiba muncul orang lain yang mengaku sebagai kakek nenek dan anggota keluarga lain. Bukankah ha itu sangat membingungkan baginya. Belum lagi dengan kenyataan jika keluarganya di habisi dengan cara sadis.

Tanpa mereka tahu, Sangkara di dalam sana terbaring lemas. Walau ada Ello ada di sampingnya, tapi kakak angkatnya itu tidak mampu memberi tenaga kepada dirinya.

“Sampai kapan lo kayak gini? Lo mau terbaring lemas kayak mayat hidup terus? Dan membiarkan dalang dan pelakunya menyiapkan rencana pelarian diri?” celetuk Ello menatap langit-langit kamar Sangkara.

“Gue lemas, bang! Mau bangun aja gue gak ada tenaga. Gue…”

“Lo ngeyel! Lo keras kepala! Udah gue bilang, lo di rawat dulu! Setidaknya sampai rasa sakit di kepala lo itu menghilang dan lo mendapatkan vitamin serta segala tetek bengeknya. Tapi, apa yang lo mau? Lo mau pulang, lalu sekarang tergeletak tidak berdaya di atas kasur. Merepotkan aja!”

Sangkara memalingkan wajahnya kearah lain. “maaf bang, kalau gue merepotkan lo! Lo boleh pulang aja ke Jakarta. Biar gue di sini sendiri!”

“Miif bing. Kilii gii miripitkin li! Jijik gue, Kara! Sekarang mau tak mau, lo ikut gue! Gue tidak terima penolakan atau bantahan!” seru Ello bangkit dari tidurnya.

Laki-laki sebagai kakak angkatnya Sangkara itu, tidak bisa membiarkan adeknya sendiri di desa X. Cukup beberapa bulan saja, dia membiarkan Sangkara menghadapi rasa sakit dan masalahnya sendiri. Mulai sekarang, tidak dia biarkan lagi.

Melihat keseriusan pada wajah kakak angkatnya, Sangkara tidak bisa berkutik. Dia membiarkan kakaknya melakukan apa pun yang dia inginkan. Lagipula jika dia tetap berada di desa, dia tidak mungkin menangkap pelaku dan memberikan pelajaran kepada dalang semua ini.

“Kara...!!! Kara...!!! Bang Ello...!!! Ini aku, bang! Aku bawa sarapan nih!” teriak Dika mengetuk pintu belakang  rumah Sangkara.

“Lo kalau bertamu ke rumah orang selalu lewat belakang ya? Kayak lagi selingkuh aja!” cetus Ello membuka pintu belakang rumah Sangkara.

“Sengaja, bang! Soalnya tadi aku lihat kakek dan nenek Kara ke sini lagi. Mereka lama loh nunggu di depan.”

“Tahu kok! Makanya gue kagak buka pintu depan!”

“Ooh, ini bang sarapan untuk abang dan Kara!” Dika memberikan dua kantong kresek kepada Ello. “Kara mana bang? Aku ada berita terbaru untuk dia!”

“Berita apa?”

“Hmm, mau aku sampaikan langsung pada Kara, bang! Kalau abang mau ikut dengar, yo ayo sekalian. Biar aku gak cerita dua kali.”

Mata Ello menatap lekat Dika. Dia bahkan menatap sahabat adeknya dari ujung kaki hingga ujung kepala tanpa kedip. “Di kamar! Ayoo, kita bicara di kamar!”

Kepala Dika mengangguk. Dia mengikuti langkah Ello yang terlebih dahulu berjalan ke kamar Sangkara. Ketika tiba di kamar, tampak Sangkara sudah terduduk bersandar di dinding kamar.

“Dika…”

“Kara, tadi Indra ke rumah aku. Dan kamu mau tahu apa yang di ceritakan?”

“Gak usah banyak bacot, tinggal to the point aja! Malah muter-muter dulu!” sela Ello yang tidak sabaran.

“Sabaar napa, bang?” timpal Dika. Dia menarik napas sejenak, lalu mulai menceritakan apa yang Indra ceritakan kepada dirinya.

Jadi menurut Indra, hampir jam 10 malam. Intan, teman satu SMA Rara sekaligus orang yang membully Rara, datang ke kantor polisi. Awalnya Indra yang tengah berjaga mengira Intan datang karena kembali mendapatkan terror dari Sangkara atau Dika. Tapi ternyata, dia datang ke kantor polisi untuk mengakui semua perbuatannya kepada Rara dahulu.

Intan menyerahkan diri karena sudah membully Rara, melakukan kekerasan serta menyebarkan foto Rara dan keluarganya ke media sosial. Dia merasa, apa yang terjadi pada keluarga Rara itu ada campur tangan dari dirinya.

“Eh, bentar! Maksud kamu, gadis tengil itu menyebarkan foto Rara dan kedua orangtua aku? Tujuannya apa?” sela Sangkara duduk tegak, menatap lurus kearah Dika.

“Hmm, katanya sih untuk asyik-asyikkan saja! Di postingan itu, dia tulis kata-kata yang merendahkan Rara dan orangtua kamu, Kara. Ya, karena dia pikir Rara atau orangtua kamu tidak mungkin bisa balas. Tanpa tahu, bahwa foto yang dia posting membawa boomerang yang besar buat keluarga kamu. Karena setelah beberapa hari dia posting, ada orang yang menghubungi dirinya. Dan menayakan secara detail mengenai foto yang sudah dia posting!” ungkap Dika.

“Sekarang postingan itu masih ada?”

Kepala Dika menggeleng ragu, “katanya sih udah di hapus, sesuai dengan perintah orang yang menghubunginya itu. Apalagi si Intan ngaku dapat transferan dari orang itu!”

Sangkara memejamkan matanya. Ketika dia membuka mata, dia langsung menatap Ello.

“Bang!”

“Gue coba hubungi dulu! Tapi gak bisa cepat, mungkin dia butuh waktu, Kara! Makanya lo ikut gue, dan untuk urusan di sini, serahkan saja sama Dika dan Indra. Nanti gue kirim beberapa orang di sini untuk terus mengawasi dan mengikuti perkembangan di sini! Lo harus pulih dan sembuh dulu. Lo gak bisa gerak kalau keadaan lo kayak gini! Lo paham kan maksud gue?”

Kepala Sangkara mengangguk patuh. Dia menyetujui untuk mengikuti Ello yang akan kembali ke Jakarta.

“Dika, gue bisa minta tolong panggilkan yang namanya Indra ke sini? Ada hal yang ingin gue sampaikan pada kalian berdua!”

“Bisa, bang!”

“Gue tunggu! Jangan terlalu lama, karena kalau sempat hari ini juga gue bakal bawa Kara pulang ke rumah gue!”

Kepala Dika mengangguk, dia langsung keluar rumah melalui pintu belakang. Dia tidak menghubungi Indra melalui sambungan telepon. Dia berniat mendatangi Indra langsung, sambil melihat perkembangan yang ada di kantor polisi.

Sesaat sepeninggalan Dika, Ello meminta Sangkara untuk tidak bicara. Dia tersenyum sinis, sambil terus  menatap kearah jendela yang ada di kamar Sangkara.

“Sepertinya ada yang menguping dan sekarang sudah lari! Sok misterius, padahal gue tahu siapa yang menguping!” gumam Ello terkekeh pelan.

1
Nurhartiningsih
waduh...jangan2 dokter Adit bagian dari mrk..
Pelita: Hmm, mungkin kali ya kak...? Tunggu aja bab berikutnya...

Hmm... Mungkin kali ya kak? Jawabannya tunggu di bab selanjutnya...😁
total 1 replies
Taufik Ukiseno
Karya yang keren.
Semangat untuk authornya... 💪💪
Taufik Ukiseno
😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!