Seraphina dan Selina adalah gadis kembar dengan penampilan fisik yang sangat berbeda. Selina sangat cantik sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta dengan kecantikan gadis itu. Namun berbanding terbalik dengan Seraphina Callenora—putri bungsu keluarga Callenora yang disembunyikan dari dunia karena terlahir buruk rupa. Sejak kecil ia hidup di balik bayang-bayang saudari kembarnya, si cantik yang di gadang-gadang akan menjadi pewaris Callenora Group.
Keluarga Callenora dan Altair menjalin kerja sama besar, sebuah perjanjian yang mengharuskan Orion—putra tunggal keluarga Altair menikahi salah satu putri Callenora. Semua orang mengira Selina yang akan menjadi istri Orion. Tapi di hari pertunangan, Orion mengejutkan semua orang—ia memilih Seraphina.
Keputusan itu membuat seluruh elite bisnis gempar. Mereka menganggap Orion gila karena memilih wanita buruk rupa. Apa yang menjadi penyebab Orion memilih Seraphina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secretwriter25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Jalan-jalan
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai tipis kamar Seraphina, menyorot lembut wajahnya yang masih terpejam. Gadis itu melenguh malas lalu kembali meraih guling dan memeluknya erat.
“Nona… kau harus segera bangun. Tuan Orion akan datang menjemputmu. Kalau kau tidak segera bangun, kau akan terlambat berdandan.” Alina mencoba membangunkan sang Nona yang masih terlihat sangat malas.
“Aku sangat mengantuk, Alina. Apa tidak bisa ditunda dulu, ya?” ujarnya malas.
“Kau sudah berjanji semalam kan? Bagaimana mungkin kau mengabaikan janjimu, Nona. Itu sama sekali bukan dirimu,” jawab Alina.
Seraphina mendesah lelah, ia teringat kejadian malam tadi, semua tatapan, semua bisikan, cincin di jarinya—Seraphina memutar cincin yang melingkar di jarinya.
Sera membuka matanya perlahan. Di sisi meja, Alina sudah menyiapkan gaun berwarna pastel lembut dengan renda kecil di pergelangan tangan.
“Akhirnya mata cantikmu itu terlihat juga,” Alina terkekeh. “Selamat pagi, Nona. Sekarang kau harus bergegas mandi, Tuan Orion akan datang menjemputmu sebentar lagi.”
“Menjemput?” Sera menegakkan tubuhnya, kaget. “ dia benar-benar datang menjemput?” tanya Sera tak percaya. Dia pikir Orion akan bercanda saat mengatakan akan menjemputnya.
“Tentu saja dia akan menjemputmu, Nona. Bagaimana mungkin Tuan Orion akan berbohong.” Alina terkekeh kecil. “Cepatlah berdiri… jika tidak bergegas—air mandimu akan dingin.”
“Ah, aku sangat malas, Alin! Hari ini sangat melelahkan dan aku ingin tidur seharian!” Seraphina mengeluh.
Alina hanya terkekeh mendengar keluhan nonanya itu, ia memilih mengabaikannya dan menggiring Seraphina menuju kamar mandi.
“Kau harus tampil sangat cantik hari ini, Nona!” batin Alina.
Setelah beberapa jam di kamar mandi, Sera akhirnya keluar. IIa masih tampak malas-malasan, sementara Alina mendandani Seraphina bak sebuah boneka. Gadis itu tampak sangat semangat mempercantik penampilan nonanya itu.
Setelah cukup lama bergelut dengan gaunnya, Sera duduk malas di kursi, sementara Alina sibuk mengeringkan rambutnya dan beberapa pelayan lain memakaikannya make-up. Matanya perlahan terpejam, ia merasa sangat mengantuk dan lelah. Mungkin karena seharian kemarin dia cukup sibuk.
Namun suara mobil membuat Sera membelalakkan matanya. Rasa kantuknya mendadak hilang. Ia beranjak dari duduknya lalu berlari kecil mendekati jendela.
Dari jendela besar kamarnya, Sera bisa melihat sebuah mobil hitam mengilap terparkir di sana. Di depan mobil—berdiri Orion Altair dalam jas abu muda, memegang setangkai bunga peoni putih di tangan kirinya.
“Nona! Sedikit lagi make-up mu selesai. Ayo cepat! Kau harus segera menemui Tuan Orion,” ujar Alina.
Seraphina hanya menuruti Alina tanpa banyak protes. Dia memilih diam untuk menetralkan degup jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya. “C`mon, Sera! Kamu tidak boleh gugup karena menemui pria itu. Ini bukan kencan sungguhan! Kenapa berlagak seolah kamu sedang benar-benar dicintai?” batinnya kesal.
Setelah menarik napas panjang, Sera melangkah keluar, waktu seolah melambat.
Gaunnya yang sederhana justru membuat Seraphina jauh lebih cantik. Rambutnya dibiarkan tergerai, menari bersama angin pagi. Di hadapannya, Orion sudah berdiri, menyambutnya dengan senyuman tipis.
“Selamat pagi, Nona cantik. Aku bawakan bunga cantik untukmu. Meskipun ia kalah cantiknya dibanding dirimu pagi ini,” ucapnya sambil menyodorkan bunga itu.
Sera tertawa mendengar pujian Orion, sebab ini pertama kalinya ia mendapatkan pujian seperti itu. Seseorang menyebutnya cantik? Terdengar sangat lucu, bukan?
“Kamu orang pertama yang berani berbohong dengan terang-terangan di hadapanku, Tuan!” Seraphina meraih bunga peoni itu lalu menghirup lembut aromanya. “Ah, andai aku secantik bunga ini…” batinnya.
“Aku tidak berbohong, Sera. Kamu tau, kan? Cantiknya seseorang tidak bisa hanya dinilai dari wajahnya saja,” ucap Orion.
“Tapi yang pertama kali dinilai orang lain memang wajahnya, kan?” jawab Sera.
Orion terdiam mendengar jawaban Sera. Gadis itu benar, yang dinilai pertama kali oleh orang lain adalah penampilannya. Ah, seberapa jahat dunia memperlakukan gadis itu?
Orion membuka pintu mobil lalu menunduk sedikit. “Jangan memikirkan pendapat orang lain, Sera. Kamu hanya perlu ke tempat di mana kamu merasa tenang,” ucap Orion.
“Tempat yang membuat aku tenang?” ulang Sera dengan alis terangkat.
Orion hanya mengangguk, samar tersenyum. “Naiklah. Kamu akan mengerti nanti.”
Setelah beberapa menit dalam perjalanan, mereka tiba di bandara pribadi milik keluarga Orion. Di landasan, sebuah jet pribadi putih berkilau menunggu dengan logo kecil berbentuk sayap di ekornya. Sera memandang terpana. Angin meniup ujung rambutnya, membuatnya tampak begitu lembut di bawah cahaya pagi.
“Ini... pesawatmu?” tanyanya, masih tak percaya.
“Hmm,” jawab Orion ringan. “Aku biasa memakainya untuk perjalanan bisnis di luar negara. Sekarang aku sangat senang karena pertama kalinya aku menggunakan pesawat ini untuk berjalan-jalan dan kali ini denganmu…”
Sera menatapnya sekilas, pipinya memanas tanpa sebab. Ia naik ke tangga logam, lalu menatap ke dalam kabin. Interiornya elegan — kursi kulit krem, aroma vanila lembut, dan jendela besar yang langsung menghadap ke langit.
Orion duduk di sampingnya. “Kamu takut terbang?”
Sera menggeleng pelan. “Tidak... hanya belum pernah naik jet pribadi.”
“Aku senang karena kamu melakukannya denganku dan aku berharap ke depannya kamu melakukan banyak hal baru bersamaku,” ucap Orion.
Sera hanya diam mendengar ucapan Orion. Dia tidak yakin pria itu akan tahan dengannya. Mungkin saja besok—dia akan membatalkan pertunangan mereka dan beralih memilih Selina.
Pesawat mulai menanjak. Suara mesin bergemuruh lembut, disertai getaran halus yang membuat Sera memejamkan mata sesaat. Orion tersenyum melihatnya lalu menyandarkan mantel kecil di bahu gadis itu.
“Tidurlah sebentar. Perjalanan kita cukup panjang.”
“Kalau aku tidur, kamu nggak bosan?” gumam Sera setengah mengantuk.
“Tidak,” jawabnya lirih. “Aku bisa melihatmu seharian dan tidak akan bosan.”
Ucapan itu membuat dada Sera hangat, tapi ia tak menjawab. Ia hanya memejamkan mata, membiarkan detak jantungnya berirama bersama suara mesin yang menembus awan.
Beberapa jam kemudian, pesawat mulai menurunkan ketinggian, Orion membangunkannya pelan. “Kita sudah sampai.”
Sera membuka mata. Di luar jendela, menara Eiffel berdiri megah, dikelilingi pendar lampu kota Paris yang berkilau di bawah matahari sore. Pemandangan itu seperti lukisan yang hidup.
“Selamat datang di Paris, Seraphina,” ucap Orion lembut. “Kota cinta… yang mungkin akan membuatmu percaya bahwa ada cinta yang memang untukmu,”
Seraphina tersenyum tipis. "Aku tidak pernah mengharapkan cinta, Orion," lirihnya.
"Kenapa?"
"Karena aku tau batasanku…"
"Maksudnya?"
"Aku tidak mau banyak berharap tentang jatuh cinta apalagi menikah, Rion. Semuanya terasa terlalu berlebihan untuk aku dapatkan. Karena itu aku memberi batasan pada harapanku. Jadi, selama ini aku hanya berharap bisa keluar dari rumah ini, itu saja." Seraphina tersenyum kecil.
"Mulai hari ini kamu boleh mengharapkan apapun, Sera. Kamu boleh bermimpi setinggi-tingginya dan aku akan mengabulkannya untukmu!" ucap Orion.
Seraphina terkekeh kecil. "Kamu terdengar seperti jin pengabul permintaan!"
Orion tertawa lepas. "Oke baiklah! Kamu boleh menganggapku seperti itu. Aku adalah jin tampan milik Nona Seraphina Callenora!" ucap Orion sambil menundukkan sedikit kepalanya.
"Baiklah! Selamat datang Tuan…" Seraphina ikut menunduk kecil lalu keduanya tertawa lepas.
🍁🍁🍁
Bersambung...