NovelToon NovelToon
Dia Dan 14 Tahun Lalu

Dia Dan 14 Tahun Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers / Cintapertama / Romantis / Romansa / TimeTravel
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Spam Pink

ini adalah perjalanan hidup clara sejak ia berumur 5 tahun membawanya bertemu pada cinta sejatinya sejak ia berada di bangku tk, dan reymon sosok pria yang akan membawa perubahan besar dalam hidup clara. namun perjalanan cinta mereka tidak berjalan dengan mulus, akankah cinta itu mempertemukan mereka kembali.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Spam Pink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 33

Angin malam menusuk seperti pisau kecil yang menyayat kulit, tetapi Clara tidak berhenti berlari. Napasnya memecah dingin udara, dadanya sakit, tenggorokannya seolah terbakar.

Di belakangnya, langkah kaki laki-laki itu semakin mendekat.

Berdebar.

Bergaung.

Memukul syarafnya tanpa ampun.

Clara tahu satu hal:

Kalau ia berhenti, dia habis.

Ia menoleh sekilas — buruk sekali.

Laki-laki itu sudah terlalu dekat.

“Clara…”

Suara dingin itu memecah malam.

Clara memalingkan wajahnya, tidak ingin melihat apa pun selain jalan di depannya.

Ia berbelok cepat ke arah gedung Teknik, satu-satunya tempat yang lampunya masih menyala terang di waktu malam karena banyak mahasiswa lembur proyek.

Jika ia bisa mencapai sana, ia mungkin bisa selamat.

Mungkin.

Namun saat ia hendak masuk ke pintu samping, lengannya ditarik keras dari belakang.

Clara menjerit.

“LEPASKAN!”

Laki-laki itu menariknya hingga tubuh Clara berputar, hampir terjatuh. Ia menahan tubuhnya dengan tangan bergetar, menatap laki-laki itu dengan mata penuh air.

“Sudah kubilang,” suara itu rendah, “aku cuma ingin bicara.”

“Jangan dekat-dekat aku!” Clara memaksa suaranya keluar dengan ketakutan yang mengguncang. “Kau bukan siapa-siapa! Kau bukan orang kampus! Kau—”

Laki-laki itu tiba-tiba menyambar pergelangan tangannya.

Clara meringis.

“Kau harus tenang,” katanya. “Kalau kau terus seperti ini, aku terpaksa—”

Tiba-tiba suara keras terdengar dari belakang mereka.

BRAK!

Sebuah tong sampah logam terguling, membuat keduanya menoleh.

Seseorang muncul dari balik dinding.

Bukan Ares.

Bukan teman kampus.

Tapi seseorang dengan hoodie hitam, tinggi, langkah agresif, wajah tertutup masker.

Clara membeku.

Hoodie itu melangkah cepat — menuju laki-laki yang menahan Clara.

“Hey!” pekik Clara, tidak tahu harus senang atau takut.

Laki-laki pembawa gelang Rey segera melepaskan tangan Clara, menatap sosok berhoodie itu dengan waspada.

“Kamu lagi?” suara laki-laki itu menggeram.

Sosok berhoodie tidak menjawab. Ia melangkah maju dengan tatapan yang mengancam.

Clara mundur beberapa langkah, bingung, takut, tidak tahu siapa yang menyelamatkan siapa.

Dan saat laki-laki pemilik gelang bersiap menyerang, hoodie itu berbicara dengan suara sangat rendah:

“Menjauh dari dia.”

Clara langsung terbelalak.

Ia kenal suara itu.

Meski terdistorsi penutup wajah, meski tidak sejelas biasanya…

Itu suara Ares.

Clara menutup mulutnya.

Ares menoleh sekilas ke arahnya.

Pandangan itu tajam, namun berbeda — seperti peringatan.

“Clara. Pergi.”

“Ta-tapi dia—”

“PERGI!”

Jeritannya mengguncang Clara.

Tanpa pikir panjang, Clara berlari ke arah gedung Teknik.

Di belakangnya, suara pertarungan pecah.

Tinju menghantam.

Benda keras membentur aspal.

Desis nafas laki-laki yang mencoba menghindar.

Clara tidak berani menoleh.

Ia hanya terus berlari sampai pintu gedung Teknik terbuka, memperlihatkan beberapa mahasiswa yang sedang lembur tugas akhir.

Clara menerobos masuk.

“Clara? Kamu kenapa?” tanya salah satu mahasiswa yang mengenalnya karena ia pernah mengisi workshop menulis.

Clara tidak mampu bicara.

Ia jatuh berlutut, memeluk dirinya sendiri, napasnya terengah-engah.

Panas.

Sakit.

Takut.

Campur jadi satu.

“Buka CCTV kampus! Ada orang mencurigakan di luar!” teriak seseorang.

Clara memandang pintu kaca tersebut.

Kosong.

Tidak ada Ares.

Tidak ada laki-laki itu.

Tidak ada pertarungan.

Hanya malam gelap.

Hanya diam yang menakutkan.

Setengah jam kemudian, Satpam kampus datang. Mereka memeriksa sekitar, mengecek CCTV, dan menenangkan Clara sebisa mungkin.

Tapi hasilnya membuat semua orang mengerutkan dahi.

Dalam rekaman CCTV…

Tidak ada siapa pun.

Tidak ada laki-laki pembawa gelang.

Tidak ada sosok berhoodie—yang Clara yakin 90% adalah Ares.

Tidak ada tanda pertarungan.

Tidak ada tong sampah terguling.

Seolah semua itu tidak pernah terjadi.

“CCTV ini error ya?” tanya seorang satpam.

“Mana mungkin,” sahut mahasiswa Teknik. “Ini kamera paling baru…”

Clara merinding.

“Bu… saya lihat sendiri…” Clara memaksa bicara. “Ada orang yang ngikutin saya… Dia nunjukkin gelang Reymon…”

Semua menoleh.

“Gelang Reymon siapa?” tanya satpam lain.

Clara menutup mulut, sadar ia sudah bicara terlalu jauh.

“Teman saya,” jawabnya pelan.

Satpam itu menghela napas.

“Anak-anak, dia kaget. Biarkan dia istirahat dulu.”

Mereka menuntun Clara duduk di ruang administrasi yang sudah kosong. Salah satu mahasiswa membawakannya air hangat.

Clara memeluk cangkir itu sambil menatap ke luar melalui kaca.

Gelap.

Tidak ada siapa pun.

Tapi Clara tahu…

Seseorang ada di luar sana.

Seseorang yang memegang gelang Reymon.

Seseorang yang tahu terlalu banyak.

Seseorang yang ingin Reymon hancur.

Dan seseorang yang baru saja mencoba mengambilnya sebagai langkah pertama.

Ponsel Clara bergetar.

Ia menegakkan tubuh.

Nomor tidak dikenal.

Tangan Clara gemetar saat membuka pesan itu.

Tidak perlu takut.

Aku tidak akan menyakitimu kalau kau tidak menghalangi.

Clara menelan ludah.

Pesan kedua masuk.

Kita akan bicara lagi, Clara.

Jangan bilang siapa-siapa tentang gelang itu.

Atau Reymon akan jadi pihak pertama yang menanggung akibatnya.

Clara langsung berdiri.

“Rey…”

Dia menggenggam ponselnya erat.

“Kenapa semua ini terjadi ke kita…?”

Clara mencoba menghubungi Rey.

Tapi seperti sebelumnya…

Tidak bisa dihubungi.

“Rey… aku takut…”

Tiba-tiba pintu ruang administrasi diketuk.

Clara tersentak, nyaris menjatuhkan ponsel.

Seorang satpam masuk.

“Nona Clara? Sudah ada mobil kampus yang siap mengantar pulang.”

Clara ragu.

“Mobil kampus…? Pak… saya… saya bisa pulang sendiri—”

“Tidak baik kalau sendiri, Nona. Apalagi setelah kejadian barusan.”

Clara menggigit bibir.

Benar.

Tapi…

“Pak… siapa yang menelpon mobil kampus?”

Satpam itu menjawab tanpa ragu.

“Teman Nona. Katanya namanya… Ares.”

Clara terpaku.

‘Ares?’

Satpam itu menunggu.

“Kita harus segera berangkat, Nona. Sudah larut.”

Clara berdiri perlahan.

Bagian dari dirinya berkata bahwa ia harus ikut—untuk pulang dengan aman.

Bagian lainnya menjerit memperingatkan bahwa ini bisa jebakan.

“Ares… yang mana?” tanya Clara hati-hati.

Satpam itu memandangnya sejenak.

“Yang memakai hoodie hitam saat tadi menyuruhmu masuk ke gedung Teknik.”

Clara membeku.

Itu berarti…

Clara mengangguk lemah dan mengikuti satpam keluar gedung.

Langkahnya terasa berat.

Setiap bayangan terasa mencurigakan.

Setiap suara angin terdengar seperti ancaman.

Tapi ketika mereka tiba di parkiran mobil kampus…

Mobil itu tidak ada.

Hanya suara angin.

Hanya parkiran kosong.

Satpam itu mengerutkan dahi.

“Kok… tadi ada di sini ya…”

Clara menatapnya, jantungnya berdetak tidak beraturan.

“Pak… mobilnya mana?”

Satpam itu tampak bingung.

“Tadi… baru saja ada… saya lihat sendiri, kok bisa…”

Sebelum Clara sempat bertanya lagi—

Ponselnya bergetar.

Nomor yang sama.

Clara membuka pesan itu.

Dan darahnya langsung membeku.

Bagus.

Kamu tidak masuk ke mobil itu.

Kalau kamu masuk…

kamu tidak akan sampai rumah.

Clara menjatuhkan ponselnya.

Satpam itu panik. “Nona? Ada apa?!”

Clara tidak bisa bicara.

Tidak bisa bernapas.

Tidak bisa memproses apa pun.

Karena pesan berikutnya muncul.

Clara, tolong dengarkan aku baik-baik.

Musuh Rey tidak cuma satu.

Ares bukan ancaman.

Tapi dia juga bukan orang yang seharusnya kau percaya sepenuhnya.

Clara mengangkat ponselnya dengan tangan gemetar.

Pesan terakhir masuk.

**Dan kalau kau ingin bertahan hidup sampai Reymon pulang…

jangan percaya siapa pun.

Termasuk aku.**

Clara menjatuhkan ponselnya lagi.

Tubuhnya limbung.

Dunia seolah berputar.

Termasuk aku.

Termasuk dia juga?

Termasuk orang yang baru saja memperingatkan?

Termasuk laki-laki itu?

Termasuk Ares?

Termasuk… siapa lagi?

Clara merasa seperti tenggelam.

“Rey…” suaranya pecah. “Aku nggak ngerti lagi… aku harus percaya siapa…”

Angin malam berembus, membawa aroma tanah basah yang membuat bulu kuduk Clara berdiri.

Dan di kejauhan…

Di balik gedung…

Ia melihat seseorang berdiri.

Diam.

Menatap.

Clara terpaku.

Sosok itu tidak bergerak.

Tidak melakukan apa pun.

Hanya berdiri di bawah lampu jalan yang remang, wajahnya gelap tertutup bayangan.

Clara menggenggam lengan satpam.

“Pak… kita harus masuk ke dalam… SEKARANG.”

Satpam itu akhirnya melihat sosok itu juga.

“Siapa itu…?”

Clara tidak tahu.

Dan ia tidak ingin tahu.

Karena firasatnya berkata—

Itu bukan Ares.

Itu bukan teman.

Itu bukan siapa pun yang aman.

Itu…

musuh.

Dalam perjalanan kembali masuk ke gedung, Clara terus menoleh ke belakang.

Sosok itu tidak menghilang.

Tidak mengejar.

Tidak mendekat.

Hanya melihat.

Seperti sedang menilai.

Seperti sedang menunggu saat tepat untuk bergerak.

Dan ketika pintu gedung tertutup, Clara hampir roboh.

Tangannya menutup wajah, air mata akhirnya pecah.

“Rey… aku takut… tolong cepat pulang…”

Namun jauh di suatu tempat — ratusan kilometer dari kampus — seseorang sedang menatap ponselnya dengan rahang mengeras.

Reymon.

Pesan Ares.

Pesan Clara.

Dan pesan misterius yang dikirimkan oleh pihak yang tidak ia kenal.

Reymon berdiri dari ranjang.

Kedua tangannya mengepal.

Wajahnya gelap, matanya seperti menyimpan badai.

Ia berbisik dengan suara rendah dan penuh ancaman:

“Kalau kalian sentuh Clara…”

Ia memukul dinding.

Keras.

Berulang kali.

“AKU AKAN DATANG.”

Dan dendam yang sudah lama disembunyikannya—

akhirnya bangkit kembali.

BERSAMBUNG......

1
Caramellmnisss
baguss bangettt
Strawberry Mniss
baper liat clara sm reymon😩
Strawberry Mniss
sangat baguss
mindie
ga sabar eps selanjutnya author😩
mindie
lanjut dong author ceritanya, ga sabar part selanjutnya
mindie
AAAAAA saltinggg bacanya😍😍🤭
Caramellmnisss: terimakasih kak☺️
total 1 replies
mindie
layak di rekomendasikan
Charolina Lina
novel ini bagus banget 👍🏻
Caramellmnisss: terimakasih kak😍🙏
total 1 replies
mindie
baguss bngt tidak sabar menenunggu updatetanny author🤩
Caramellmnisss
kami update tiap malam yah kak, jangan ketinggalan setiap eps nya yah☺️
Miu miu
Jangan lupa terus update ya, author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!