Roda kehidupan yang kejam bagi seorang anak perempuan bernama Jennifer. Lara dan Kemalangan yang bertubi-tubi menimpanya. Akhirnya dia menemukan suatu kebahagiaan dari cinta pertama dan cinta sejatinya melalui perjalanan roda kehidupan yang penuh dengan lika-liku dan intrik di dalam lingkungan yang toxic.
Seperti apakah Roller Coaster kehidupan milik Jennifer? Seperti apakah ruang lingkup dirinya sehingga dia menjadi seorang wanita yang mandiri?
Mari baca cerita novel ini ☺
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inge, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Airport
Hai reader, terima kasih sudah memilih novel karyaku ini untuk menemani waktu luang kamu. 😁
Semoga kamu suka dengan cerita novel ini. Happy reading. 🤗
_______________________________
Hari ini Jennifer akan pindah ke London. Tinggal bersama ayah dan saudara kandungnya selama dia menempuh sekolah menengah pertama dan menempuh sekolah menengah atas. Jennifer melihat sekeliling area ruang tunggu VVIP bandara internasional yang sepi dengan aktivitas manusia. Dia sebelah kanan ada sosok Ronald yang sedang sibuk di depan layar laptopnya. Ronald yang menemani Jennifer pergi ke London dengan menggunakan pesawat jet pribadi milik perusahaan Rosalinda.
Jennifer mengalihkan pandangannya ke bentangan langit yang cerah dihiasi lukisan awan yang indah. Kemudian dia menatap runway yang diisi dengan beberapa pesawat yang lepas landas dan mendarat dan apron yang dipenuhi dengan pesawat yang sedang parkir dari balik jendela kaca yang besar. Dia teringat dengan sebuah perpisahan yang sangat menyedihkan. Dia harus berpisah dengan Rosalinda, orang yang sangat dia sayangi. Tak terasa air matanya mengalir lembut di pipinya.
"Jennie, Kakak mau ke toilet dulu, kamu tunggu di sini, jangan ke mana-mana," ucap Ronald lembut sambil menoleh ke Jennifer.
"Iya Kak Ronald," jawab Jennifer sendu sambil menoleh ke Ronald.
"Kamu tidak usah menangis lagi, nanti pas liburan musim panas, kamu pasti ke Washington. Tenang saja, jika di sana ada yang membully kamu atau ada yang berbuat kasar kepadamu, kamu lapor aja kepada Kakak," ucap Ronald lembut tapi tegas.
Sontak Jennifer menyeka air matanya, lalu berucap, "Iya Kakak."
Ronald mengusap puncak kepalanya Jennifer. Menaruh laptopnya di samping kanannya. Beranjak berdiri dari sofa empuk yang terbuat dari kulit. Berjalan menuju toilet yang berada di ruangan itu. Jennifer menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan nafasnya secara perlahan berulang kali sampai air matanya tidak keluar lagi.
Sedetik kemudian, Jennifer membuka tas ranselnya, lalu mengambil kameranya. Diutak - atik kameranya untuk melihat hasil jepretannya. Jennifer melihat foto-foto dia bersama Rosalinda, Luna, Shayna, Shella, Shelly, Ronald, Richard dan juga Samuel. Jennifer tersenyum lirih melihat foto-foto itu. Tiba-tiba dia merasakan sebuah bola di depan kedua kakinya. Jennifer mengalihkan pandangannya ke bola.
"Maafkan aku Kakak," ucap seorang bocah berusia lima tahun setelah menghentikan langkah kakinya di hadapan Jennifer.
Sontak Jennifer mengarahkan mukanya. Dia tersenyum manis melihat seorang anak kecil dengan rambut pirang dan bermata perak. Membelai bahu kanannya anak kecil itu. Dia merasa gemas dengan anak kecil, jika anak kecil itu adalah adiknya, pasti dia mencium pipinya. Tiba-tiba ada sebuah pria mampan berdiri di hadapan Jennifer. Jennifer spontan menoleh ke pria itu.
Seketika pria itu terkesima dengan Jennifer. Dia terhipnotis pada kedua bola mata biru abu-abu dengan semburat kehijauan, wajah yang sangat cantik alami, hidung mancung, bibir ranum milik Jennifer. Gelayar lembut muncul lagi sekian beberapa tahun terpendam di setiap aliran darah pria itu. Sebuah perasaan jatuh cinta yang sudah lama hilang dari hatinya kini muncul kembali. Pria itu melihat sosok tubuhnya Jennifer yang sudah berusia dua belas tahun, dia langsung menangkis perasaan itu.
"Maafkan anak saya, Dek," ucap pria itu sedikit gugup sambil memendam perasaannya.
"Iya tidak apa-apa Pak," ucap Jennifer ramah dan ceria.
Pria itu mengalihkan perhatiannya ke anaknya, lalu berucap, "Boy, kamu sudah meminta maaf ke Kakak?"
"Sudah Dad," jawab bocah kecil itu sambil menatap ke ayahnya.
"Kami permisi,"ucap pria itu sopan.
Sedetik kemudian anak kecil itu mengambil bolanya. Mereka tersenyum sopan ke Jennifer, Jennifer membalas senyuman mereka. Mereka membalikkan badannya, lalu melangkahkan kakinya menjauh dari Jennifer. Pria itu masih merasakan gelayar lembut di setiap aliran darahnya, padahal dia lagi berusaha untuk menghilangkannya. Pria itu menduduki tubuhnya di sofa panjang.
"Nak, duduk di sini," ucap pria itu tegas sambil menatap tajam ke anaknya.
"Baik Dad," ucap bocah kecil itu sambil memegang bola, lalu dia menduduki tubuhnya di samping kanan ayahnya.
"Kakak yang tadi sangat cantik ya Dad," komentar anak kecil itu sambil memandang ke Jennifer yang sedang memandang ke barisan pesawat jet.
"Dasar anak genit," celetuk ayahnya yang juga sedang melihat Jennifer.
"Permisi Tuan Charles, pesawat jet anda sudah siap," ucap seorang bodyguard yang menyapa pria itu.
"Baik, terima kasih Bea," ucap Charles sambil beranjak berdiri.
"Yah, kita tidak bisa melihat kakak itu," komentar bocah kecil itu dengan nada suara yang sendu.
"Boy, ayo kita pulang!" ucap Charles tegas.
Tak lama kemudian Boy mengikuti ucapan ayahnya. Mereka berjalan menuju ke pesawat jet pribadi mereka. Boy menoleh ke Jennifer lalu tersenyum sopan ke Jennifer ketika pandangan mereka bertemu. Sontak Jennifer membalas senyumannya dengan sopan. Charles ikut menoleh ke arah Jennifer. Debaran jantungnya bertambah cepat ketika pandangan matanya bertemu langsung dengan kedua matanya Jennifer.
Charles langsung mengalihkan pandangannya ke depan. Dia langsung menangkis lagi perasaannya terhadap Jennifer. Mana mungkin dia jatuh cinta kepada seorang wanita yang masih remaja. Dia langsung menggandeng tangan kanan anaknya. Sontak Boy menoleh ke Charles.
"Kenapa Dad?" tanya Boy polos sambil menoleh ke Charles.
"Jangan kelamaan lihati orang, nanti kamu kesandung," ujar Charles tegas.
"Huh, Daddy nggak cihuy!" gerutu Boy.
Jennifer melihat interaksi antara Charles dan juga Boy dari jarak yang lumayan jauh. Dia berharap hubungan dia dengan ayah kandungnya menjadi baik setelah beberapa tahun terpisah. Dia ingin hubungan dia dengan ayah kandungnya seperti hubungan antara Boy dengan Charles. Dia tersenyum senang melihat pemandangan ketika Boy digendong oleh Charles dengan penuh kasih sayang.
"Kamu sedang lihatin siapa Dek?" tanya Ronald tiba-tiba sambil menduduki tubuhnya di samping kanannya Jennifer.
"Anak kecil yang tadi mengambil bolanya yang berada di depanku Kak," ucap Jennifer ceria dan sopan sambil menoleh ke Ronald.
"Dia sekarang sudah pergi dari sini?" tanya Ronald sambil menoleh ke Jennifer.
"Sudah Kak, dia lucu sekali Kak, rambutnya ikal, pirang, mukanya bulat, matanya bulat, anak itu seperti boneka Kak," ucap Jennifer antusias.
"Kamu mau punya adik seperti itu?"
"Mau banget Kak."
"Nanti kamu bilang aja ke Daddy kamu dan Tante Victoria."
"Iya, nanti aku bilang ke mereka."
Tiba-tiba Ronald merasakan getaran dari smartphone miliknya. Merogoh kantung dalam jas kerjanya. Tersenyum manis melihat tulisan Annabelle di layar smartphonenya. Menyentuh ikon hijau untuk menjawab panggilan telepon itu. Mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Hallo ada apa Annabelle?"
"Ronald, terima kasih banyak ya, berkat kamu, sekarang aku sudah menjadi seorang penyanyi yang terkenal," ucap Annabelle bahagia.
"Itu juga berkat bakat dan usaha kamu untuk memperjuangkan impianmu," ujar Ronald ramah.
"Kapan kamu balik ke sini?" tanya Annabelle manja.
"Minggu depan cantik."
"Baiklah aku tunggu. Kamu masih di airport?"
"Iya, aku masih di Airport."