Selina, seorang penjahat wanita yang menjadi buronan polisi, akhirnya mati dibunuh kekasihnya sendiri.
Jiwanya bertransmigrasi ke tubuh Sofie, seorang istri CEO yang bertepatan saat itu juga meninggal karena kecelakaan.
Kehidupan kembali yang didapatkan Selina lewat tubuh Sofie, membuat dirinya bertekad untuk balas dendam pada kekasihnya Marco sekaligus mencari tahu penyebab kecelakaan Sofie yang dianggap janggal.
Ditengah dendam yang membara pada Marco, ia justru jatuh cinta pada Febrian, sang CEO tampan yang merupakan suami Sofie. Bersama lelaki itu, Selina bekerjasama mengungkap semua rahasia yang berkaitan dengan kematian dirinya.
Hingga suatu ketika, Febrian pun menyadari jika jiwa istrinya sofie sudah berganti dengan jiwa wanita lain.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Apa Selina berhasil membalas dendam pada Marco? Bisakah Selina mendapatkan cinta Febrian yang curiga dengan perubahan Sofie istrinya setelah dirasuki jiwa Selina?
Baca novelnya jangan lupa, like dan komen 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernyataan Brenda
Kemarahan Febrian pada Harry belum mereda. Lelaki itu makin menggila saat teriakan dan jeritan Harry membahana di ruangan kamar suite room hotel yang kedap suara itu. Dia terus memukuli Harry hingga lelaki jatuh pingsan karena babak belur di pukuli Febrian.
Setelah tubuh Harry tampak tak bergerak lagi, lelaki itu baru berhenti setelah memberi tendangan terakhir di bokong Harry yang sudah pingsan. Dia pun terduduk lemas di pinggir ranjang yang ada di hotel sembari mengatur pernafasannya yang tidak teratur saking semangatnya menghajar Harry.
Peluh bercucuran terlihat menetes di dahi dan leher serta dada juga punggungnya pun tampak basah oleh keringat. Senyuman tipis tampak terukir di wajah tampannya saat matanya melihat pada istrinya yang terpaku diam sedari tadi di kamar itu.
"Mendekat lah!" jemarinya melambai pelan menyuruh istrinya untuk mendekat.
Selina yang sedari tadi di hantui perasaan bersalah dan penyesalan akibat perbuatan Sofie di masa lalu, perlahan berjalan mendekati Febrian dan ikut duduk di sebelahnya.
"A-aku, aku minta maaf." Hanya sepenggal kalimat itu yang bisa Selina ucapkan.
Meskipun ia tahu, semua bukanlah kesalahannya, ia merasa ikut bertanggung jawab untuk membersihkan nama Sofie dari tindakan kakaknya itu di masa lalu.
"Aku tidak butuh permintaan maafmu. Aku mengerti apa yang kamu rasakan Sofie. Semua adalah ulah keluarga Anderson. Selama ini kamu hanya diperalat oleh mereka bukan," ujar Febrian, tersenyum getir.
"Aku hanya sedikit kecewa. Dikhianati dan di bohongi oleh orang ku cintai, itu menyakitkan." Lanjutnya kembali menatap istrinya dengan tatapan penuh kelukaan.
Ucapan Febrian membuat perasaan Selina ikut terluka. Meskipun kalimat itu di tujukan Febrian untuk Sofie, namun Selina tahu jika sofie tidak bermaksud mengkhianati suaminya.
"Maaf, maafkan aku Brian. Aku selama ini tak pernah jujur padamu. Aku begitu takut, aku takut kehilanganmu." Tutur Selina menunduk pasrah menerima semua kemarahan Febrian padanya.
"Dari awal aku sudah memintamu untuk jujur padaku Sofie. Aku sudah sabar menunggumu mengambil sikap, namun kamu terus berulah. Aku tak punya pilihan selain mengikuti permainanmu yang membosankan ini."
Kepala Selina makin menunduk dalam. Andai Febrian tahu, masih banyak rahasia dan kebohongan yang ia tutupi akankah lelaki itu bisa menerima semua kenyataan itu? " Hhh...," Selina mendesah berat.
Untuk saat ini Selina bisa sedikit lega, sebab Febrian masih berpihak pada istrinya meskipun lelaki itu sudah menyadari niat buruk Sofie yang ingin menghancurkannya. Segitu dalam kah rasa cinta Febrian pada Sofie istrinya? Selina makin mengagumi lelaki itu.
"Sebenarnya, dari awal aku sudah curiga, Harry adalah dalang dari kecelakaan itu. Aku ingin mencari bukti seluruh kejahatannya dan akan ku buktikan padamu, agar kamu tidak menuduhku ikut berkhianat. Ternyata, kamu telah tahu lebih dulu. Aku hanya pasrah. Aku siap menerima hukuman darimu." Selina masih menunduk menunjukan rasa bersalah dan penyesalannya yang terdalam.
"Ini adalah tugasku Sofie. Bukan tugasmu! Itu sebabnya, aku menyuruhmu untuk diam dan tenang di rumah. Aku punya banyak orang yang bisa ku perintahkan untuk mencari tahu semuanya. Termasuk pelaku kecelakaan yang kita alami." Desah Febrian menghela nafas berat membuang rasa kecewa yang menghimpit dadanya.
Begitu banyak hal yang di sembunyikan Sofie. Dan hari ini adalah langkah awal yang ia ambil untuk mengungkap semua kebohongan Sofie. Semakin ia mencari tahu, Febrian makin di landa ketakutan. Ia takut, kebenaran yang terungkap hanya akan membuat hubungannya dengan Sofie akan hancur.
"Tidak, tidak bisa. Aku ikut bertanggungjawab atas semua ini. Aku tak bisa membiarkan dirimu sendirian menyelesaikan masalah hidupku yang rumit." Bantah Selina mengundang kemarahan di hati Febrian.
"Hidupmu saat ini adalah tanggung jawabku Sofie! Aku suamimu! Apapun yang terjadi padamu adalah urusanku! Cukup katakan semuanya! Aku akan membereskan semuanya dengan tuntas!"
Selina terpaku diam.
Wajah Febrian tampak merah menahan emosi yang tadi sudah mereda namun kembali terbakar karena istrinya tak juga terbuka sedikitpun padanya.
Selina jadi serba salah. Bagaimana mungkin ia menceritakan segalanya pada Febrian. Dia tak begitu tahu mengenai kehidupan Sofie begitupun dengan keluarga Anderson.
"Aku tak perlu mengatakan apapun lagi padamu. Kamu pasti sudah menyelidiki siapa diriku yang sebenarnya begitu juga dengan keluarga Anderson." Selina yakin, Febrian sudah mengetahui semuanya. Hanya saja, lelaki itu ingin istrinya jujur berterus terang padanya.
"Kamu yakin, tidak punya rahasia lain selain itu?" tatapan Febrian justru makin tajam bagai menyimpan keraguan yang teramat sangat di hatinya.
Selina terhenyak. Mulutnya bungkam tak mampu bicara. Lelaki itu membuat dirinya tak berkutik sama sekali.
Namun Selina tidak akan bicara sedikitpun. Ia tak bisa mengatakan jika dirinya bukan Sofie. Dia tak tahu apapun tentang Sofie.
Satu-satunya cara hanyalah diam atau pergi sebelum ia makin terjebak oleh Febrian.
"Aku akan memberi tahumu nanti. Lebih baik kita membereskan kedua orang ini segera, lalu meninggalkan hotel ini dan cepat pulang kerumah." Ujar Selina mengalihkan pembicaraan mereka berdua yang bisa menyulut pertengkaran dan tak akan terselesaikan sampai kapanpun dan bisa berakibat fatal.
Febrian tersadar, jika mereka masih berada di hotel dengan dua orang pengkhianat yang masih pingsan dalam kamar itu. Tangannya perlahan merogoh ponsel yang ia taruh dalam kantong jasnya yang tampak kusut karena habis memeluk Harry.
"Halo Jim, kerahkan beberapa orang ke hotel Rollingstone! Kamar suite room nomor 405. Cepat!" perintah Febrian lewat ponselnya.
Setelah mendengar jawaban singkat dari Jimmy lewat ponselnya, lelaki itu bergegas mematikan ponselnya kembali.
"Bantu aku mengikat mereka berdua! Sebentar lagi Jimmy dan anak buah ku yang lain akan datang kesini." Ucap Febrian menarik sprei yang menjadi alas tempat tidur lalu merobeknya untuk mengikat Harry dan Brenda.
Setelah mengikat Harry dengan kain sprei yang telah di sobeknya, Febrian melangkah mendekati Brenda yang masih tergeletak di lantai.
Brenda yang sudah sadar sedari tadi namun pura-pura pingsan dan sempat menguping semua pembicaraan mereka, langsung melonjak bangun dan bergegas memegang kaki Febrian.
"Ampun, ampun Tuan! Lepaskan saya! Saya tidak bersalah! Saya hanya di perintah Harry. Saya di ancam Tuan, seluruh keluarga saya di sandera oleh Harry." Pinta Brenda dengan wajah memelas.
Febrian dan Selina kaget, dan saling berpandangan. Mereka tak menyangka jika Brenda sudah sadar dari pingsannya.
"Saya mohon Tuan, Lepaskan saya! Saya janji akan membuka semua kebusukan keluarga Anderson!" ceracau Brenda panik dan cemas dilanda ketakutan.
"Tentu saja Brenda. Kamu harus mengungkapkan semua kebusukan keluarganya padaku! Sekalian kamu menjadi saksi atas semua perbuatan Harry!" ucap Febrian, geram.
Brenda menggigil, gemetar menahan takut. Dia tahu, Febrian Sanders adalah putra satu-satunya William Sanders. Lelaki tua itu adalah pembunuh Anderson. Sayangnya, Febrian belum tahu jikalau Anderson dibunuh oleh ayahnya sendiri.
Sudah terlanjur jatuh dan terhempas. Brenda tak tahu harus berbuat apa lagi. Dirinya telah menjadi sasaran empuk para penguasa yang suka menindas kaum lemah. Dari tangan keluarga Anderson, dia terpaksa mengikuti kemauan Harry Anderson. Lalu berkomplot dengan Marco. Kali ini, ia malah terperangkap oleh jebakan Febrian.
"Apa Tuan akan membunuh saya juga, seperti ayah anda yang telah membunuh Tuan Anderson dengan kejam?" ujar Brenda pasrah tak berdaya.
Febrian dan Selina kembali kaget mendengar ucapan Brenda. Sungguh suatu fakta yang mengejutkan dan teramat mengguncang batin Febrian dan Selina.
.
.
.
Bagaimana tindakan Febrian dan Selina selanjutnya?
BERSAMBUNG
selina jgn buat marah febrian pls