Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.
Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.
Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.
Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?
Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hello, Mr. Actor Part 33
...-Hati kamu isinya apa? Bunga? Atau kupu-kupu? Kalau aku sih kang orgen, setiap liat kamu pasti langsung dangdutan-...
...***...
Untuk pertama kalinya, Yara mendengar lantunan ayat suci Al-Quran keluar dari mulut sang suami. Ia tak menyangka suaranya begitu merdu, juga bacaannya bagus.
Seorang artis ternama, tampan, mapan dan baik agamanya, Barra seperti hadiah terindah yang Allah berikan kepada Yara. Namun, lagi dan lagi wanita ini menyadarkan diri sendiri, bahwa pernikahan mereka tidak didasari dengan cinta.
Usai melaksanakan sholat subuh bersama, Yara mencium khidmat punggung tangan Barra. Kembali, hal ini adalah impian banyak orang, menjadi ma'mum seorang Barrata Taslim. Ia mengusap lembut pucuk kepala sang istri yang terbalut mukena.
Sesungguhnya sang hati berdesir hebat ketika Yara mencium punggung tangannya. Bagaimana kalau ia langsung menarik Yara ke dalam pangkuan? Mencumbunya? Mengambil haknya sebagai seorang suami? Ck! Entah mengapa Barra belum siap melakukan hal tersebut.
Ada rona merah jambu di kedua pipi sang istri saat mendapatkan perlakuan lembut dari sang suami. Barra tersenyum singkat, ternyata wanita ini seperti es krim, mudah sekali meleleh.
Kyutt!
Tanpa diduga, sang suami mencubit pelan pipi sang istri.
Eh! Yara menatap langsung pada dua bola mata Barra, sembari memegangi pipinya yang baru saja disentuh "Abang, kenapa?"
"Enggak. Cuman mau nyubit pipi kamu aja."
Jawaban model apa ini?! Lagipula, setelah membuat wajah Yara merah bak kepiting rebus, Barra langsung mengemasi sajadahnya. Seolah tak melakukan apapun yang membuat hati istrinya hampir porak-poranda.
Awh! Yara merasakan wajahnya panas di pagi buta ini. "Kok mendadak gerah, sih. Apa aku demam, ya?" gumam Yara
Barra yang mendengar suara kecil sang istri, kembali tersenyum. Oh, baiklah! Sepertinya mudah sekali membuat wanita ini mencintainya, semoga saja.
"Yara ... mau ikut aku lari pagi?"
"Enggak, terima kasih sudah diajak. Tapi aku harus memasak, Bang. Lagi pula Arum 'kan sekolah hari ini, aku harus menyiapkan semuanya termasuk diri aku sendiri," sahutnya cepat.
Nampak jelas Barra tertawa meski tanpa suara. Yara jadi mengerutkan kening menatap sang suami.
"Duhai istriku, ini hari minggu."
Oh ya Allah, pagi ini sudah berkali-kali wajahnya memanas. Yara rasanya malu sekali. "Oh, Maaf. Aku lupa." Dia tersenyum canggung, jelas terlihat malu kepergok lupa dengan hari.
"Gimana, mau ikut nggak?"
"Abang lupa sama status kita? Nggak takut nanti bakal diterpa gosip kalau-kalau kita terciduk kamera penggemar kamu?"
Menyugar rambutnya usai melepas peci, begini saja Barra terlihat memesona di mata Yara. Tapi kembali lagi, senyuman Jefrey selalu hadir setiap kali pesona Barra menggetarkan sang hati.
Barra mengatakan, mereka bisa lari pagi bersama Arum. Dan, status sebagai pengasuh Arum akan Yara pakai lagi. Begitulah kesepakatan mereka sehari lalu, dan itu atas ide sang istri. Sebisa mungkin ia akan bekerjasama dalam menutupi status pernikahan mereka.
Mungkin bagi sebagian orang tindakan Yara dikatakan dungu, tapi baginya berbesar hati dan menerima ketentuan kontrak sang suami, adalah cara terbaik yang harus ia ambil.
Memeriksa keadaan sang putri, gadis kecil itu ternyata merasa nyaman bersembunyi di dalam selimut. Ia juga menarik tangan Yara hingga sang bunda ikut meringkuk bersamanya.
"Kalau kalian sama-sama tidur, Ayah lari pagi sama siapa?" tanya Barra pada Arum. Dengan mata yang masih memejam, Arum sungguh mengangguk.
"Ya udah, Ayah nggak jadi aja lari paginya. Tapi Arum, Ayah belum sarapan, sedangkan Bunda sudah kamu culik."
Memicingkan kedua mata sebab cahaya lampu yang menyilaukan, Arum berkata. "Ada Bi Sriti. Ayolah Ayah! Izinin Arum tidur lagi sama Bunda. Sekali iniiii aja." Bocah ini meminta dengan sangat.
"Lagian Ayah 'kan biasanya lari dulu baru sarapan. Kok sekarang bilangnya nggak jadi lari pagi. Ayah jangan main curang, ya. Ini Bunda Arum, jangan coba-coba merebutnya."
Barra terkekeh, celoteh Arum menggelikan hati. Apalah daya, rasa kasih dan sayang sang ayah sungguh tiada tara terhadap sang putri. Alhasil, ia pun tak bisa membawa Yara dari tempat tidur itu.
Tapi Yara, ia tak bisa diam saja atas keinginan Arum. Dari balik selimut kepalanya menyembul. "Abang lari pagi sendiri aja dulu. Nanti kalau sudah pulang aku langsung bikinin makan yang Abang mau."
"Ayah pemakan segalanya, Bunda. Unta dan gajah pun kalau Ayah lagi lapar bisa dimakannya."
Jawaban Arun menerbitkan tawa di wajah Ayara. Kali ini Barra terdiam sejenak, tawa sang istri membuatnya terkunci pada wajah cantik nan teduh itu.
"Eh, maaf." Merasa diperhatikan Barra, lekas Yara meminta maaf dan menghentikan tawanya. Ia langsung sadar akan posisinya, dan tak ingin menyinggung perasaan orang dengan status suaminya. Yah ... hanya status belaka. Andai dua insan ini tahu, bahwa hati mereka sebenarnya saling menyukai. Alih-alih bertahan pada dugaan masing-masing, bukankah bersikap selayaknya sepasang suami istri adalah pilihan yang manis?
"Nggak pa-pa. Arum emang gitu kalau ngomong, suka dilebih-lebihkan." Mencium singkat kening Arum ketika ia hendak pergi. Ada keinginan besar untuk melakukan hal yang sama kepada Yara, yang masih dalam posisi rebahan bersama Arum. Namun, baru saja kedua matanya menatap sang istri, wanita ini lekas bangkit dan merapikan rambutnya yang tergerai indah.
Salah satu hal yang membuat Barra jatuh cinta padanya --- Yara begitu indah di matanya, dari segi apapun.
"Bunda mau kemana?" tanya Arum ketika melihat Yara mengekor langkah Barra.
"Nganterin Ayah ke depan."
"Ayah udah gede, Bunda. Ini juga rumah kita, emangnya Ayah bisa nyasar kalau nggak dianterin?"
Terlalu posesif, begitulah sikap Arum terhadap Yara. Sepertinya Barra harus selalu berbesar hati dan selalu mengalah kepadanya.
"Nggak pa-pa. Kamu temenin Arum aja."
Mengangguk kecil, kemudian Yara mengulurkan tangan pada Barra. Sedikit mulai terbiasa, pria ini memberikan tangannya untuk disalim dan dicium khidmat sang istri.
Satu langkah dia pergi dari balik pintu ... hatinya merasa tak rela. Dua langkah ia pergi, ck! Hatinya benar-benar tak rela. Hingga pada akhirnya dia kembali ke depan pintu kamar Arum dan mengetuknya.
Yara belum melangkah lebih jauh, ia langsung berbalik dan saat pintu terbuka sedikit --- Barra menarik tubuhnya hingga separuh keluar dari kamar Arum.
Cup!
"Baik-baik di rumah, ya."
Yara mematung. Apa yang telah Barra lakukan tak pernah terlintas dalam pikirannya. Sementara Barra, ia langsung pergi dengan wajah terasa panas, akh! Ia tersenyum lebar, ternyata jatuh cinta setelah menikah itu begitu indah. Bahkan hanya sekedar mendaratkan ciuman singkat di kening sang istri, hatinya begitu berdebar hebat.
"Ayah nakal, ya, Bun?" Gadis kecil ini merasa khawatir melihat Yara yang masih mematung.
Pertanyaan Arum menarik Yara untuk sadar dari rasa terkejut. Kedua matanya mengerjap berkali-kali, demi menetralkan suasana hati.
"Ah ... anu ... enggak, Nak. Bunda haus, Bunda ke dapur sebentar, ya. Kamu buruan bangun, deh. Hari ini kita akan main di taman belakang." Sedikit tergagap Yara karena ulah sang suami.
"Main? Yes! Arum langsung mandi, ya, Bun. Tunggu Arum sebentar, ya!!" Gadis kecil ini terpekik, ia begitu senang karena hari-harinya akan selalu ditemani sang bunda.
...To be continued ......
...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen dan kasih saran yang membangun, ya....
Kamu seorang laki-laki ... maka bertempurlah sehancur-hancurnya!
Yakin tuh ga panas Barra 😄
Gitu dong, lindungin Yara..
Masa iya Yara bener mamanya Arum