seorang pemuda yang di paksa masuk ke dalam dunia lain. Di paksa untuk bertahan hidup berkultivasi dengan cara yang aneh.
cerita ini akan di isi dengan kekonyolan dan hal-hal yang tidak masuk akal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellow street elite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Rynz berdiri di hadapan pintu bengkelnya yang masih dipenuhi bekas bara api dan serpihan logam hitam. Napasnya dalam, tangan kirinya perlahan mengelus palu yang kini mulai memiliki bentuk yang hampir seperti senjata suci.
Ia menoleh ke arah Chen Mo dan Zhou Lan yang sedang memeriksa daftar pembelian bahan dan jadwal distribusi senjata.
"Aku hanya ingin bertanya satu hal..." ucap Rynz pelan namun serius.
"Kita sudah menyelesaikan senjata untuk Putri Yue dan Tuan Muda Long. Tapi… bagaimana cara kita mengirimkan surat kepada mereka? Bahwa senjata mereka sudah selesai?"
Chen Mo dan Zhou Lan langsung menoleh cepat, seolah tak percaya dengan yang baru saja mereka dengar.
"A-apa kau bilang? Kau sudah selesai membuatnya?" Chen Mo berseru dengan mata membelalak.
"Rynz… kau benar-benar menyelesaikannya?" Zhou Lan ikut mendekat, ekspresinya berubah penuh rasa ingin tahu. "Senjata seperti apa yang kau buat… dengan bahan sekelas itu?"
Namun Rynz hanya diam. Ia menatap mereka berdua dengan tenang lalu berkata singkat,
“Itu bukan sesuatu yang bisa kalian lihat begitu saja.”
Ketegangan tercipta sejenak sebelum akhirnya Chen Mo menggoyangkan kepalanya cepat, lalu menepuk dada.
“Baiklah! Serahkan urusan pengiriman surat pada kami! Aku akan segera menghubungi perwakilan Klan Long dan Klan Huang. Mereka pasti akan mengirim orang ke sini!”
Zhou Lan ikut mengangguk. “Jangan khawatir, kami akan menyampaikan bahwa senjata mereka telah selesai… dengan penuh gaya, tentu saja.”
Rynz berbalik masuk ke dalam bengkelnya, suara logam saling bertumbukan terdengar samar. Sebelum pintu itu tertutup, ia masih sempat berkata lirih,
“Beri tahu mereka… bahwa senjata ini akan mengubah nasib siapa pun yang menggunakannya.”
Tiga hari setelah surat itu dikirim, suasana Sekte Lembah Angin kembali berubah menjadi riuh. Di langit, dua sosok besar melintas nyaris bersamaan dari arah yang berbeda.
Dari timur, seekor Naga Tanah yang ditunggangi oleh Long Zhen dan beberapa tetua Klan Long meluncur turun, membawa hawa berat penuh tekanan. Di sisi lain, Phoenix Salju dengan sayap berkilau turun perlahan dari barat, di atasnya berdiri anggun Putri Yue bersama penatua utama Klan Huang.
Semua murid di sekte berkumpul di halaman depan, menatap ke langit dengan campuran kekaguman dan ketegangan.
Chen Mo berbisik pada Zhou Lan, "Mereka datang hampir bersamaan... apakah mereka sengaja?"
Zhou Lan hanya tersenyum kecil. "Tentu saja. Masing-masing tidak ingin kalah pamor."
Ketika kedua kelompok besar itu mendarat, tanah terasa sedikit bergetar. Long Zhen melangkah maju, sorot matanya tajam seperti biasa.
"Aku mendengar... senjata itu telah selesai." ucapnya tanpa basa-basi.
Putri Yue tak mau kalah, ia turun dengan langkah ringan, gaun putihnya berkibar dihembus angin.
"Aku datang untuk mengambil apa yang telah kupesan, dan melihat sendiri keajaiban tangan sang pandai besi."
Chen Mo dan Zhou Lan langsung berdiri di hadapan mereka.
"Selamat datang kembali, Tuan Long, Putri Yue," ucap Zhou Lan sopan.
"Rynz telah menyelesaikan pesanan kalian… tetapi, seperti yang kami janjikan sebelumnya, kami tidak akan menunjukkannya sebelum kalian berdua datang."
Chen Mo menambahkan, "Rynz menunggu di aula dalam, senjata kalian sudah disegel secara pribadi olehnya."
Kedua utusan klan saling pandang. Ketegangan halus mulai terasa. Ini bukan lagi sekadar urusan mengambil barang. Ini tentang siapa yang akan lebih dulu memamerkan senjata mereka. Dan siapa yang akhirnya akan memenangkan hati sang pandai besi.
Langkah-langkah mereka menyusuri jalan berbatu yang mengarah ke belakang sekte terdengar berat dan penuh rasa penasaran. Rynz berjalan paling depan, menggenggam kedua kotak senjata besar di masing-masing sisi. Sementara itu Long Zhen, Putri Yue, para tetua klan, serta murid-murid inti sekte mengikuti dari belakang.
Tempat yang mereka tuju adalah sebuah dataran terbuka yang dikelilingi tebing dan hutan, cukup jauh dari bangunan utama. Udara di sana lebih dingin dan sunyi, seolah dunia terpisah dari sekte Lembah Angin itu sendiri.
Ketika semua orang sudah berdiri dalam lingkaran lebar, Rynz meletakkan kedua peti kayu besar di tanah. Tangannya menyentuh tutup peti pertama yang dihiasi garis-garis ukiran naga hitam keemasan.
"Sebelum aku membukanya, aku ingin mengatakan sesuatu terlebih dahulu," ucap Rynz dengan nada serius.
“Senjata ini... aku sendiri tidak tahu tingkatnya berada di mana. Aku hanya menempa berdasarkan bahan yang diberikan dan kekuatan api yang ada dalam tubuhku. Jadi, aku juga tidak tahu... batas kekuatannya.”
Semua orang terdiam.
Kemudian, dengan gerakan perlahan tapi mantap, Rynz membuka peti pertama.
Cahaya biru keperakan langsung meledak keluar, membuat beberapa orang menutup mata karena silau yang menyakitkan.
Di dalamnya, terbaring sebuah pedang besar dua tangan, panjangnya hampir sama tinggi dengan tubuh pria dewasa.
Gagang pedang itu berbentuk kepala naga dengan mata yang terbuat dari kristal biru tua yang berkilau seperti batu petir. Leher naga melingkar ke bawah membentuk pegangan berurat yang terukir dengan sisik logam halus.
Bilah pedangnya sendiri tebal dan tajam, bagian tengahnya terdapat alur petir berbentuk aliran retakan, seolah petir itu membeku di dalam logam. Warna bilahnya biru keperakan dengan semburat hitam di sepanjang pinggiran tajamnya. Di bagian belakang pedang itu, ada semacam sayap naga yang terlipat, memberikan kesan pedang itu bisa terbang dengan sendirinya.
Begitu bilah itu sepenuhnya terlihat, udara di sekitar mereka langsung berat.
Tekanan listrik mulai muncul perlahan. Langit tampak gelap, meskipun tidak ada awan badai. Beberapa orang bahkan merasa bulu kuduk mereka berdiri.
Kilat kecil menyambar di ujung bilah pedang itu, menari-nari tanpa arah namun terlihat seolah menahan diri untuk tidak meledak.
"Ini…" bisik salah satu tetua Klan Long. "Ini bukan senjata biasa… ini mengandung aura Petir Langit Murni…!"
Putri Yue yang berdiri tak jauh dari situ juga menatap dengan ekspresi rumit. "Senjata ini... bisa mengoyak pertahanan spiritual biasa hanya dengan tekanan auranya."
Chen Mo, yang berdiri paling belakang, hanya bisa bergumam,
"Aku bahkan takut menyentuhnya… ini bukan pedang, ini… monster."
Rynz meletakkan kedua tangannya di atas gagang pedang itu.
"Aku menamakannya Léi Wáng... Raja Petir. Siapa pun yang menggunakan pedang ini harus mampu menaklukkan petir, atau akan hancur olehnya."
Long Zhen melangkah maju dengan mata berbinar. Tangannya yang kekar mengangkat pedang Léi Wáng perlahan dari peti. Suara logam berat bergesek menggema, dan seketika itu juga udara di sekitar mereka berubah.
Begitu tangan Long Zhen menggenggam penuh gagang pedang itu, langit di atas mereka langsung menghitam.
Gubrak!!
Petir pertama menyambar tak jauh dari tempat mereka berdiri. Langit bergetar, dan tanah berguncang seolah sedang menyambut kelahiran sesuatu yang tak boleh dibangkitkan.
Tubuh Long Zhen terguncang.
"Akh...!"
Wajahnya menegang, urat-urat di lehernya menonjol. Di saat yang sama, auranya yang sebelumnya stabil mulai bergetar tak terkendali. Semua orang bisa melihat dengan jelas bagaimana energi spiritual di tubuh Long Zhen mulai tersedot—diserap tanpa ampun oleh pedang itu.
Gagang pedang bergetar, aliran petir mulai merambat naik dari bilahnya menuju lengan Long Zhen, mengalir seperti ular hidup yang membelit ketat. Tubuhnya bersinar kebiruan, lalu berpendar seperti bara dalam badai.
“Long Zhen! Lepaskan!” teriak salah satu tetua dari Klan Long.
Namun Long Zhen hanya menggertakkan gigi. “Tidak… aku harus… menjinakkannya!”
Suara dentuman terus terdengar di atas mereka. Petir menyambar berkali-kali, tapi semuanya tidak mengenai tanah. Mereka malah tersedot ke pedang, seperti senjata itu menjadi pusat badai langit itu sendiri.
Beberapa murid Lembah Angin sampai terjatuh karena tekanan spiritual yang menggelora dari titik pusat di mana Long Zhen berdiri. Bahkan Putri Yue, yang awalnya bersikap tenang, kini mulai terlihat tegang.
“Kekuatan ini… melampaui senjata Ranah Master biasa,” bisik Lu Ban sambil menyipitkan mata. “Ini hampir menyentuh ujung Senjata Saint…”
Akhirnya, Long Zhen meraung keras, melepaskan seluruh energi dalam tubuhnya dalam satu ledakan. Api, aura, dan tekanan spiritual berpadu dalam satu dorongan kuat yang masuk ke dalam pedang itu.
Lalu… hening.
Awan menghilang. Petir berhenti.
Pedang Léi Wáng tidak lagi menyerap, tidak lagi bergetar.
Namun sekarang, ia bersinar redup dengan ukiran naga di bilahnya yang perlahan menyala biru muda—tanda bahwa senjata itu telah menerima pemiliknya.
Long Zhen jatuh berlutut, wajahnya pucat. Tapi senyum puas mengembang di bibirnya.
"Senjata ini... terlalu buas. Tapi aku berhasil..."
Semua orang yang melihat kejadian itu menyadari satu hal:
Senjata buatan Rynz… telah menembus batas pemahaman mereka.