NovelToon NovelToon
TERJEBAK DI DALAM PELUKAN MANIPULASI By NADA

TERJEBAK DI DALAM PELUKAN MANIPULASI By NADA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Trauma masa lalu / Kekasih misterius
Popularitas:715
Nilai: 5
Nama Author: nandra 999

Sebuah kisah tentang cinta yang berubah menjadi jeruji. Tentang perempuan yang harus memilih: tetap dalam pelukan yang menyakitkan, atau berjuang pulang ke dirinya sendiri.
Terjebak di Pelukan Manipulasi menceritakan kisah Aira, seorang perempuan yang awalnya hanya ingin bermitra bisnis dengan Gibran, pria karismatik .

Namun, di balik kata-kata manis dan janji yang terdengar sempurna, tersembunyi perangkap manipulasi halus yang perlahan menghapus jati dirinya.

Ia kehilangan kontrol, dijauhkan dari dunia luar, bahkan diputus dari akses kesehatannya sendiri.

Ini bukan kisah cinta. Ini kisah bagaimana seseorang bisa dikendalikan, dikurung secara emosional, dan dibuat merasa bersalah karena ingin bebas.

Akankah Aira menemukan kekuatannya kembali sebelum segalanya terlambat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nandra 999, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab - 30 Pengadilan Luka

Pagi itu, udara di depan gedung pengadilan terasa lebih dingin dari biasanya. Tapi bukan cuaca melainkan ketegangan Aira yang terngiangi di kepalanya.

.Setiap langkahnya menuju ruang sidang terasa seperti berjalan kembali luka-luka lama yang nyaris membunuhnya dulu.

Namun, kali ini berbeda.

Ia tidak datang sebagai korban yang menangis dalam diam..

Ia datang sebagai penyintas yang membawa bukti dan keberanian.ruang sidang, Aira duduk di kursi pelapor. Di seberangnya, duduk Gibran terlihat jauh lebih kurus, dengan wajah kusut dan tatapan sinis yang mencoba menyembunyikan kegugupan.

mereka bertemu Bertatapan.

Untuk pertama kalinya, Aira tidak menunduk di depan Gibran ..

Jaksa mulai membacakan dakwaan: tindak kekerasan fisik, psikis, ancaman pembunuhan, dan pelanggaran undang-undang perlindungan perempuan.

Pengacara Gibran menyela, mencoba memutarbalikkan keadaan.

“Klien kami hanya emosi sesaat karena terganggu mentalnya akibat sikap pelapor. Klien kami mengaku menyesal…”

Aira tersenyum tipis.

“Menyesal hanya keluar saat hukuman mengintai, bukan saat luka terjadi,”

Giliran Aira bersaksi.

Langkahnya menuju seperti menembus kabut masa lalu. Ia menarik napas panjang, lalu membuka suara dengan nada mantap.

“Saya tidak datang ke sini untuk membalas. Saya datang untuk menyelamatkan diri saya, dan perempuan-perempuan yang pernah mengira cinta harus dibayar dengan penderitaan.”

“Saya pernah dipukul, dicekik, dikurung, diintai. Pernah sembunyi di balik tembok rumah kosong, berharap ditemukan polisi, bukan oleh dia. Tapi nyatanya, saya dibawa kembali… dengan tubuh membiru dan jiwa yang mati perlahan.”

“Tapi saya selamat. Dan saya memilih bicara hari ini karena saya ingin ini berhenti… sekarang.”

Ruangan hening. Bahkan hakim pun menundukkan kepala sebentar, memberi jeda untuk keberanian Aira yang mengguncang suasana.

Saksi berikutnya: pengelola Rumah aman, tempat perlindungan bagi para penyintas kekerasan. Lalu seorang dokter psikolog, yang menjelaskan dampak trauma jangka panjang yang dialami Aira. Semua bukti memperkuat bahwa Aira memang mengalami kekerasan sistematis dan berkepanjangan.

Gibran mulai gelisah. Matanya melirik ke kanan dan kiri, seperti mencari jalan keluar.

Lalu ia berdiri mendadak.

“Dia cuma lebay! Aku nggak segila itu! Aira tuh perempuan licik dia yang bikin aku kayak gini!”

Hakim mengetuk palu. Gibran diperingatkan. Tapi Aira hanya menatapnya dengan tatapan penuh belas kasih bukan karena dia lemah, tapi karena dia sudah selesai jadi korban.

“Kamu udah nggak punya kuasa apa-apa lagi atas hidupku, Gibran,” ucapnya lirih tapi jelas.

Sidang diskors selama sepuluh menit. Aira berjalan keluar sebentar, ke lorong luar ruang sidang. Ia bertemu Nadya yang datang diam-diam untuk mendukungnya. Gadis itu menggenggam air mineral dan memberikannya dengan senyum ragu.

“Kak Aira... kamu kuat banget. Tapi kalau lelah, ingat ya, kamu nggak sendirian.”

Aira mengangguk. Namun sebelum kembali ke dalam, seorang pria berbaju gelap melewati mereka dan diam-diam menyelipkan secarik kertas kecil ke dalam saku coat Aira. Pria itu tak berkata sepatah pun dan menghilang di kerumunan.

Aira dan Nadya saling pandang. “Siapa itu?”

Nadya menggeleng, wajahnya mulai waspada.

Di dalam ruang sidang, jaksa memutar bukti rekaman suara:

"Kalau kamu berani kabur, Aira, kamu tahu akibatnya. Dunia ini kecil. Aku bisa temuin kamu di mana aja."

Ruangan kembali hening. Hakim mencatat dengan serius. Aira menunduk sesaat , bukan karena takut, tapi karena akhirnya suara yang dulu tak dipercaya, kini terdengar jelas oleh semua.

Sidang ditunda untuk pembacaan putusan minggu depan.

Saat keluar dari pengadilan, Aira melangkah dengan napas panjang. Beberapa wartawan memotret, dan seorang aktivis dari lembaga perempuan menggandeng tangannya sambil berkata,

“Terima kasih sudah jadi suara kami hari ini.”

Aira hanya menjawab singkat:

“Saya hanya menyuarakan yang terlalu lama dibungkam.”

Malam itu, di dalam Rumah Cahaya Aira, saat semua penghuni sudah tertidur, Aira duduk sendirian di ruang tengah. Ia teringat pada pria misterius tadi. Tangannya menyentuh saku coat dan mengeluarkan kertas kecil.

Tulisan tangannya kasar, huruf-hurufnya miring dan terburu-buru:

“Kalau kamu menang… kamu akan kehilangan lebih dari yang kamu kira.”

Jantung Aira berdetak kencang. Tapi kali ini, ia tidak takut.

Ia berdiri, membuka jendela, dan menatap langit malam.

“Jika ini harga dari kebenaran… aku siap membayar.”

Pengadilan telah dimulai. Tapi belum tentu luka benar-benar berakhir.

Sidang ditunda untuk pembacaan putusan minggu depan.

Saat keluar dari pengadilan, Aira melangkah dengan napas panjang. Beberapa wartawan memotret, dan seorang aktivis dari lembaga perempuan menggandeng tangannya sambil berkata, “Terima kasih sudah jadi suara kami hari ini.”

Aira hanya menjawab singkat:

“Saya hanya menyuarakan yang terlalu lama dibungkam.”

Malam itu, di dalam Rumah Cahaya Aira, saat semua penghuni sudah tertidur, Aira duduk sendirian di ruang tengah. Ia teringat pada pria misterius tadi. Tangannya menyentuh saku coat dan mengeluarkan kertas kecil.

Tulisan tangannya kasar, huruf-hurufnya miring dan terburu-buru:

“Kalau kamu menang… kamu akan kehilangan lebih dari yang kamu kira.”

Jantung Aira berdegup kencang. Tapi kali ini, ia tidak takut.

Ia berdiri, membuka jendela, dan menatap langit malam.

“Jika ini harga dari kebenaran… aku siap membayar.”

Pengadilan telah dimulai.

Tapi belum tentu luka benar-benar berakhir.

Siapa pria misterius itu?

Apa maksud ancamannya?

Dan siapa yang sebenarnya sedang mengawasi gerak-gerik Aira?

1
gaby
Jgn2 Gibran pasien RSJ yg melarikan diri.
gaby
Di awal bab Gibran selalu mengatakan cm Gibran yg mau menerima Aira yg rusak. Dan kata2 Aira rusak berkali2 di sebutkan di bab pertama. Maksud Rusak itu gmn y thor?? Apa Aira korban pelecehan atau korban pergaulan bebas??
gaby
Smangat thor nulisnya. Ternyata ini novel pertamamu di NT y. Tp keren loh utk ukuran pemula, ga ada typo. Dr awal bab aja dah menarik, Gibran si pria manipulatif
Robert
Suka banget sama cerita ini, thor!
nandra 999: Thks yeah 🥰
total 1 replies
Gấu bông
Terinspirasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!