Keberanian tidak akan pernah absen dari ketakutan.
Orang berani bukan berarti mereka tidak pernah merasa takut, akan tetapi mereka berhasil menaklukkan rasa takut itu.
Hanya karena kau pernah gagal lalu terluka di masa lalu, bukan berarti semua yang kau hadapi sekarang itu sama dan menganggap tidak ada yang lebih dari itu.
Kau salah . . . . . !!!
Briana Caroline MC.
Yang arti nya KEBERANIAN, TANGGUH, KUAT DAN PENAKLUK DUNIA.
Tidak seperti arti dari namanya yang diberikan orang tuanya. Justru malah sebalik nya.
Bayang-bayang dari masa lalunya membuat dia TRAUMA. Itulah yang membuatnya selalu menghindari apapun yang akan masuk ke dalam hidupnya.
Dia lebih memilih untuk lari ketimbang menghadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fidha Miraza Sya'im, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Flash back...
#Braaaaaaaaak.....
Terdengar suara hantaman keras dari sebuah mobil yang menghantam trotoar sehingga pada akhirnya mobil itu terbalik lalu terseret cukup jauh.
Jalanan lalu lintas mendadak terhenti akibat kecelakaan tersebut. Tak sedikit orang-orang sibuk berduyun ingin melihat musibah tersebut.
"Masih lama lagi ya Pak?". Briana yang berusia 12 tahun bertanya pada supirnya setelah lama ia menunggu dalam kemacetan tersebut.
"Iya nona, soalnya ada kecelakaan di depan. Makanya jalanan jadi macet seperti ini". Jawab Pak supir sembari melihat ke arah kerumunan pusat kecelakaan.
"Aku turun disini saja deh Pak soalnya aku takut Mommy dan Daddy sudah pulang dari Villa. Aku bakalan gagal ngasi kejutan untuk mereka". Ucap Briana sembari membukakan pintu mobilnya lalu keluar.
"Non... Non Briana jangan non. Jangan pergi non. Non Briana.... Bisa-bisa saya dapat masalah kalau membiarkan Nona Briana pergi sendirian. Non please!". Sang supir panik mengejarnya namun Briana tetap bersikeras pergi dengan kakinya yang masih belum sempurna untuk berjalan mengingat pada saat itu adalah masa pemulihannya setelah ia mengoperasi kakinya agar bisa berjalan kembali.
Briana berjalan melewati kecelakaan itu tanpa memperdulikan orang sekitar termasuk sang supir yang masih mengikutinya dari belakang.
Tanpa sengaja ekor mata Briana melihat kecelakaan tersebut terutama pada seorang korban yang masih terhimpit di dalam mobilnya tengah berteriak meminta pertolongan namun tak satu pun yang berani menolongnya. Mereka hanya sibuk dengan ponselnya masing-masing untuk merekam kejadian tersebut.
Melihat itu semua membuat merasa geram lalu dengan beraninya ia mendekati mobil yang sudah ringsek itu kemudian bertindak dengan sendirinya berusaha untuk membantu orang tersebut.
Tak sedikit dari mereka melarang dan mencegah Briana karena tindakannya namun Briana sama sekali tidak menghiraukannya.
"Eh... Dek jangan! Kamu ngapain? Kamu enggak boleh melakukan itu sebelum pihak berwajib datang. Nanti bisa-bisa kamu yang menanggung akibatnya". Begitulah kira-kira ucapan mereka pada Briana sembari mengarahkan ponselnya merekam aksi Briana.
"Non... Aduh Non... Nona Briana jangan bertindak seperti ini donk Non. Bisa-bisa kita kena masalah gara-gara Nona bertindak seperti ini. Kita tunggu polisi dan ambulance datang ya Non". Sang supir semakin panik sembari mencegah Briana yang berusaha untuk membuka pintu mobil itu.
"Bapak enggak lihat kalau bapak ini butuh pertolongan dengan cepat? Yang ada bapak ini bisa meninggal kalau harus menunggu pihak polisi dan ambulance datang. Kalau bapak enggak mau membantuku, lebih bapak menjauh dari sini".
Briana sama sekali enggak peduli hingga akhirnya sang supir pun ikut turut membantunya tak lama pintu mobil itu pun berhasil terbuka dan juga berhasil mengeluarkan pria paruh baya yang sudah menjadi korban kecelakaan itu.
Briana menyuruh supirnya untuk membawa pria itu masuk ke dalam mobilnya lalu melarikannya ke rumah sakit terdekat.
Setelah semuanya terselesaikan sang supir pun menghampiri Briana yang tengah duduk diruang tunggu sembari melihat kakinya yang ia ayun-ayun.
"Nona. Semuanya sudah saya urus sesuai yang Nona perintahkan. Korban pun sedang ditangani oleh pihak dokter. Dan kita sudah bisa pulang karena sepertinya keluarga korban sudah datang". Ucapnya sembari bernafas lega karena tindakan Briana yang memacu adrenalinnya.
"Ya sudah kalau gitu. Ayo kita pulang". Jawab Briana dengan nada lelah kemudian bangkit dengan perlahan karena kakinya terasa sakit akibat ia terlalu ekstrim menggunakan kakinya. "Au". Rintihnya.
"Tuh kan. Nona Briana itu masih dalam masa pemulihan. Kita pasti dalam masalah kalau Nyonya dan Mister tahu apa yang sudah kita lalui seharian ini. Hufftt". Keluhnya sembari menggendong tubuh Briana.
Tak sengaja mereka pun berselisih dengan keluarga korban yang berlari masuk ke IGD. Briana meminta supirnya itu untuk menghentikan langkah kakinya lalu membalikkan badannya melihat seorang wanita paruh baya bersama seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya tampak begitu cemas bahkan ia melihat keduanya tanpa menggunakan alas kaki.
"Pak di bagasi mobil masih ada sendal cadangan enggak?". Briana bertanya sembari memerintahkan sang supir melanjutkan langkahnya.
"Kayaknya masih ada deh Non. Tapi tinggal punya Nona dan Nyonya. Punya Mister enggak ada. Memangnya kenapa Non?".
"Baguslah. Ntar sebelum kita pulang, bapak kasi sendal itu ke ibu dan anak yang barusan lewat. Mungkin mereka terburu-buru kesini sampai-sampai mereka enggak sempat memakai alas kaki". Ucap Briana.
"Baik Non Briana".
Sesuai dengan perintahnya, Sang supir pun mendatangi ibu dan anak tersebut sembari membawakan mereka sepasang sendal serta makanan dan minuman yang hangat.
"Maaf ini ada titipan dari Nona muda saya untuk ibu dan anak ibu". Ucapnya sembari menyodorkan mereka apa yang ia bawa.
Mereka terkejut dan keheranan atas kebaikan pak supir. "Terimakasih". Tutur wanita paruh baya itu.
"Iya Bu sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu". Ujarnya. Namun sebelum ia beranjak tiba-tiba salah satu dokter yang menangani korban yang mereka selamatkan menghampiri mereka.
"Lho saya pikir anda sudah pulang Pak". Ujarnya kepada sang supir.
"Ah iya Dok. Kebetulan saya masih ada kerjaan yang diperintahkan sama Nona Muda saya". Jawabnya dengan sungkan.
"Oh begitu. Oh ya saya hampir lupa! Kebetulan ini adalah keluarga korban yang sudah anda selamatkan barusan". Sang Dokter memperkenalkannya pada mereka.
"Oh iya. Terimakasih banyak pak karena anda sudah menyelamatkan suami saya". Wanita itu langsung berantusias mengucapkan rasa syukurnya.
"Ah... Iya Bu. Sebenarnya bukan saya yang menyelamatkan suami ibu, tapi Nona Muda saya sudah menyelamatkan beliau. Saya hanya supirnya saja. Kebetulan Nona Muda sudah lama menunggu saya di parkiran jadi saya harus permisi". Pak supir pun memberitahukan kebenarannya.
"Oh... Tolong sampaikan terimakasih saya yang sebesar-besarnya kepada Nona Muda. Kalau tidak ada dia mungkin saya tidak tahu harus bagaimana". Ucapnya dengan lirih sembari menggenggam tangan Ryo.
"Iya Pak. Tolong kasih ini ke Nona Muda. Ini sebagai tanda terimakasih untuk Nona Muda". Ryo membuka suara sembari menyodorkan gelang tali miliknya.
Pak supir merasa sungkan menyambut gelang tersebut.
"Ah...! Iya, saya pasti akan memberikan ini kepada Nona Muda. Sekali lagi saya permisi". Tuturnya lalu pergi meninggalkan mereka.
...
Setelah satu jam perjalanan akhirnya mereka pun tiba tepat di depan sebuah Villa megah milik keluarganya.
Briana sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kedua orangtuanya hingga ia pun berjalan dengan langkah yang cepat. Namun ketika itu ia mendengar suara dua orang yang tengah bertengkar hebat.
Alis mata Briana menyatu keheranan sebab suara itu terdengar dari orang-orang yang sangat ia kenali.
"Itu suara Mommy dan Daddy kan? Apa mereka lagi bertengkar? Tapi kenapa mereka bertengkar?". Batinnya terus bertanya mengingat kedua orangtuanya tidak pernah bertengkar, mereka pasangan yang sangat romantis dan harmonis dimata dunia terutama dimata Briana.
Tiba-tiba terdengar suara tembakan yang cukup keras. Briana terkejut sontak membuatnya langsung berlari masuk kedalam. Kemudian ia terpaku dan merasa shock berat ketika ia melihat Pak Bryan tergeletak dilantai dengan bersimbah darah sembari memegang pistol ditangannya sedangkan Bu Mona menangis histeris di sebelahnya.
Briana tak kuasa berbuat apa-apa hingga akhirnya tubuhnya menjadi tidak seimbang lalu ia pun jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Sejak saat itu hidup Briana benar-benar seperti berada di neraka yang selalu dihantui rasa takut dan trauma yang teramat dalam.