NovelToon NovelToon
CEO DINGIN

CEO DINGIN

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Kaya Raya / Keluarga / Romansa / Dendam Kesumat / Pembantu
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Arlena, gadis muda yang dipaksa menikah oleh keluarganya.
Arlena menolak dan keluarganya langsung mengusir Arlena
Arlena akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah demi mencari arti kebebasan dan harga dirinya.
Dikhianati dan dibenci oleh orang tuanya serta dua kakak laki-lakinya, Arlena tak punya siapa pun... sampai takdir membawanya ke pelukan Aldric Hartanto — seorang CEO muda, sukses, dan dikenal berhati dingin.

Ketika Aldric menawarkan pekerjaan sebagai pelayan pribadinya, Arlena mengira hidupnya akan semakin sulit. Tapi siapa sangka, di balik sikap dingin dan ketegasannya, Aldric perlahan menunjukkan sisi yang berbeda — sisi yang membuat hati Arlena berdebar, dan juga... takut jatuh cinta.

Namun cinta tak pernah mudah. Rahasia masa lalu, luka yang belum sembuh, dan status yang berbeda menjadi tembok besar yang menghalangi mereka. Mampukah cinta menghangatkan hati yang membeku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Sambil menunggu Aldric yang tengah sibuk dengan meeting bersama tim direksi.

Arlena memutuskan untuk tidak hanya duduk diam di ruangan.

Ia melirik jam tangan mungil di pergelangan kirinya, lalu tersenyum kecil.

“Masih ada waktu,” gumamnya pelan.

Ia pun melangkah keluar ruangan, menyusuri koridor kantor yang elegan dan modern.

Beberapa karyawan yang berpapasan menyapanya dengan sopan, meski beberapa masih terlihat kikuk, belum sepenuhnya terbiasa bahwa gadis yang dulu mereka kenal sebagai pelayan kini berjalan anggun sebagai calon istri pemilik perusahaan.

Arlena membalas sapaan mereka dengan ramah, senyumnya hangat.

Ia tahu tidak mudah bagi sebagian orang menerima perubahan begitu cepat, tapi ia tidak menyimpan dendam.

Hatinya sudah cukup dipenuhi luka di masa lalu dan kini ia hanya ingin menjalani hari-harinya dengan tenang dan bahagia.

Setibanya di kantin, suasana masih cukup ramai. Aroma kopi dan makanan ringan menguar di udara.

Arlena memilih tempat duduk di pojok ruangan dekat jendela.

Ia memesan segelas teh hangat dan sepotong roti lapis, lalu duduk sambil menatap ke luar jendela.

Sesekali ia tersenyum sendiri, membayangkan wajah Aldric yang serius saat rapat, mungkin sedang mengernyit karena presentasi anak buahnya.

Hatinya hangat setiap mengingat pria yang kini menjadi tempatnya bersandar dan pulang.

Tak lama kemudian, beberapa karyawan wanita duduk tidak jauh darinya, membicarakan pekerjaan dan menyebut nama Aldric beberapa kali.

Arlena hanya tersenyum kecil, lalu menyesap tehnya.

“Dulu aku cuma pelayan, sekarang duduk di kantor pria yang aku cintai dan dia mencintaiku juga.”

Ia memandangi pantulan dirinya di kaca jendela. Bukan lagi gadis ketakutan yang penuh luka, tapi perempuan yang perlahan tumbuh kuat dan sedang menunggu cinta sejatinya pulang dari rapat panjang.

Tak berselang lama, suara langkah sepatu terdengar mendekat.

Arlena menoleh dan matanya langsung berbinar saat melihat Aldric berjalan ke arahnya.

Pria itu baru saja selesai meeting, jasnya masih rapi, dasi sedikit dilonggarkan dan raut wajahnya mulai melembut setelah seharian tegang dengan urusan kantor.

“Kamu di sini rupanya,” ucap Aldric sambil tersenyum, lalu menarik kursi di depan Arlena.

“Aku bosan di ruangan. Jadi mampir ke kantin sebentar,” jawab Arlena sambil tersenyum hangat.

Tanpa banyak kata, Aldric memanggil pelayan dan memesan nasi campur serta segelas teh tawar.

Ia tahu dirinya butuh asupan yang cukup setelah pagi yang padat dan ia lebih tahu lagi bahwa kehadiran Arlena di hadapannya jauh lebih mengenyangkan dari sekadar makanan.

“Apa rapatnya lancar?” tanya Arlena pelan, suaranya lembut namun penuh perhatian.

“Lancar,.walaupun sempat emosi lihat laporan yang nggak beres.” Aldric menarik napas dalam-dalam.

“Tapi semua itu langsung hilang waktu lihat kamu di sini.”

“Gombal.”

“Aku serius,” balas Aldric sambil menatap gadis itu dalam-dalam.

“Dulu kantor ini cuma tempat kerja. Sekarang, jadi tempat yang bikin aku ingin cepat selesai meeting… supaya bisa duduk seperti ini.”

Makanan datang. Aldric mulai makan perlahan, sementara Arlena menatapnya dengan hangat, sesekali membantu menyendokkan lauk ke piringnya.

Mereka tak butuh banyak kata cukup dengan duduk berhadapan seperti ini, semuanya terasa cukup.

Suasana kantin tetap ramai, tapi di sudut jendela tempat mereka duduk, dunia terasa lebih sunyi dan damai.

Seperti hanya ada mereka berdua dan cinta yang tak lagi perlu disembunyikan.

Siang itu dimana sinar matahari menyusup perlahan dari balik tirai jendela ruang kerja Aldric yang luas.

Suasana ruangan begitu tenang, hanya terdengar suara lembut ketukan keyboard dan desiran kipas pendingin udara.

Arlena duduk di sofa kecil dekat rak buku, sesekali menatap Aldric yang tengah serius menatap layar laptopnya.

Dahi pria itu sedikit berkerut, matanya fokus, bibirnya tak bergerak seakan sedang menghitung sesuatu dalam diam.

Arlena yang awalnya menikmati buku di tangannya mulai merasa jenuh.

Ia meletakkan buku di pangkuan dan menatap Aldric lebih lama.

Sesaat kemudian ia membuka mulut, suaranya pelan namun terdengar jelas di tengah keheningan ruangan.

“Sayang, apa kamu tidak bisa rileks sedikit? Tersenyum sedikit dan kenapa kamu seperti kanebo sih?”

Aldric menghentikan gerak jarinya sejenak sambil mengangkat wajahnya perlahan dan menatap Arlena dengan ekspresi pura-pura tak percaya.

“Kanebo?” ulang Aldric datar, alisnya terangkat sedikit.

Arlena pura-pura menyeringai jail, menahan tawa.

“Iya, kanebo kaku dan kering persis ekspresi kamu sekarang!”

Butuh dua detik sampai Aldric benar-benar mencerna ucapan itu.

Tanpa peringatan, ia bangkit dari kursinya dengan cepat dan berjalan cepat ke arah Arlena yang mulai panik.

“Eh, eh! Jangan, jangan mendekat! Aku cuma bercanda—”

Dengan gerakan cepat, Aldric langsung menyentuh pinggang Arlena dan mulai menggelitikinya tanpa ampun. Arlena langsung terpingkal-pingkal, tubuhnya meliuk-liuk menahan geli, sementara tawanya pecah keras.

“Hahahaha! Ampun! Sayang! Ampun! Aku salah! Aku salah—!”

“Kamu bilang aku seperti kanebo?” Aldric berkata dengan nada pura-pura galak, tapi senyum geli tak bisa disembunyikan di wajahnya.

“Aku tunjukkan gimana caranya kanebo ini gerak!”

Arlena berusaha melepaskan diri sambil tertawa sampai air mata keluar.

“Kamu... jahat... hahaha... aku nyerah!”

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Aldric akhirnya berhenti.

Ia duduk di samping Arlena, napasnya sedikit memburu karena tertawa.

Arlena masih tersenyum lebar, rambutnya berantakan, pipinya kemerahan.

Mereka saling berpandangan dan tertawa kecil bersama.

Di tengah tekanan pekerjaan, laporan keuangan dan segala hal yang membuat kepala panas, momen-momen kecil seperti ini terasa seperti oase menyegarkan, ringan, dan penuh cinta.

“Terima kasih karena sudah ada di sini.” ucap Aldric sambil membelai pipi Arlena.

“Terima kasih juga karena sudah bisa tersenyum. Kanebo-nya sudah agak lembek sekarang.”

“Eh!” Aldric mendelik dan membuat Arlena langsung tertawa lagi.

Adric kembali duduk di kursi kerjanya dan kembali mengerjakan pekerjaannya.

Setelah jarum jam menunjuk pukul lima sore, kesibukan di kantor mulai mereda.

Beberapa karyawan terlihat berkemas, merapikan meja dan bersiap pulang.

Di ruangan eksekutif, Aldric menutup laptopnya dengan gerakan santai, lalu melirik ke arah Arlena yang duduk bersandar di sofa sambil memainkan ponselnya.

“Waktunya pulang, Sayang,” ucap Aldric sambil meraih jasnya yang tergantung di belakang kursi.

“Akhirnya pulang juga, aku sudah tahu mau masak apa malam ini. Soto ayam, lalu ada tumis kangkung dan...”

Namun Aldric segera menghentikannya dengan gerakan lembut tangan, kemudian menatapnya sambil tersenyum misterius.

“Kamu tidak akan masak malam ini.”

“Lho? Kenapa? Aku sudah rindu masak lagi buat kamu.”

Aldric meraih tangan Arlena dan menggenggamnya erat.

“Karena malam ini aku ingin mengajak kamu makan malam di luar. Tidak ada kompor, tidak ada dapur. Cuma kita berdua, menikmati malam dengan tenang.”

Arlena tertawa pelan, lalu menatap wajah Aldric penuh sayang.

“Hmm... romantis juga kamu, ya. Tumben.”

“Kalau setiap hari kamu sibuk memasak, kapan aku bisa manjain kamu?” balas Aldric sambil tersenyum lebih lebar.

Arlena hanya bisa menggeleng pelan, hatinya hangat oleh perhatian itu.

“Baiklah, aku terima undangannya. Tapi besok aku tetap masak.”

Aldric mendekat dan mencium kening Arlena pelan.

“Besok terserah kamu, tapi malam ini milik kita.”

Mereka keluar dari kantor bersama, disambut angin senja yang sejuk.

Jalanan kota mulai padat, lampu-lampu mulai menyala dan di tengah hiruk-pikuk kehidupan, dua insan itu berjalan berdampingan saling melengkapi dalam diam dan taw

1
Rohana Omar
up la 1 atu 2 bab baru hati nak bacanya....ni up 1 bab lepas tu tercari2 bab seterusnya......
Kadek Bella
lanjut thoor
my name is pho: siap kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!