Percintaan anak sekolah dengan dibumbui masalah-masalah pribadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Toilet
Dara sedang fokus memperhatikan guru yang sedang menerangkan pelajaran. Namun, tiba-tiba perutnya terasa sakit, nyeri yang cukup tajam. Ia mencoba untuk tetap tenang, takut mengganggu konsentrasi belajarnya.
Andra, yang duduk di sampingnya, memperhatikan perubahan ekspresi Dara. Ia melihat Dara terus memegangi perutnya, wajahnya tampak menahan sakit. "Ra, kamu kenapa?" tanya Andra dengan suara lirih, takut mengganggu teman-temannya yang lain.
"Perut gue sakit, pengin ke toilet," jawab Dara, suaranya terdengar sedikit lemah. Ia merasa harus segera ke toilet.
Dara mengangkat tangannya, meminta izin kepada guru. "Bu, saya mau izin ke toilet," ujarnya dengAn sopan.
Guru tersebut mengangguk singkat, memberi izin kepada Dara. "Silahkan," ucapnya.
Dara bergegas keluar kelas, langkahnya agak tergesa-gesa karena menahan sakit perut. Ia berjalan menuju toilet sambil terus memegangi perutnya. Sesampainya di toilet yang sepi, ia langsung bergegas untuk menuntaskan hajatnya, meredakan rasa sakit yang menyiksa
Tak butuh waktu lama, Dara menyelesaikan urusannya di toilet. Ia membuka pintu dan bersiap untuk kembali ke kelas, namun tiba-tiba saja wajahnya disiram oleh air satu ember penuh.
Byurr…
Air dingin membasahi wajah, rambut, dan seragam Dara. Ia memejamkan mata, terkejut dan kedinginan. Rasa sakit dan dingin bercampur menjadi satu.
Gelak tawa terdengar dari dalam toilet wanita. Dara mengepalkan tangannya kuat-kuat, menahan amarah yang membuncah. Perlahan, ia membuka matanya, mengusap wajahnya yang basah dengan kasar.
Ia melihat Viola bersama dua perempuan lainnya yang sedang tertawa terbahak-bahak mengejeknya. Kejadian ini jelas merupakan perbuatan Viola dan teman-temannya. Rasa sakit dan marah bercampur aduk dalam dirinya.
Amarah Dara memuncak. Ia menatap Viola dan kedua temannya dengan tatapan tajam yang penuh kemarahan. "Viola!" Suaranya meninggi, menunjukkan kemarahan yang tak tertahankan. Ia tidak menyangka Viola tega melakukan hal tersebut.
Viola, tanpa rasa bersalah, bersedekap dada, kemudian menghampiri Dara. Ia menatap Dara dengan tatapan remeh. "Apa? Marah?" ujarnya, suaranya terdengar mengejek.
Dara, dengan amarah yang membuncah, menatap tajam Viola yang sedikit lebih tinggi darinya. "Ada masalah apa lo sama gue, hah!" suaranya lantang, menunjukkan kemarahan yang tak tertahankan.
Viola menyunggingkan senyum sinis. "Lo nggak salah tanya kayak gitu ke gue? Lo nggak merasa kah?" Ia terlihat sangat percaya diri.
Viola melanjutkan dengan nada meremehkan, "Oh ya, kesalahan lo kan banyak jadi nggak inget salah lo apa aja."
Viola kemudian menjelaskan dengan nada penuh amarah, "Gini deh, kalau lo lupa gue bakal jelasin satu persatu Pertama, lo udah ngerebut Zian dari gue. Kedua, lo udah kecentilan sama Zian. Ketiga, lo itu murahan dan yang terakhir lo udah mempermalukan gue di depan banyak orang!"
Dara berdecih mendengar semua tuduhan Viola. "Zian! Zian! Zian! Makan tuh Zian, gue nggak doyan!" Ia terlihat sangat kesal dengan tuduhan Viola yang terus-menerus mengaitkan Zian.
Dara menatap Viola dengan tajam, menunjuknya dengan jari telunjuknya. "Kalau lo suka sama Zian, kejar! Jangan bisanya nyalahin orang lain!" Ia membantah semua tuduhan Viola dan balik menyalahkan Viola atas perasaannya sendiri terhadap Zian. Ia menolak untuk disalahkan atas perasaan Viola. Perdebatan mereka semakin memanas.
Kedua tangan Viola mengepal kuat, amarahnya semakin membuncah. "Itu semua salah lo! Zian ngejar-ngejar lo karena lo kegatelan! Lo itu murahan!" suaranya meninggi, menunjukkan puncak kemarahannya. Ia tetap menyalahkan Dara atas semua masalahnya.
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Viola. Wajah Viola tertoleh ke samping karena kekuatan tamparan tersebut. Ia memegang pipinya yang terasa sangat sakit. Tangan Dara juga terasa panas akibat tamparan yang terlalu kencang. Ia tidak mampu lagi menahan amarahnya, ia membalas semua hinaan Viola dengan tamparan tersebut.
Kedua teman Viola tercengang melihat kejadian tersebut. Mereka terdiam, tak berani melerai pertengkaran antara Dara dan Viola. Suasana menjadi sangat tegang.
Dara menatap Viola dengan tajam, kemarahannya belum surut. "Jaga ucapan lo itu! Lebih murahan mana, lo yang ngejar-ngejar Zian dengan dandanan lo yang layaknya perempuan bayaran atau gue yang diem aja tapi dikejar-kejar Zian, hah?!" Ia membalas tuduhan Viola dengan tuduhan yang lebih pedas, menyerang penampilan Viola. Ia tidak akan membiarkan dirinya dihina begitu saja. Ia membela diri dengan tegas dan berani. Perdebatan mereka semakin sengit dan tak terkendali.
Viola tersentak, pipinya yang memerah karena tamparan Dara semakin memerah karena malu. Ia tak menyangka Dara akan berani menamparnya. Tuduhan Dara mengenai penampilannya benar-benar menusuk hatinya. Ia memang sering berdandan menor, namun ia tak pernah berpikir bahwa penampilannya terlihat seperti perempuan bayaran
Kedua temannya tampak gelisah, mereka tidak menyangka pertengkaran akan menjadi separah ini. Mereka khawatir akan mendapat masalah jika terus berada di sana.
Dara, melihat Viola yang terdiam dan masih memegangi pipinya, terus menatapnya dengan tajam. "Gue nggak peduli lo mau ngomong apa lagi. Yang jelas, gue nggak pernah ngerebut Zian dari lo. Lo yang terlalu kepedean dan menganggap semua cowok naksir lo," ujar Dara, suaranya terdengar tegas dan percaya diri
Viola terdiam namun tatapanya masih tajam menatap Dara dengan penuh amarah. Dara memilih keluar dari toilet tersebut, meninggalkan mereka.
Setelah Dara pergi, Viola melampiaskan amarahnya dengan berteriak, "Akhhh! Sialan!" Ia menendang pintu toilet dengan keras, suaranya menggema di lorong sekolah. Ia merasa sangat kesal dan tidak terima dengan perlakuan Dara.
Dara, dengan langkah cepat, menuju ke atap sekolah. Ia merasa tidak mungkin untuk kembali ke kelas dalam keadaan basah kuyup seperti ini. Ia perlu mengeringkan seragamnya dan menenangkan diri. Ia merasa lega telah membalas perlakuan Viola, namun ia juga merasa sedikit khawatir akan konsekuensi dari tindakannya. Ia berharap tidak akan ada masalah lebih lanjut dengan Viola.
Dara duduk di atap sekolah, terik matahari membakar kulitnya. Ia berharap seragamnya akan cepat kering dengan cara seperti ini. "Sumpah ya, ada manusia jelmaan iblis kayak Viola. Kesel banget gue! Gara-gara dia, gue sampai bolos jam pelajaran!" gumamnya, menatap lurus ke depan, melampiaskan kekesalannya. Ia merasa sangat kesal dengan perbuatan Viola yang telah membuatnya basah kuyup dan terpaksa bolos pelajaran
Sementara itu, di dalam kelas, pelajaran telah selesai. Sella dan Dela merasa khawatir karena Dara belum juga kembali. Mereka mencoba untuk menghubungi Dara, namun Dara tidak menjawab panggilan mereka.
Andra juga terlihat jelas raut wajah khawatirnya. Sejak kejadian di kantin, ia merasa gelisah menunggu kedatangan Dara. Ia terus-menerus melirik ke arah pintu kelas, menunggu Dara muncul. "Ra, kamu di mana sih?" gumamnya, suaranya terdengar cemas. Ia merasa tidak tenang jika Dara tidak segera kembali ke kelas.
Andra, tak tahan dengan rasa cemasnya, keluar dari kelas dan mencari Dara. Ia bergegas menuju toilet, namun sesampainya di sana, toilet tampak sepi dan semua pintu dalam keadaan terbuka. Kecemasannya semakin bertambah.
Andra terus mencari Dara ke seluruh penjuru sekolah yang luas itu. Keringat membasahi tubuhnya, napasnya tersengal-sengal. Ia memanggil nama Dara, namun tidak ada jawaban.
"Ra, kamu di mana sih, Ra? Aku khawatir," gumamnya, napasnya tidak beraturan karena kelelahan dan kecemasan.
Tiba-tiba, ia teringat satu tempat yang belum ia periksa, atap sekolah. Dengan langkah tergesa-gesa dan keringat bercucuran di dahinya, Andra menaiki tangga menuju atap. Raut wajah panik terlihat jelas di wajahnya.
Sesampainya di atap, ia membuka pintu dengan keras, suaranya menggema di tempat yang sepi itu. Raut wajah paniknya seketika berubah menjadi bahagia. Dara sedang duduk di sana dengan seragamnya yang masih basah.
Dara, terkejut mendengar suara pintu yang terbuka keras, menoleh ke belakang dan melihat Andra. Ia tersenyum lega melihat Andra datang.
Dengan langkah cepat, Andra menghampiri Dara dan memeluknya erat. Ia merasa sangat lega telah menemukan Dara. Kecemasannya selama ini sirna seketika. Ia sangat khawatir terhadap keselamatan Dara.
Tangan Dara mencoba melepaskan pelukan Andra. "Lepas, Dra, baju gue masih basah!" ujarnya, suaranya terdengar sedikit kesal karena bajunya masih basah kuyup.
Andra melepaskan pelukannya. Ia baru menyadari bahwa Dara basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia merasa sangat khawatir.
"Kenapa kamu basah kayak gini, Ra?" tanya Andra dengan raut wajah yang sangat khawatir. Ia sangat ingin mengetahui apa yang telah terjadi pada Dara.
Dara menghela napas, kemudian menjawab dengan wajah kesal, "Gara-gara nenek lampir."
Andra mengerutkan dahinya, bingung dengan jawaban Dara. "Siapa?" tanyanya, tidak mengerti dengan maksud ucapan Dara.
Dara menatap Andra, kemudian menjawab dengan jelas, "Viola, Dra, siapa lagi coba." Ia menjelaskan bahwa Viola adalah penyebab ia basah kuyup. Ia masih kesal dengan perbuatan Viola.
Andra mengepalkan kedua tangannya hingga urat pada tangannya terlihat sangat jelas. Amarah mulai membuncah dalam dirinya. Ia bangkit dari duduknya, siap untuk pergi. "Lo mau ke mana, Dra?" tanya Dara, penasaran dengan perubahan sikap Andra yang tiba-tiba.
Andra menghentikan langkahnya, menatap Dara dengan tatapan tajam. "Aku mau ke Viola, buat bales perbuatannya," ujarnya, suaranya terdengar tegas. Ia merasa harus membalas perbuatan Viola yang telah membuat Dara menderita.
Dara tertawa kecil, mencoba untuk menenangkan Andra. "Andra, nggak perlu. Emang lo nggak malu, Dra? Lo cowok, masa mau lawan cewek sih?"
Andra terlihat ragu sejenak, namun amarahnya masih membara. "Habisnya dia udah jahat sama kamu, Ra," ujarnya, suaranya masih terdengar sedikit marah.
Dara menggelengkan kepalanya. "Gue udah bales perbuatan dia tadi, Dra. Sini lo duduk, biar gue ceritain gimana kejadiannya tadi."
Andra menurut dan duduk di sebelah Dara. Cuaca di atap sekolah kini sudah mulai tidak terik. Dara mulai menceritakan kejadian yang dialaminya di toilet kepada Andra, dengan detail dan jujur.
Andra sangat terkejut mendengar cerita Dara. Perbuatan Viola dan perkataan Viola yang kejam terhadap Dara sungguh membuatnya marah besar. Ia merasa sangat ingin membalas perbuatan Viola tersebut. Ia merasa tidak terima dengan perlakuan Viola terhadap Dara. Ia merasa harus melakukan sesuatu untuk membela Dara.