NovelToon NovelToon
Surat Cinta Untuk Alana

Surat Cinta Untuk Alana

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Enemy to Lovers
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: bulan.bintang

Alana, gadis SMA yang 'ditakuti' karena sikapnya yang galak, judes dan keras kepala. "Jangan deket-deket Alana, dia itu singa betina di kelas kita," ucap seorang siswa pada teman barunya.

Namun, di sisi lain, Alana juga menyimpan luka yang masih terkunci rapat dari siapa pun. Dia juga harus berjuang untuk dirinya sendiri juga satu orang yang sangat dia sayang.

Mampukah Alana menapaki lika-liku hidupnya hingga akhir?
Salahkah ketika dia menginginkan 'kasih sayang' yang lebih dari orang-orang di sekitarnya?


Yuk, ikuti kisah Alana di sini.

Selamat membaca. ^_^

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bulan.bintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33 | Papa

Hai, rembulanku.

Pijarmu memberikan warna indah dalam bayang semu, aku melangkah di bawahnya dengan rindu menggebu.

Lihatlah aku sejenak, duhai rembulan.

Aku senantiasa menanti hadirmu, merindu akan kelembutan sinarmu, tak pernahkah kau sadari itu?

Alana meletakkan secarik kertas di meja belajar, matanya menatap tumpukan kertas warna warni dengan berbagai kalimat di sana.

Siapa sih? Sok misterius banget. Bener kata cowok itu, lama-lama bikin bahaya sampe main fisik juga.

Tapi tunggu, ini orang yang sama?

Kenapa aku curiga ke Galih ya?

Sejak kejadian di taman, Sisi juga udah jarang bahkan nggak pernah bahas tu cowok lagi. Apa bener dia? Atau siapa?

Alana menggebrak meja, tatapannya lurus ke luar jendela, menatap puncak pepohonan dan atap rumah yang sedikit terkena cahaya lampu jalan.

Ponsel di dekatnya bergetar halus, menampilkan sebuah nama yang baru beberapa jam lalu disimpannya.

"Iya, gue udah di rumah ... ngapain nglayap? Emang lo, yang nggak betah di rumah ... ya ... thanks."

Alana menutup panggilan, setelahnya mengamati layar ponsel yang gelap.

Kenapa gue seneng banget denger suaranya? Bahkan berharap bisa ngobrol lama sama dia?

Tapi, kenapa juga mulut gue kaku?

Di luar jendela, Alana melihat sebuah mobil memasuki pekarangan rumahnya. Dia paham betul, itu mobil tante Lidia yang juga membawa ibunya. Setengah berlari, dia turun.

Hanna tertawa senang melihat putrinya datang.

"Ma, Tante mana? Nggak ikut?" Alana mengamati sekitarnya.

"Masih di luar, bentar lagi juga masuk."

Hanna dan anaknya terkejut saat Lidia berlari masuk dengan ponsel di tangan. "Mbak, Mbak harus lihat ini. Aku baru dapet dari temen." Dia menyerahkan ponselnya pada sang kakak.

"Bastian??"

Kening Hanna berkerut, Alana mengambil alih benda di tangan ibunya lalu melihat apa yang terjadi.

"Papa kecelakaan? Waktunya nggak jauh beda sama kepergian Papa dari rumah Uti, Ma."

Alana menunjukkan keterangan waktu dalam berita itu.

Semua diam, hening menyelimuti mereka bertiga yang masih syok atas berita tersebut.

"Mama nggak ngelarang, kalo kamu mau jenguk Papa. Biar ditemani Tante Lidia atau Pak Joko ... "

"Terus Mama gimana? Kenapa nggak bareng aja?" Alana menatap ibunya dengan rasa penasaran.

"Mama nggak akan liat dia lagi. Cukup Mama aja, kamu tetap harus hormat sama laki-laki itu. Bagaimana pun, dia tetap Papa kamu, Nak. Walaupun ... "

Alana cepat memotong, "bukan Papa kandung. Ya kan, Ma?"

Hanna memeluk putrinya erat, dia tahu apa yang dirasakan gadis itu setelah tahu kebenarannya. Dia juga tak menahan jika kelak suatu saat, Alana akan mencari orang tua kandungnya dan mungkin saja gadis itu kembali bersama keluarganya.

Alana tak lagi membahas soal itu, dia mengajak Hanna dan Lidia mengobrol dan bersenda gurau agar tak lagi terlihat wajah sedih dari orang terkasihnya.

Sementara itu, di sebuah rumah sakit Yogyakarta, Bastian terbaring lemah. Dia menatap sekeliling yang sunyi dan melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam.

Tak ada satu pun orang datang, dia benar-benar sendiri dalam ruangan yang hanya terlihat ranjang-ranjang kosong dengan nakas di sampingnya. Ingatannya perlahan pulih. Samar-samar dirinya melihat lalu lintas yang ramai dan sebuah pohon besar tepat di depan mobilnya.

Ah, ke mana Silvi dan yang lain?

Bastian menggerakkan kakinya, berniat untuk turun.

Ini kenapa? Kenapa kakiku nggak bisa gerak?

Laki-laki itu panik, berulang kali dia mencoba menggeser sebelah kakinya, namun nihil. Tetap saja kaki itu berada di tempat yang sama.

Bastian mencoba meraih tombol kecil di samping ranjang, namun dia kesulitan, bahkan hampir tersungkur. Matanya menangkap sekelebat orang yang melewati pintu kamar, dengan cepat Bastian mencoba berteriak.

Namun, suaranya tercekat tak mau keluar, membuat hatinya semakin tak karuan.

Apa, apa yang terjadi?

Dia kembali berbaring menatap langit-langit kamar. Pikirannya berlarian, wajah Hanna dan Alana turut melintas dalam benak.

"Hanna, maafkan aku. Aku terlalu egois sampai rumah tangga kita harus berakhir seperti ini. Maafkan karena aku sudah membohongimu selama ini."

Satu per satu memori dengan wanita itu kembali hadir di pelupuk matanya. Bastian berulang kali menyeka air mata. Laki-laki itu menangis dalam diam, juga sendirian, dalam heningnya malam.

---

Alana yang sudah berniat masuk sekolah, terpaksa harus kembali ijin.

Pagi ini, dia sudah siap bersama pak Joko yang akan mengantarnya ke bandara, tanpa Lidia juga Hanna.

"Nggak papa, Ma. Aku kan udah gede, nanti aku jenguk Papa sendiri aja."

Di dalam pesawat, Alana menatap pemandangan ibu kota yang terlihat padat dengan berbagai bangunan juga gedung pencakar langit yang menjulang di sana sini.

Tuhan, tolong kuatkan aku untuk berhadapan dengan Papa tanpa tangisan apa pun. Kuatkan hatiku untuk tetap lapang dan bantu aku untuk melupakan setiap kata-kata buruk yang pernah Papa ucapkan.

Setelah beberapa waktu berjalan, akhirnya Alana tiba di YIA (Yogyakarta International Airport) dan langsung melanjutkan perjalanan ke rumah sakit tempat di mana sang ayah dirawat.

Sambil menunggu taksi yang dipesan datang, Alana duduk menatap hiruk pikuk pengunjung pagi itu. Tak sedikit dari mereka yang berlarian masuk, juga bergandengan agar tak terpisah.

"Dari mana, Nak?"

Alana menoleh, tatapannya bertemu dengan wajah lembut yang baru saja duduk di sampingnya. Dia seorang wanita paruh baya dengan sebuah tas besar yang diletakkan di lantai.

"Saya mau ke rumah sakit, Bu. Ibu mau ke mana?"

Alana merasa tenang saat wanita itu menatapnya, ada sesuatu yang membuat dia nyaman di sana.

Belum lama berbincang, Alana harus segera pergi karena taksi sudah datang. Wanita itu melambai dengan mata berkaca-kaca.

Siapa dia? Kok kayak nggak asing gitu, di mana pernah ketemu ya? Rasanya belum pernah deh, tapi kenapa aku nyaman deket ibu itu?

Alana menggelengkan kepala, mencoba menghapus bayangan wanita yang baru dia temui. Dia merogoh tas dan melihat nama sang ibu tertera di layar ponsel.

"Iya, Ma. Udah sampai, ini otw ke rumah sakit."

Alana menyimpan kembali ponselnya dan bergumam pelan, "ah, mungkin cuma kebetulan aja, atau aku yang lagi dejavu."

Jauh di Jakarta, tepatnya di SMA Dirgantara, Gala kembali mengulang pertanyaannya pada Sisi dan Vio.

"Ke mana lagi tu makhluk bengis? Kok nggak masuk?"

Kedua cewek itu hanya mengangkat bahu, mereka berulang kali menghubungi Alana namun tak ada jawaban.

Ke mana dia? Apa kecapekan ya?

Sampailah bel pulang berbunyi, Gala mempercepat langkah menuju motornya dan melaju ke rumah Alana.

Di sana, dia disambut oleh Hanna yang tersenyum dan mengatakan jika Alana kembali ke Jogja untuk menjenguk ayahnya.

Tak ingin berlama-lama, dia pamit pulang setelah menikmati jamuan yang dihidangkan.

Na, gue harap, lo tetep kuat ya. Gue yakin lo bisa lewatin ini semua.

Di salah satu rumah sakit Yogyakarta, Alana tengah terpaku pada sosok yang terpejam di atas ranjang.

Papa sendirian? Bahkan di ruangan ini nggak ada temennya, nggak ada yang jenguk, sesepi apa Papa melewati harinya di sini?

Alana duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang. Tangannya terulur menggenggam jemari kekar yang kini lemah. Tulang rahangnya terlihat menonjol, pun dengan kerutan yang mulai tampak di sekitar mata. Alana mendesah, "Pa, bangun. Ini Alana."

Dia terus mengusap punggung tangan ayahnya, sedangkan selang infus mengalirkan cairan perlahan.

Lama menunggu, laki-laki itu belum juga terjaga. Dokter berkata jika ayahnya mengalami cedera di kaki karena terjepit dan dada yang nyeri terbentur setir.

Tuhan, tolong sembuhkan Papa. Apa pun yang akan dia katakan nantinya, tolong bantu aku untuk ikhlas menerima. Sembuhkan laki-laki ini, Tuhan. Hanya dialah sosok ayah yang pernah ada di hidupku ... setidaknya, sebelum aku tahu di mana orang tua kandungku berada.

Alana menahan air matanya, namun rasa pedih di hati membuat pertahanan itu gagal. Alana menangis di samping ayahnya yang masih terlelap.

*

1
Dwalkii
Wah, keren banget, Kak! Aku yang biasanya nggak baca genre seperti ini justru menikmati banget novel Kakak. Kata-katanya rapi, alurnya mengalir natural, nggak terasa buru-buru. Pokoknya aku bener-bener menikmati baca Bab 1 ini! 😊

seperti nya alana dan gala ini, yang jadi pusat cerita/Proud/
Bulanbintang: Terima kasih dukungannya. Silakan lanjut Bab berikutnya ya, Kak.😉
total 1 replies
Dwalkii
sebotol minuman, mungkin?
Bulanbintang: Iya juga ya, 😄
total 1 replies
Drezzlle
alasan 😡
Drezzlle
kwkwkwk 😅
iqbal nasution
terima kasih
iqbal nasution
cerita bagus cuma alur cerita masih datar.
Bulanbintang: Jika berkenan, lanjut baca ya, Kak. 😉
total 1 replies
〈⎳Mama Mia✍️⃞⃟𝑹𝑨
dari permulaan ok.
bahkan jauh lebih baik dari saat aku menulis pertama kali.
semangat. pembaca akan berdatangan pada akhirnya
Bulanbintang: Aamiin. Makasih bgt, Mak. ☺😊
total 1 replies
〈⎳Mama Mia✍️⃞⃟𝑹𝑨
lebih baik menggunakan kata "tiga" bukan angka "3"
Bulanbintang: Siaapp.
total 1 replies
〈⎳Mama Mia✍️⃞⃟𝑹𝑨
tangannya terkepal erat. bukan menggenggam
Bulanbintang: Ok, mak. makasih masukannya ya.😉
total 1 replies
Lounyx
ekhem ekhem
Bulanbintang: Minum, Kak. Minum, keselek ya? 🥂
total 1 replies
Drezzlle
ceritanya bagus, semakin lama baca semakin penasaran
Bulanbintang: Terima kasih banyak. Sukses selalu. 😉
total 1 replies
Drezzlle
bunga untukmu
Drezzlle
bisikan buruk 😡
iqbal nasution
keren...
Anisa Febriana272
Hih...... alana akhir nya bisa tersenyum dan tertawa bahagia
Bulanbintang: Yang galak juga butuh kasih sayang. 😂😂
total 1 replies
Anisa Febriana272
Wah gala dan alana udh dekat aja tuh
iqbal nasution
lanjutkan
Drezzlle
penasaran nih
Drezzlle
bunga untukmu, semoga semakin semangat
Bulanbintang: Makasih, Kak Mawar.
total 1 replies
Zirah Naga
nice. 🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!