Ipar Tapi Maut Bagiku

Hari-hariku berjalan normal bagiku meski Mas Chris semakin hari semakin menjadi. Laki-laki itu memberiku uang belanja alakadarnya dan terkadang tidak pulang selama dua hari dua malam.

Sejujurnya aku marah, aku kesal. Aku ingin sekali memakinya serta menampar wajahnya. Namun, bersikap kasar bukanlah caraku membalas perbuatannya.

Meskipun kini selalu ada Andre yang senantiasa berada di sisiku untuk menghibur dan mengusir rasa sepiku, namun bagaimanapun, aku masih tidak bisa menerima semua yang Mas Chris lakukan padaku.

"Sudah bisa?" tanyaku pada Andre sambil berbisik di tengah malam.

"Sudah." Andre mengangguk cepat sambil memberiku sebuah ponsel baru. Aku melihat ponsel itu dan tersenyum senang.

Bukan, bukan karena ini adalah ponsel keluaran terbaru dari Andre yang diberikannya untukku. Melainkan karena di dalam ponsel ini sekarang berisi banyak sekali percakapan-percakapan yang berasal dari ponsel Mas Chris.

Aku dengan sengaja meminta Andre untuk menyadap ponsel Mas Chris dengan melakukan duplikat pada aplikasi pesan miliknya. Jadi, setiap kali Mas Chris berkirim pesan pada siapapun, aku pasti bisa memantaunya melalui ponsel baruku.

Dengan kecerdasan Andre, aku akan menemukan banyak bukti perselingkuhan Mas Chris yang bisa aku jadikan alat untuk menghancurkannya.

Seperti malam ini, laki-laki itu tidur di depan layar televisi dan membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja.

Aku bebas mengakses semua isi percakapan hingga galeri berisi ratusan foto serta video tak senonoh yang ia simpan.

Tidak hanya itu, puluhan foto Mbak Lisa dalam keadaan tanpa busana pun tertumpu di sana. Bahkan Mas Chris juga menyimpan beberapa foto selfie mereka dengan berpelukan dan c1vman mesra.

Hatiku sakit. Namun karena sudah terlalu sering ia menyakitiku dan mengabaikanku, aku bahkan tak menangis lagi melihat semua kebusukannya di belakangku.

Karena tidak ingin melewatkan kesempatan, aku pun mengirim semua foto itu ke ponselku tanpa sepengetahuannya. Aku tidak ingin membiarkan hidupku berlarut-larut dalam kisah rumah tangga yang tak tentu arah dan tujuannya.

Aku menikah untuk mencari kebahagiaan, aku menikah untuk hidup bersama laki-laki yang mau dan bersedia hidup bersamaku dalam susah dan senang. Untuk apa aku terus bertahan?

Tiga bulan lebih aku dan Mas Chris telah pisah ranjang, sejak ia mengakui perselingkuhannya dengan janda itu.

Namun pagi ini aku tidak menyangka, jika sosok wanita yang telah menghancurkan rumah tanggaku kini berdiri di depan pintu rumahku. Wanita itu datang tanpa diundang, membuat mood pagiku menjadi tak karuan berantakan.

"Kalau Mbak Lisa mau cari Mas Chris, dia nggak ada dirumah." ucapku ketus. Aku tak ingin berbasa basi menyapa. Tak peduli meski usianya lebih tua dariku, aku tak sudi memperlakukannya dengan sopan.

"Aku tahu." jawabnya enteng. Aku mengernyitkan dahi, menatapnya heran.

"Ada apa Mbak ke rumahku?"

"Rumahmu?" ia tersenyum. "Bukannya ini rumah pemberian orang tua Mas Chris?"

"Maksud Mbak Lisa apa ya?" Aku tidak mengerti, mengapa tiba-tiba ia membahas hal yang tak ada hubungannya dengan dirinya.

Mbak Lisa tampak menghela napas sebelum ia melangkah mendekat padaku.

"Dengar ya, Ketty! Rumah ini bukan rumahmu. Kapan saja Mas Chris ingin mengusirmu, maka kamu harus pergi," ucapnya.

"Memangnya siapa kamu berani mencampuri urusan kami? Kamu kan cuma wanita simpanan Mas Chris, Mbak. Kamu nggak punya hak apapun!" seruku.

"Aku datang cuma ingin lihat-lihat, kok. Sebentar lagi aku juga akan tinggal disini, jadi aku nggak sabar buat renovasi rumah jelek ini," ucap Mbak Lisa sambil tersenyum menatapku.