NovelToon NovelToon
Mahligai Cinta (Cinta Setelah Menikah)

Mahligai Cinta (Cinta Setelah Menikah)

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Romansa / Pernikahan rahasia
Popularitas:15k
Nilai: 5
Nama Author: bucin fi sabilillah

Hanum Salsabila, seorang dosen cantik harus menerima kenyataan jika ia harus dijodohkan dengan seorang CEO. Ia hanya bisa pasrah dengan ketegasan Halim sang ayah yang membuatnya tidak berdaya.
Ravindra Aditama, CEO yang begitu membenci perjodohan. Ia bersumpah akan mengerjai Hanum sampai ia puas dan pergi meninggalkan negeri ini setelahnya.
Kisah cinta mereka baru saja dimulai, namun Tama harus menerima kenyataan jika Hanum lebih memilih untuk berpisah darinya.
Akankah mereka bisa mempertahankan rumah tangga atau memilih untuk berpisah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ingin Mati

Tama mengencangkan genggaman tangannya yang tengah menggenggam tangan Hanum. Ia terkejut dan tidak menyangka jika Hanum benar-benar melakukan itu.

"Hanum!" tukas Halim.

Wanita cantik itu berdiri dan melepas tangan Tama. Ia menghela napas dan menatap semua orang yang ada di sana dengan lekat

"Maaf ayah, cukup kalian memaksa kami untuk menikah, tapi jangan memaksaku untuk hamil! Satu masalah saja belum kami bereskan, aku tidak mau anakku nanti menjadi korban karena egois kami yang masih tinggi!" ucap Hanum tegas.

Mereka terdiam, Halim hanya bisa menghela napas dan tidak lagi menatap sang putri. Ia merasakan betapa kecewanya Hanum dalam pernikahan ini.

"Aku ingin beristirahat dulu, selamat malam!" ucap Hanum pamit.

Ia tidak lagi menghiraukan semua orang yang tengah menatap kepergiannya.

"Maaf Ayah, bunda, Tama menyusul Hanum dulu," ucapnya berpamitan.

"Tama, tunggu!" cegat Nafisa.

Pria tampan itu terhenti, "Ada apa Bunda? Ini semua salah Tama, biar Tama bicara dulu sama Hanum," ucapnya.

"Biarkan dulu! Tunggu 10 menit, Kalian hanya akan bedebat nanti!" ucap Nafisa.

Tama terdiam namun ia menggeleng pelan. "Tidak, Bunda! Tama harus menyusul Hanum," ucapnya tegas.

Halim memegang tangan Nafisa dan membiarkan menantu tampannya pergi.

"Mereka sudah menikah, biarkan saja mereka menyelesaikan masalah ini sendiri!" cegat Halim.

"Ayah, kenapa kamu harus menanyakan hal itu? Hanum sudah lama tidak pulang!" omel Nafisa.

"Sudah, Sayang! Biarkan saja mereka belajar dan mendewasakan diri!" ucap Halim sambil mengelus lembut kepala Nafisa.

Sementara itu Hanum memilih untuk pergi ke atap untuk menenangkan diri. Ia selalu berada di sana menatap bintang dilangit untuk menenangkan hatinya.

"Aku sudah lama tidak pulang, kenapa ayah malah mempertanyakan hal itu?" gumamnya dengan air mata yang mengalir.

Halim membuat tempat kecil itu nyaman untuk Hanum, sehingga wanita cantik itu sangat betah berada di sana sendiri, dengan ketenangan malam yang membalut hatinya.

Hanum menangis, tubuhnya sudah terasa sangat lelah, begitu juga dengan perasaannya.

"Apa aku loncat saja dari sini? Lumayan juga kalau jatuh dan meninggal di tempat," gumamnya.

Ucapan itu selalu saja keluar dari mulutnya, namun ia tidak pernah benar-benar berniat untuk terjun bebas ke bawah.

Hanum berbaring di sana dan menatap langit mendung, yang mungkin sebentar lagi akan turun hujan.

Sementara itu Tama kehilangan jejak Hanum. Ia sudah mengelilingi lantai dua rumah itu, namun tidak menemukan keberadaan Hanum sama sekali.

Hingga kepanikan mulai terlihat di wajahnya. Tama memilih untuk kembali ke ruang makan dengan tergesa-gesa.

"Ayah, Hanum tidak ada! Apa ayah melihatnya turun?" tanya Tama bingung.

Halim mengernyit, ia hanya menghela napas. "Apa kamu sudah melihat ke atas genteng?" tanya pria tua itu.

"Genteng?" Tama semakin bingung.

Nafisa menggeleng pelan dan meminta pelayan untuk mengantarkan Tama menemui Hanum.

"Lebih baik Tuan tunggu sebentar. Sebab, Nona Hanum akan turun sebentar lagi. Dia tidak suka diganggu," ucap pelayan itu.

Tama terdiam dan mengangguk. Ia menatap wanita cantik itu dengan perasaan yang bercampur aduk.

Ia marah, kecewa, namun mencoba memahami keadaan mereka yang tidak tau arah dan tujuannya.

"Ternyata dia lebih pintar dari yang aku bayangkan. Dia sudah mencegah semuanya sebelum terlambat," gumam Tama.

Ia masih berdiri di sana, merasakan udara dingin yang mulai membelai kulitnya. Hanum masih betah berbaring di atas genteng dengan tenang, walaupun sesekali terlihat ia mengusap air matanya.

Dengan berani Tama mencoba untuk mendekat dengan perlahan.

"Tetaplah di sana! Nanti kau jatuh!" cegat Hanum tanpa menoleh.

"Ayo masuk, Bu. Sebentar lagi akan hujan, ini sudah larut!" ajak Tama.

"Duluan saja! Saya msih ingin di sini!" ucap Hanum dengan suara seraknya.

"Hanum...," lirih pria tampan itu.

"Bisa tinggalkan saya sendiri? Apa bunda tidak mengatakannya?" tukas Hanum.

Tama terdiam dan memilih untuk duduk di sana, tak jauh dari Hanum.

Mereka hanya terdiam dengan perasaan masing-masing. Hingga deru petir mulai terdengar dan semakin kuat.

Tama beranjak dari sana setelah melihat Hanum kembali duduk dan berjalan mendekat ke arahnya.

Tak ada sepatah katapun, mereka hanya terdiam dan bergelut dengan hati masing-masing.

Hanum langsung berbaring di atas ranjang, Tama menatapnya dalam diam, namun ia memilih untuk mengalah dan tidur di sofa.

Hingga pagi menjelang, Hanum masih terlelap, badannya bergetar dengan suhu tubuh yang terasa panas.

"Hanum? Tama? Kalian gak kerja hari ini?" panggil Nafisa sambil mengetuk pintu.

Tama langsung terbangun dan melihat jam, ia sudah terlambat kali ini.

"Iya bunda!" jawabnya.

Ia melihat Hanum yang masih terlelap, Tama memilih untuk mendekat dan mengelus lembut kepala sang istri.

Namun ia langsung terkejut ketika merasakan suhu tubuh Hanum yang cukup tinggi. Tama langsung menghubungi asistennya agar segera memanggil dokter.

"Stenly, panggil dokter Mike ke rumah Hanum, istri saya sakit! Atur ulang semua jadwal hari ini," titahnya.

"Hanum?" panggil Tama dan membuka selimut wanita cantik itu.

Ruam-ruam merah terlihat kembali di tangan Hanum, Alerginya kambuh dan membuat Tama memanggil Nafisa.

"Demam? Biarkan aja istirahat, Nak! Sebentar lagi dokter datang," ucap Nafisa,

"Kenapa bunda tenang seperti ini?" tukas Tama bingung.

Nafisa tersenyum. "Hanum memang gampang demam, Nak! Nanti sore juga sudah baikan," ucapnya.

Tama mengangguk, ia kembali masuk ke dalam kamar dan memeluk Hanum dengan lembut.

"Bunda!" lirih wanita cantik itu.

Tama terdiam dengan masih memeluk Hanum.

"Kenapa semua orang jahat? Bunda, aku tidak sanggup hidup seperti ini!" gumam Hanum.

Tama membulatkan mata dan menatap wajah Hanum yang masih terpejam.

"Hiks aku mau mati saja! Tidak ada lagi yang sayang sama Hanum!" rengeknya dengan air mata yang mengalir.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!