Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32 - Merajuk Lagi
Karena penasaran, Rangga beranjak dari ranjang dan perlahan membuka pintu. Dia mencoba melihat keadaan di luar. Terutama Firza.
Setelah dilihat, Firza terlihat menyandar di sofa. Ia menggenggam sebuah botol berwarna hijau. Mata Firza tampak sayu. Dari sana Rangga bisa menyimpulkan bahwa Firza mabuk, dan botol yang dipegangnya adalah minuman beralkohol.
Sementara Dita tidak terlihat ada di sofa. Sepertinya wanita itu sedih melihat Firza mabuk begitu dan meninggalkannya ke kamar.
Rangga mendengus kasar saat melihat semua itu. Dia segera menutup pintu. Rangga tentu tak berniat ikut campur dengan urusan rumah tangga kakaknya. Rangga lantas mencoba kembali tidur.
Keesokan harinya, Rangga terbangun saat mendengar panggilan Dita dari luar. Ia bergegas melompat dari ranjang dan keluar dari kamar. Rangga melihat Dita sendirian di meja makan.
"Bang Firza mana, Kak?" tanya Rangga sembari duduk.
"Dia udah berangkat pagi-pagi sekali," jawab Dita. "Kamu nggak mandi dulu?" lanjutnya yang baru menyadari kalau Rangga langsung duduk ke kursi.
"Nanti aja habis sarapan," sahut Rangga.
Dita mengangguk. Wajahnya tampak sendu. Tidak ceria seperti biasanya.
"Kak Dita sama Bang Firza berantem ya?" tanya Rangga.
"Kamu dengar ya tadi malam?" Dita berbalik tanya.
Rangga mengangguk. "Aku juga lihat Bang Firza. Dia mabuk ya?"
"Begitulah. Aku kira dia tidak akan mabuk lagi," tanggap Dita.
"Lagi?" Rangga sontak penasaran. Karena sebagai adik dia tahu betul kalau kakaknya tidak pernah mabuk.
"Iya, sebelum menikah aku sudah pernah melihatnya mabuk. Tapi dia sudah berjanji kalau nggak akan melakukannya lagi setelah menikah, dan kau bisa lihat dia sudah ingkar..." jelas Dita.
"Maaf ya, Kak..." ucap Rangga yang merasa ikut sedih.
"Kenapa kau minta maaf? Aneh sekali," balas Dita. Akhirnya dia tersenyum.
"Kan Bang Firza kakakku. Jadi aku merasa nggak enak."
"Kenapa begitu? Memilih untuk mabuk itu kan pilihan kakakmu. Kalau perangainya sudah begitu, aku atau pun kau nggak bisa berbuat apa-apa. Aku sebenarnya juga agak curiga, Ga. Kakakmu lembur terus tiap hari."
"Jangan berpikiran buruk, Kak. Selagi nggak ada buktinya."
"Kalau begini, sebaiknya aku kerja lagi jadi penyanyi dangdut."
Rangga hanya terdiam. Hal yang sama juga dilakukan Dita. Keduanya fokus menghabiskan sarapan.
...***...
Rangga kini berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun kali ini dia menjemput Astrid terlebih dahulu.
Astrid memeluk Rangga dengan erat dari belakang. Membuat wajah cowok itu memerah bak tomat matang.
"Trid! Jangan peluk begitu deh. Malu dilihat orang!" kata Rangga.
"Jadi kamu malu ketahuan pacaran sama aku? Gitu?!" sahut Astrid.
"Eh, nggak gitu. Maksudku nggak nyaman aja gitu dilihat orang banyak kalau--"
"Ya udah! Nggak usah pegangan deh. Kalau aku jatuh, kau yang tanggung jawab!" potong Astrid.
Rangga menghela nafas panjang. Dia tentu merasa capek menghadapi sikap Astrid yang begitu.
Bruk!
"Aaakh!"
Astrid berteriak keras dari belakang. Tepat saat Rangga melewati polisi tidur yang mengarah ke jalan sekolahnya.
Sontak Rangga berhenti dan menoleh ke belakang. Astrid terlihat jatuh di tanah dengan raut wajah cemberut
Bersamaan dengan itu, Ifan dan Junaidi muncul. Keduanya berboncengan dengan menggunakan motor.
"Eh, Astrid! Kau nggak apa-apa? Kenapa rebahan di tanah?" tegur Ifan.
"Rebahan lambemu itu ya! Aku jatuh!" geram Astrid.
Sementara Rangga bergegas membantunya berdiri. Namun Astrid menepis dan menolak.
"Telat!" ujar Astrid seraya berdiri sendiri. Dia lalu menarik Ifan sampai turun dari motor Junaidi. "Aku ikut Junaidi aja!" sambungnya.
"Nai! Kamu nggak masalahkan kalau aku peluk? Aku terbiasa pegangannya begitu soalnya," kata Astrid.
"I-iya..." Junaidi langsung mengangguk. Astrid segera naik ke motor dan memeluk Junaidi. Junaidi lantas menjalankan motornya saat Astrid menyuruh.
Rangga terperangah menyaksikan kelakuan Astrid. Hal serupa juga dilakukan Ifan.
"Bukannya Astrid pacarannya sama kau ya?" tukas Ifan.
"Nggak bener tuh cewek," imbuh Rangga. Dia kemudian mengajak Ifan untuk ikut dengannya.
"Sejak awal kan dia emang aneh, Ga. Aku jadi penasaran alasan dia pindah ke desa ini. Pasti ada sesuatu," kata Ifan sambil naik ke motor Rangga.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari