Sepuluh tahun lalu, Sekar kenanga atmaja dan Alex Mahendra prakasa terlibat dalam sebuah perjodohan dingin tanpa cinta. Di usianya yang masih belia, Sekar hanya memusatkan pikirannya pada impian yang ingi diraihnya. Dengan segala cara dia ingin membatalkan perjodohan itu. Namun sebuah tradisi dalam keluarganya sulit sekali untuk dilanggar. Pendapatnya sama sekali tidak di dengar oleh keluarganya. Sampai pada hari pertunangannya dengan Alex tiba. Sekar dengan berani menolak putra dari keluarga Prakasa tersebut. Gadis 18 tahun itu pergi meninggalkan acara dan Alex dengan luka samar, karena ditolak dengan kasar di hadapan banyak orang.
Kini takdir kembali mempertemukan mereka dalam ikatan bisnis. Sekar yang kini menjadi model terkenal dan di kenal dengan nama 'Skye' akan menjadi wajah utama untuk ATEEA group. Sebuah perusahaan fashion ternama yang ternyata dipimpin oleh Alex Mahendra prakasa, sang mantan calon suaminya.
Akankah bisnis ini batal seperti perjodohan mereka? simak disini ..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 #BUKAN ORANG ASING
Kamar Sekar Atmaja, Beberapa Detik Setelah Kejadian
Sekar mencengkeram kemeja Alex erat-erat. Ia merasakan rasa sakit yang menusuk di kakinya, tetapi dominan rasa malu karena hampir terjatuh, dan rasa terkejut karena kembali berada dalam pelukan Alex.
Alex memeluk Sekar, menahannya agar tidak limbung. Wajahnya yang tegang dipenuhi amarah bercampur kekhawatiran.
"Lepaskan aku, Alex!" desis Sekar, meskipun tangannya menolak untuk melepaskan kemeja Alex.
"Diam. Kau hampir merobek jahitanmu sendiri," balas Alex, suaranya pelan tetapi tajam.
Fabian, yang berdiri canggung di ambang pintu, segera menyadari keseriusan situasi. Tawa usilnya hilang seketika.
"Ya ampun, Mbak Sekar! Maafkan saya! Saya tidak tahu kalau separah itu," ujar Fabian, menyesal. "Sungguh, Mas Alex. Saya minta maaf. Tolong bantu Mbak Sekar kembali ke tempat tidur."
Alex tidak menjawab, ia hanya menatap Sekar yang kini berusaha menstabilkan napasnya. Alex menggendong Sekar lagi, dengan sangat hati-hati, membaringkannya kembali di tempat tidur.
Fabian mendekat, wajahnya penuh penyesalan. "Mbak, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud mengejek."
Sekar menutup mata sejenak, menahan rasa sakit. "Keluar, Fabian."
"Baik, baik. aku keluar. Mas Alex, tolong dijaga ya mbak Sekar," ujar Fabian cepat, menyadari dia telah merusak momen.
Fabian segera meninggalkan kamar. Saat ia menutup pintu, ia berjalan menjauhi kamar dan bergumam pada dirinya sendiri, "Ya Tuhan, kenapa harus Alex lagi? Sepuluh tahun terpisah, dan mereka tetap seperti ini. Hubungan kakakku ini sungguh rumit."
Kembali ke Keheningan
Di dalam kamar, suasana kembali mencekam. Alex masih berdiri di sisi tempat tidur, mengawasi Sekar dengan pandangan yang sulit diartikan.
Sekar memalingkan wajahnya. Ia benci menunjukkan kelemahannya, dan ia benci Alex melihatnya dalam keadaan yang tidak berdaya.
"Kau tidak seharusnya melakukan itu," kata Alex, suaranya kini tenang, tetapi mengandung teguran keras.
"Aku tidak suka diganggu," jawab Sekar, kembali dingin.
"Aku tahu. Tapi harga diri tidak sebanding dengan kesehatanmu," balas Alex. Ia menarik kursi ke sisi tempat tidur Sekar, mengambil duduk.
Keheningan kembali menyelimuti mereka. Alex menatap perban di kaki Sekar, lalu beralih ke wajah Sekar.
"Aku melihat pecahan kaca itu. Itu bukan kecelakaan, Sekar. Seseorang menargetkanmu," ujar Alex.
Sekar mengangguk pelan. "Aku tahu. Aku akan mengurusnya sendiri. Aku tidak ingin masalah ini mengganggu ATEEA atau kau."
"Tidak," potong Alex. "Ini sudah menjadi urusanku. Kaki yang terluka itu adalah aset ATEEA. Dan seseorang yang berani menyentuh aset ATEEA akan berhadapan denganku."
Sekar mengangkat bahu. "Terserah. Bagaimanapun, aku harus berterima kasih lagi karena sudah menyelamatkan kakiku, Alex. Kau sudah memenuhi kewajiban kontrakmu."
Alex mendengus. "Aku sudah tidak peduli dengan kewajiban kontrak, Sekar. Aku menggendongmu bukan karena ATEEA. Aku melakukannya karena... kau bukan lagi orang asing bagiku."
Pengakuan itu, yang diucapkan dengan suara yang dalam dan tulus, menghantam Sekar. Sekar menatap Alex. Kalimat yang ia pikirkan di mobil, bahwa Alex tidak menganggapnya asing, kini terucap nyata.
"Setelah melihat kamarmu, setelah melihat kau menahan sakit demi anak-anak itu, dan setelah melihat kau hampir jatuh karena amarah bodoh adikmu... kau bukan lagi Ice Maiden di kontrak. Kau adalah Sekar. Dan aku... tidak bisa lagi bersikap seolah-olah kita adalah orang asing yang hanya terikat bisnis," Alex mengakui, ia telah meruntuhkan temboknya sendiri.
Sekar merasakan air matanya berkumpul. Ia tidak tahu harus merespons apa selain.. "Lalu, kenapa kau menciumku di kantormu? Kenapa kau menyakitiku?"
"Karena aku marah. Karena aku cemburu. Karena aku takut," jawab Alex jujur. "Aku minta maaf. Semua itu didorong oleh dendam kekanakan. Tapi sekarang, aku akan memperbaikinya."
Sekar kini berada di persimpangan. Alex telah mengakui perasaannya, meruntuhkan bentengnya. Sekar tahu ini adalah saatnya untuk bertanya tentang yayasannya.
Sekar menatap Alex. Ia tahu ini adalah kesempatan untuk menguak semuanya.
"Jika aku bukan lagi orang asing," ujar Sekar, suaranya kini bergetar, "lalu kenapa kau memata-mataiku? Kenapa kau tahu tentang yayasan amal itu, Alex?"
Alex menarik napas dalam-dalam. "Aku mencarimu. Aku tidak percaya kau hanya kembali untuk uang."
Sekar memalingkan wajahnya. "Aku benci kau tahu. Aku marah karena kau melanggar privasiku. Tapi... aku tidak bisa berbohong," Sekar mengakui, dengan nada putus asa. "Yayasan itu adalah alasanku menerima kontrak ATEEA. Mereka adalah satu-satunya alasan mengapa aku bertahan dengan permainanmu."
Sekar tidak tahu bahwa Alex sudah menyuntikkan dana. Ia hanya tahu Alex telah melanggar batas.
"Aku bisa membantumu," kata Alex, suaranya tenang dan tegas. "Aku sudah menyusun rencana untuk menstabilkan finansial yayasanmu. Aku bisa memberikan donasi anonim melalui Mahendra Group."
Mendengar kata-kata itu, Sekar merasakan campuran antara amarah dan rasa lega yang mematikan.
"Kau... kau berani menyusun rencana untukku?" Sekar tersenyum pahit. "Kau pikir aku tidak bisa menyelesaikan masalah ini sendiri? Kau pikir aku tidak punya harga diri, Alex?"
Alex memegang tangan Sekar, mengabaikan penolakannya. "Aku tahu kau bisa. Tapi kau akan mati kelelahan di panggung fashion sambil menanggung beban ribuan anak. Aku tahu kau tidak suka dibantu. Tapi kenyataannya, Sekar, kau memang tidak bisa menyelesaikan ini sendirian."
Pengakuan Alex itu menampar Sekar dengan kebenaran yang dingin. Sekar tahu Alex benar. Ia sudah hampir menyerah. Ia melepaskan tangan Alex, air matanya kini benar-benar menetes.
"Aku sudah menyakitimu sangat dalam, Alex. Pergi tanpa sepatah kata pun. Membuatmu tidak bisa melupakanku selama sepuluh tahun," ujar Sekar, nadanya penuh rasa bersalah yang menusuk.
"Lalu kenapa? Kenapa kau kembali ke sini? Untuk apa kau melakukan semua ini?" Sekar menatap Alex dengan mata penuh air mata. "Cukup! Kau membalas dendam padaku, aku menahan. Kau menciumku, aku panik. Kau datang ke rumahku, dan kini kau menyelamatkanku! Untuk apa kita melakukan ini semua kalau akhirnya hal ini hanya saling menyakiti kita sendiri?"
Sekar menuntut sebuah jawaban, sebuah penjelasan untuk semua rasa sakit yang mereka timbulkan satu sama lain.
Alex Mahendra, yang barusan mengakui perasaannya, kini kembali didominasi oleh egonya yang masih lebih besar dan ketakutan akan penolakan. Ia tidak bisa berkata jujur bahwa ia tidak sanggup membiarkan Sekar bersama pria lain atau melihat Sekar menderita.
Alex menarik napas. "Aku... aku tidak bisa membiarkan kontrak ATEEA gagal. Kau adalah asetku," kata Alex, mengulang topeng profesionalnya. "Dan tentang yayasan itu, anggap saja aku membayar utang masa lalu, Sekar. Aku melakukan ini karena aku ingin kau berutang padaku, agar aku bisa memegang kendali atas dirimu."
Sebuah kebohongan. Kebohongan yang sangat besar, sangat kejam, dan sangat Alex Mahendra.
Sekar memejamkan mata, merasakan sakit yang luar biasa. Ia tahu Alex baru saja berbohong. Ia bisa merasakan kehangatan yang dipancarkan Alex, tetapi ia juga merasakan dinding baja yang kembali didirikan. Alex memilih untuk menyakitinya lagi daripada mengakui cinta dan ketakutannya.
"Baiklah, Tuan Mahendra," balas Sekar, suaranya sedingin es. "Saya akan pastikan ATEEA sukses, dan saya akan membayar utang yayasan itu sampai lunas. Kendalikan diriku sesukamu."