bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, sudah waktunya para pegawai untuk kembali pulang. Ada beberapa orang saja yang lembur itu pun tidak sampai jam 7 malam. Sedangkan Vano masih setia duduk di hadapan tuannya sambil memeriksa dokumen yang hanya tinggal beberapa saja.
“Apa Ayu sudah kembali?” tanya William tiba-tiba.
“Mana ku tahu, sejak tadi aku duduk manis disini,” balas Vano kesal. Seharian ini dia selalu salah di mata tuannya. Tetapi dirinya tidak diperbolehkan untuk pergi ke ruangannya. Dia harus tinggal di sana menemani William yang sedang bad mood.
“Memangnya ponselmu mati?!” balas sang Tuan muda dengan wajah yang tidak kalah menjengkelkannya, tetapi matanya masih fokus pada dokumen di tangannya.
“Sejak tadi ada di ruanganku, sedangkan aku melangkah sedikit saja kamu sudah marah-marah.”
“Cepat ambil.”
Sesuai dengan perintahnya, Vano pergi ke ruangannya dan mengambil ponsel yang sejak tadi dia tinggalkan. benar saja dugaannya, banyak pesan masuk dan panggilan tidak terjawab dari ibu angkatnya Maya. Segera dia mengirim pesan ke nomor Ayu untuk memastikan dia sudah berada di rumah. Setelah pertemuan tadi, kedua majikannya pergi untuk memberikan ruang bagi anak muda itu saling mengenal.
Setelah mendapat jawaban, Vano segera memberitahukan William. “Dia sudah di rumah dua jam yang lalu.”
Mendengar itu, William langsung meraih jasnya dan meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja kerjanya.
“Mau kemana?” tanya Vano penasaran.
“Pulang,” setelah menjawab pertanyaan asistennya, laki-laki tampan itu langsung menghilang dari balik pintu. Sedangkan Vano dia biarkan lembur sendiri di kantor.
“Nasib kalau jadi bawahan bos gila. Ikut gila juga asistennya,” keluh laki-laki tampan dengan warna kulit sedikit coklat.
.
.
.
Mobil melaju dengan kecepatan maksimal agar cepat sampai rumah. Kurang lebih 15 menitan akhirnya mobil sport itu sampai di halaman rumah mewahnya. William bergegas turun tidak lupa membawa tas kerjanya.
Saat akan memasuki rumah, dia mencoba menetralkan kegugupannya, menghilangkan sedikit rasa penasarannya tentang pertemuan pelayannya dengan laki-laki pilihan orang tuanya.
Belum juga selesai dengan kegugupannya, pintu besar berwarna coklat itu tiba-tiba terbuka lebar. Alangkah terkejutnya dia melihat gadis cantik itu menyambutnya dengan senyum paling manis di dunia ini.
“Tuan, kenapa tidak segera masuk? Di luar sangat dingin, anginnya cukup kencang sejak siang tadi,” ucap Ayu. Begitu mendengar suara mobil majikannya, dia bergegas menyambutnya dengan senyum cerah. Kedua tangannya meraih tas dan jas yang ada di tangan tuan mudanya.
“Biar saya bawakan, Tuan,” ucap pelayan cantik.
Wajah William terlihat sedikit gugup, matanya berkedip cepat menandakan rasa grogi dalam dirinya, namun segera mungkin dia netralkan. Jangan sampai Ayu menyadari kegugupannya. Dengan memasang wajah datar seperti biasanya, laki-laki itu melangkah memasuki rumah. Memang benar, udara di luar cukup dingin hal itu terbukti saat dirinya memasuki rumah udaranya terasa sedikit hangat.
Setelah menaruh tas dan jas majikannya, Ayu kembali ke dapur mengambil minuman hangat yang sudah dia siapkan. “Diminum dulu, Tuan.
Suasana terasa begitu canggung di atas meja makan. Berbagai cara dilakukan untuk menghilangkan rasa penasarannya agar tidak bertanya terlebih dahulu. William akan menunggu gadis cantik itu bercerita sendiri dengannya. Dia ingin Ayu lebih nyaman saat bercerita dengannya. Hingga minuman di gelas itu habis, pelayan cantiknya masih tetap diam seribu bahasa, duduk sambil memperhatikannya meneguk hingga tandas minuman hangat buatannya.
“Ada yang mau kamu bicarakan?” tanya William akhirnya. Telinganya sudah tidak tahan ingin mendengar hasil dari pertemuan mereka.
“Tidak.”
“Yakin?” tegas William.
Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya.
Kecewa dengan jawaban Ayu, laki-laki tampan bertubuh tegap akhirnya berdiri dari tempat duduknya untuk kembali ke kamar. Wajahnya terlihat masam dan tidak bersemangat. Dia harus segera membersihkan diri dan menenangkan pikirannya. Namun, disaat akan berbalik, suara merdu menghentikan langkah kakinya.
“Dia laki-laki yang cukup tampan,” ucapnya menggantung. “Em … cukup menarik dan kaya raya,” lanjut Ayu dengan wajah berbinar membayangkan wajahnya. Itulah gambaran yang ada dalam pikiran William, tanpa tahu kenyataan aslinya.
Mendengarnya saja tangan William sudah mengepal kuat, ingin sekali dia menghancurkan meja makan saat itu juga.
“Tapi ada sesuatu yang saya kurang suka,” lanjut gadis cantik sedetik kemudian. Masih dengan senyum manisnya,