Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32.
Malam itu langit cerah, bulan dan bintang menggantikan peran sang surya untuk menerangi bumi. Kelap-kelip bintang terlihat sangat indah saat itu.
Suasana indah di luar rumah tak seindah di dalam rumah keluarga Ifan. Ketegangan tercipta kala itu.
“Kenapa kamu baru bilang sekarang sayang? Siapa dia?”
Cyra menunduk dengan perasaaan cemas. “Maaf Pa, aku juga baru mengetahuinya tadi sore.”
“Dia salah satu klienku Pa,” tambah Cyra.
Mama ikut penasaran. “Kamu mengenalnya sayang? Apa dia mengancammu?”
Cyra mengangguk pelan. “Andri namanya, dia perwakilan PT. Maxwell.”
“Awalnya aku juga tak menyangka, bahkan tak percaya sama sekali. Ternyata, si Andri inilah orang yang selalu mengikutiku.”
“Tidak mengancam Ma, tapi dugaanku mengarah ke sana jika aku terus mengabaikan dan tidak mempedulikannya.” Cyra telah menjelaskan semuanya.
“Fandy sudah tahu akan hal ini?” tanya Papa lagi.
Cyra menggeleng. “Belum Papa. Rencanaku besok saat bertemu dengannya di Bandung.”
Papa terdiam dan berpikir. “Kamu perlu pengawal sayang? Jika mau nanti Papa siapkan orangnya.”
“Nanti terlalu mencolok tidak Pa? Aku tak ingin rekan sekantor bahkan atasanku jadi pada heboh.”
“Kalau pengawalnya perempuan bagaimana Pa?” saran Mama.
“Terlalu risiko Ma menurut Papa.”
“Motif dia apa sayang? Murni masalah pekerjaan atau asmara?” tanya Papa semakin penasaran.
“Tadi dia bilang, awalnya mengagumi kecantikan dan keanggunanku bahkan mulai mencintaiku. Padahal sebelumnya sudah diberi tahu kalau aku sudah menikah, tapi dia seakan cuek Pa”
“Namun, aku lebih tak percaya ucapannya. Kumaki saja dia gila bahkan mungkin psikopat Pa,” jelas Cyra lagi.
“Itu yang tadi Papa bilang, terlalu risiko kalau perempuan yang jaga kamu. Tapi kalau lelaki, Fandy belum tentu menyetujuinya sayang,” ujar Papa.
“Buat suamimu mengerti situasi dan kondisimu saat ini sayang, keselamatanmu yang utama,” tambah Mama.
Cyra diam sesaat, berpikir keras. “Iya Pa… Ma. Kalau demi keselamatanku, kurasa Fandy akan memahaminya jika nanti kujelaskan masalahnya.”
“Tapi Pa, aku ingin si Andri ini sama dengan Boy. Papa tolongin lagi membatasi akses komunikasi Andri ke aku. Menurutku, dia bisa saja nekat nanti.”
“Hmm… kalau begitu nanti kamu kirim saja nomor kontak dia dan profil perusahaan tempatnya bekerja. Nanti tim IT Papa yang akan mengurusnya.”
Cyra terharu dan bangga pada orang tuanya. Dia langsung memeluk mama dan papanya.
“Terima kasih Ma…Pa… selalu mendukung dan melindungiku dalam hal apapun,” kata Cyra dengan mata berkaca-kaca.
“Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Nak,” ucap Mama.
“Papa tak ingin kecolongan lagi sayang. Sebelumnya kami hampir kehilanganmu. Jadi sejak saat itu kami memutuskan untuk lebih protektif padamu,” ungkap Papa.
“Sehat-sehat ya kalian. Aku ingin anakku nanti merasa bahagia, bangga dan bersyukur memiliki Opa dan Oma seperti kalian, seperti halnya aku saat ini.”
Papa dan mama ikut terharu dengan ucapan putri kesayangannya yang semakin dewasa. Keduanya hanya berharap kebahagiaan, kesehatan dan keselamatan untuk keluarga ini.
Sesungguhnya, harta yang paling indah adalah keluarga dan istana yang paling indah adalah rumah dengan penuh kehangatan keluarga. Keluarga yang saling menyayangi dan melindungi satu sama lain.
Malam itu tak hanya langit yang cerah yang diterangi cahaya bulan dan kelap-kelip bintang, tapi ada kehangatan dan kasih sayang di rumah keluarga Ifan.
Tak lama kemudian Cyra sudah di kamarnya. Melakukan perawatan wajahnya sebelum tidur. Menanti dengan sabar suami tampannya video call dengannya.
***
Sedangkan di Bandung, Fandy sudah menyelesaikan dua lukisan sebelumnya. Satu lagi yang sekarang sedang dia kerjakan, sketsa Mira dengan tampilan berbalut gaun indah dan mewah.
Untungnya Mama Ira menemani keduanya. Jantung Fandy berdegup sangat kencang dibuatnya. Mira seakan semakin menantangnya. Saat ini seakan lebih berani menggodanya.
Duduk di sofa dengan Pose Cambridge Cross. Mira menyilangkan kakinya dengan rapi dan tangannya diletakkan di atas paha. Memberi kesan dirinya yang formal dan sangat anggun.
Mata Fandy tetap fokus melukis Mira. Dia berusaha konsentrasi penuh, tak ingin terpesona lebih lama dengan kecantikan modelnya ini.
“Ya Allah. Lindungi hambamu ini. Niatku hanya ingin bekerja bukan memanfaatkan keadaan saat ini. Aku hanya menyayangi istriku, tolong kuatkan aku!” doa Fandy dalam hati.
Mira sebenarnya merasa gugup, tapi dia berusaha bersikap normal di depan mama dan Fandy. Memilih gaun favoritnya, gaun A-line berwarna merah menyala yang akan terlihat elegan dan menarik saat dilukis nanti.
Sebelum Mira mulai dilukis tadi, sekilas tampak senyum licik di wajahnya. “Akan kubuat kamu terus menatapku, menyukaiku bahkan enggan berpaling dariku bang Fandy,” batinnya.
Mama Ira memperhatikan Fandy dan Mira bergantian. Dia tahu putrinya ini seolah ingin menggoda pelukisnya dengan pesonanya. Dia akui, malam ini putrinya sangat terlihat cantik dan anggun dengan gaun yang dipakainya.
Sejak mulai melukis, terlihat Fandy sempat gugup awalnya tapi lama-lama ekpresi wajahnya menjadi normal lagi. Mama Ira pun sadar, jika pelukis tampan itu terpesona dengan kecantikan putrinya.
“Mira kamu ini bahaya lama-lama, pesonamu bisa membuat Fandy terbius akhirnya,” batin Mama khawatir.
“Untungnya aku menemani Mira. Jika tidak, kuyakin Fandy akan tergoda nanti,” batinnya lagi.
Setelah cukup lama melukis sketsa awal akhirnya selesai juga. Fandy menghentikan goresan pensilnya. “Mira sketsanya sudah jadi. Kamu bisa duduk seperti biasanya.”
Mira mengangguk. “Iya Bang baik,” jawabnya singkat dengan tersenyum manis.
“Tante sama Mira silahkan saja jika mau keluar dari ruangan ini. Saya akan berusaha menyelesaikan malam ini juga,” ujar Fandy.
“Oh begitu ya! Jadi tidak perlu saya temani lagi?”
Fandy mengangguk. “Ya. Saya sendiri saja tidak masalah Tante.”
“Baiklah kalau begitu, ayo Mira kamu ganti bajumu dulu. Biarkan Fandy menyelesaikan lukisannya,” perintah Mama Ira.
“Iya Ma,” jawab Mira seraya mengikuti mamanya meninggalkan Fandy sendiri.
Saat keduanya pergi, Fandy ingat janjinya pada isterinya. Dia langsung meraih ponsel di sakunya dan video call dengannya.
Fandy: “Halo cantik. Sudah mau tidur ya?”
Cyra tampak cemberut: “Halo Bang. Lama banget sih teleponnya?”
Fandy: “Maaf ya, ini karena masih ada tambahan satu lukisan lagi. Mau kuselesaikan malam ini juga, agar besok agak santai.”
Cyra: “Besok bisa jemput aku di bandara, kan?”
Fandy: “Iya istriku, Insya Allah bisa.”
Saat asyik video call dengan Cyra, Fandy dikejutkan dengan Mira yang tiba-tiba memeluk tubuhnya lagi dari belakang.
“Bang Fandy. Sudah selesai lukisanku, ya?” kata Mira dengan nada manja.
Fandy membatin, melihat Cyra di ponsel yang melotot matanya seakan ingin marah. “Mati aku, alamat ngamuk nanti dia.”
Cyra menatap tajam Fandy: “Bang Fan-Fandy… kamu!”
sudah nolak malah di biarkan ada2 saja nih Fandy😩