NovelToon NovelToon
Warisan Kaisar Naga

Warisan Kaisar Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Murid Genius / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno / Fantasi Timur
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ar wahyudie

Di Benua Timur Naga Langit sebuah dunia di mana sekte-sekte besar dan kultivator bersaing untuk menaklukkan langit, hidup seorang pemuda desa bernama Tian Long.
Tak diketahui asal-usulnya, ia tumbuh di Desa Longyuan, tempat yang ditakuti iblis dan dihindari dewa, sebuah desa yang konon merupakan kuburan para pahlawan zaman kuno.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ar wahyudie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14

“Kadang yang membuat seseorang kuat bukan kekuatannya, tapi caranya menahan rasa sakit tanpa kehilangan arah.”

Matahari pagi merayap di balik puncak menara giok, menumpahkan cahaya keemasan di atas pelataran Akademi Langit Abadi. Udara di sana berbau embun dan batu tua; dingin, tapi menyimpan denyut halus dari Qi yang bergetar di bawah tanah. Di tengah lapangan, Tangga Langit Darah menjulang ke langit hitam pekat, seolah diukir dari tulang para leluhur. Setiap anak batunya memantulkan kilau samar, seperti darah kering yang enggan pudar.

Saat gong dipukul, suara logamnya bergema panjang.

DOOONG…!

Suara itu menggulung udara, membuat bulu kuduk para murid berdiri.

Dari platform tinggi, Elder Hua berdiri tegak, jubahnya berkibar ditiup angin lembah. Ia tak perlu berteriak; suaranya meresap seperti getaran di dada setiap orang.

“Ujian kedua, Ujian Tubuh dan Kehendak”

“Setiap peserta memiliki waktu satu dupa untuk menaiki tangga ini sejauh yang kalian mampu.

Tidak boleh menggunakan teknik, tidak boleh ada bantuan dari luar. Jika terjatuh, maka kalian gagal, jika berhasil mendaki lebih dari dua puluh anak tangga maka dinyatakan berhasil, dan berhak mengikuti ujian selanjutnya.”

"Baiklah, dengan ini, ujian ke dua, ujian tubuh dan kehendak, dimulai!"

"DOOONG…!" Suara gong kembali berbunyi menandakan ujian resmi dimulai.

Keheningan mengeras. Napas-napas tertahan.

Tangga di depan mereka berkilau lembut di bawah sinar matahari, tapi aura yang menyelimutinya seperti pusaran tak terlihat  menunggu menelan siapa pun yang berani melangkah.

Beberapa murid Sekte Bara Langit langsung melangkah maju.

Jubah merah mereka berkibar, wajah-wajah muda itu penuh percaya diri.

Zhao Wen, yang berdiri paling depan, menatap ke atas sambil mengepalkan tangan.

“Hah! Hanya seperti ini?” Zhao Wen mendengus, menggertakkan gigi.

“Aku akan tunjukkan siapa yang layak disebut pewaris Sekte Bara Langit!”

Sorak-sorai murid sektenya langsung terdengar.

Tepat di belakangnya, Liu Yuer berdiri tenang.

Wajahnya datar, tapi matanya fokus.

Ia menarik napas panjang, menenangkan diri seperti aliran air yang tenang sebelum badai.

Sementara itu, Tian Long masih diam di bawah tangga.

Ia menatap ke atas dengan pandangan kosong, seolah menunggu sesuatu.

Beberapa murid menatapnya dengan heran.

“Kenapa dia belum naik?” tanya seorang murid di tengah kerumunan.

“Mungkin dia takut,” timpal temannya, menahan tawa kecil.

“Atau pura-pura bijak biar kelihatan misterius.”

Tian Long tidak menggubris bisikan itu.

Ia hanya menatap dupa besar di samping Elder Hua yang mulai menyala, asapnya melingkar perlahan ke langit.

Zhao Wen melangkah duluan.

Langkah pertama masih ringan.

Langkah kedua mulai terasa tekanan di bahu.

Langkah ketiga — dadanya terasa sesak.

Setiap langkah menaikkan tekanan spiritual yang tak terlihat, tapi terasa seperti beban ratusan batu.

Udara di sekitar tangga terasa menekan, seperti ruang itu sendiri menolak kehadiran manusia.

Beberapa murid langsung tersandung di langkah kelima, terjatuh sambil memegangi lutut.

“Arghh… berat sekali!”

Zhao Wen menoleh sinis, lalu terus menaiki tangga dengan cepat.

Namun di wajahnya mulai muncul peluh tipis.

Napasnya memburu saat mencapai langkah ke tiga puluh.

“Tidak… aku tidak boleh kalah di depan semua orang!”

Sementara itu, Liu Yuer baru mulai melangkah.

Langkahnya ringan dan berirama.

Napasnya teratur, wajahnya tenang seperti air kolam tanpa riak.

Setiap langkah diiringi hembusan lembut, seperti tarian daun di bawah angin.

Beberapa murid memperhatikannya dari bawah.

“Cantik sekali.....”

"Benar benar gadis yang cantik" bisik bisik murid laki-laki yang juga bersiap melangkah

“Dia tidak terburu-buru, tapi terus naik.”

“Seperti air yang tak pernah berhenti mengalir.”

"Jika aku menjadi pasangannya, mati tidak berinkarnasi pun aku tidak menyesal" celetuk salah satu murid laki-laki

Dupa sudah terbakar setengah, dan sebagian besar murid sudah menyerah.

Sebagian duduk di bawah dengan wajah pucat, tangan gemetar menahan tekanan.

Namun Tian Long belum juga bergerak.

Elder Hua menatapnya sekilas, tapi tidak berkata apa pun.

Ia hanya mengangkat alis, seolah ingin melihat seberapa lama pemuda itu akan diam.

Sampai akhirnya — Tian Long membuka mata.

Ia menarik napas panjang, lalu maju satu langkah, udara di sekitar tiba-tiba menegang.

Langkah pertamanya terdengar pelan, tapi gema dari hentakannya menjalar ke seluruh lapangan.

Tekanan spiritual menyerbu tubuhnya seperti ombak dingin, menyentuh kulit, meresap ke tulang.

Tangannya menggenggam erat, tapi ia tak berhenti.

Langkah kedua… dunia di sekitarnya berdenyut. Hawa panas dan dingin saling bertubrukan di dadanya. Setiap tarikan napas seperti menelan api.

Suara-suara mulai terdengar samar di bawah — tawa, ejekan, bisikan kagum.

Namun bagi Tian Long, semua itu lenyap.

Yang tersisa hanyalah batu dingin di bawah kakinya… dan degup jantung yang kian lambat.

Langkah ke-10.

Nafasnya makin berat.

Otot di lengan menegang, tapi setiap langkah diambil perlahan, mantap, dan pasti.

Setiap pijakan disertai gema berat —

duum… duum… duum…

Liu Yuer sempat menoleh ke bawah.

Tatapannya bertemu sekilas dengan mata Tian Long — tenang, jernih, tapi tajam.

Entah kenapa, ia merasa napasnya ikut bergetar.

Zhao Wen yang sudah di langkah ke-40 menggertakkan gigi.

Tubuhnya berguncang, wajahnya memerah, urat leher menonjol.

Setiap kali menapak, darah seperti ingin keluar dari pori-porinya.

“Aku tidak akan kalah dari bocah itu!” raungnya.

Langkah ke-42.

Langkah ke-43.

Langkah ke-44…

BRAK!

Suara keras terdengar saat lututnya menghantam batu.

Darah menetes dari hidungnya, menodai tangga hitam itu.

“Tidak… aku… belum kalah…”

Tapi tubuhnya tak bisa bergerak lagi.

Zhao Wen pun jatuh terkulai ke bawah, disambut teriakan panik rekan-rekannya.

Di sisi lain, Tian Long baru mencapai langkah ke-30, napasnya masih tenang, matanya tetap jernih.

Setiap langkahnya tampak ringan, tapi gema pijakannya seperti menyentuh sesuatu yang dalam di udara.

Dupa tinggal seperempat.

Sebagian besar peserta sudah menyerah.

Langkah ke-40.

Tekanan membuat udara di sekitarnya bergetar seperti air mendidih.

Wajahnya menegang, kulit di punggungnya retak halus, darah merembes tipis dari bahu, pakaiannya sudah hampir tidak layak dikatakan pakaian lagi.

“Setiap langkah seperti menahan seribu pedang di punggung…”

“Tapi aku sudah hidup di desa terkutuk itu. Tekanan langit bukan apa-apa bagiku.”

Langkah ke-45.

Kakinya goyah.

Langkah ke-50.

Nafasnya mulai tak beraturan.

Tubuhnya berguncang keras, tapi ia menggigit bibirnya, membiarkan rasa darah mengalir ke tenggorokan.

Rasa besi itu menyalakan pikirannya kembali.

Ia melangkah lagi — duum! duum! duum!

Ribuan pasang mata menatap naiknya Tian Long.

Beberapa murid mulai berteriak memberi semangat, yang lain hanya terdiam, menatap dengan takjub.

Bahkan Elder Hua pun kini berdiri.

“Langkah ke-50…” bisiknya pelan. “Belum ada yang sampai sejauh ini selama ini.”

Di dalam dirinya, suara samar muncul — suara yang tenang dan berat seperti gema di lembah.

“Tubuhmu belum terbiasa menerima tekanan langit. Tapi kehendakmu… sudah cukup tajam untuk membelahnya.”

Tian Long membuka matanya perlahan, tatapannya jernih, suaranya dalam.

“Aku tidak butuh membelah langit. Aku hanya ingin tahu seberapa jauh aku bisa melangkah.”

Langkah ke-55.

Tanah bergetar pelan.

Suara keras bergema di seluruh pelataran.

Beberapa batu di sekitar tangga retak halus, dan udara terasa lebih ringan — seolah langit sendiri menyerah kalah.

Tian Long berhenti di situ.

Kakinya goyah, lututnya gemetar, tapi matanya tetap menatap ke atas.

Tersisa hanya tiga orang di tangga: Liu Yuer, Tian Long, dan satu murid lama Akademi di bawah mereka yang nyaris pingsan.

Elder Hua memperhatikan dengan seksama.

“Menarik,” gumamnya pelan. “Dia tidak hanya kuat… dia tahu kapan harus berhenti.”

Suasana hening.

Dupa padam.

Ujian berakhir.

Elder Hua menatap ke arah para tetua di belakangnya.

“Ujian berakhir. Catat hasilnya.”

Salah satu tetua membaca dengan suara lantang.

“Tian Long — langkah ke-55.”

“Liu Yuer — langkah ke-50.”

“Zhao Wen — langkah ke-45.”

Kerumunan bergemuruh.

Sorak-sorai pecah di pelataran Akademi.

Sementara di barisan kursi tetua, wajah Elder Mo salah satu tetua yang berasal dari Sekte Bara Langit tampak mengeras.

Ia menghentak tongkatnya ke lantai, suara dentumannya memecah suasana.

“Tidak masuk akal! Anak itu pasti menggunakan teknik terlarang,” serunya dengan nada tajam.

Beberapa tetua lain langsung menoleh.

Elder Hua menatapnya tenang. “Tekanan spiritual tangga tidak bisa ditipu. Kalau dia memakai cara curang, tubuhnya sudah meledak sejak langkah ke-30.”

Elder Mo mengepalkan tangan, matanya berkilat marah.

Elder Hua menarik napas perlahan. “Kalau Sekte Bara Langit tidak bisa menerima kekalahan, mungkin sudah saatnya mereka belajar arti ketenangan.”

Beberapa tetua lain menahan senyum, tapi tidak berani ikut bicara.

Suasana di kursi para tetua seketika dingin.

Elder Mo berdiri mendadak dan meninggalkan tempat duduknya, jubah merahnya berkibar tajam tertiup angin.

Namun sebelum ia pergi, ia menatap Tian Long dari jauh dengan tatapan tajam seperti pisau.

“Kau boleh selamat hari ini, bocah. Tapi di dunia luar, tidak ada yang melindungimu.” batinnya

Tian Long menatap balik tanpa kata.

Ia hanya sedikit menunduk, bukan karena takut, tapi karena menghormati.

Dan itu justru membuat Elder Mo semakin geram.

1
Nanik S
Lanjutkan.... bagus Tor
Nanik S
Darah Naga adalah Kunci
Nanik S
Aku sebenarnya siapa... kasihan
Nanik S
Sebenarnya Anak Siapa Tian Long
Didi h Suawa
💪💪💪💪
Didi h Suawa
awal yg baik,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!